Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Gadis Sekecil Itu dari Mana Mendapat Keberanian untuk Membunuh?

10 Maret 2020   11:38 Diperbarui: 10 Maret 2020   12:19 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu di YouTube marak video-video kekerasan oleh anak-anak kecil. Bahkan memotong leher  orang dewasa yang katanya musuh dilakukan oleh anak di bawah umur. Saya merasa sangat miris.  Yang ternyata itu adalah sebuah propaganda ISIS yang  kini telah dihapus oleh YouTube. Tapi sebuah media menulisnya secara rinci di sini

Dengan pelatihan dan doktrin secara terus menerus,  anak-anak dididik semenjak kecil sehingga menjadi mesin pembunuh yang  siap menghancurkan musuh.

Kasus seorang gadis yang melakukan pembunuhan secara keji pada seorang anak berusia 5 tahun terus bergulir.  Efek  yang  ia tonton di YouTube seakan menjadi pemicu terjadinya pembunuhan.  

Faktor berketerusan dalam dua masalah ini bisa ditarik benang merah.  Anak-anak yang ada di kamp penampungan ISIS dilatih sedemikian rupa dan terus-menerus agar tega membunuh,  sementara FA membunuh karena terus menerus menonton film horor pembunuhan yang membuat imajinasinya meninggi sehingga tega membunuh anak tetangganya.

Satu persatu rahasia mulai terungkap, bahwa selain pintar, pendiam,  bisa melukis dengan bagus,  kurang pergaulan,  juga ada satu fakta lagi,bahwa FA (15), berada dalam pengasuhan ibu tiri.

Soal ibu tiri ini barangkali perlu digaris digaris bawahi.  Sebab dalam pengasuhan ibu yang  bukan kandung,  kadangkala menimbulkan masalah tersendiri  bagi anak.

Saya memiliki seorang sahabat muda,  sampai sekarang ia belum pernah sekalipun memanggil ibu tirinya dengan  kata "ibu".
Ia hanya menyebut dengan "istri ayahku"

"Ia kan memang istri ayahku,  bukan ibuku", jawabnya enteng,  saat seseorang bertanya mengapa ia tak pernah  sekalipun menyebut nama ibu untuk ibu tirinya.

Bisa jadi  ada miskomunikasi,  dan ada jaringan hubungan yang tak tersambung antara ia dan ibu tirinya.  Atau ada masalah lain yang  menjadi ganjalan serta tidak bisa terselesaikan. Sehingga menciptakan hubungan tidak harmonis antara anak tiri dan ibu tiri.

Kita hanya bisa meraba dan menduga,  hubungan FA dengan ibu tirinya kurang  harmonis. Dalam keluarga kecilnya ia kurang mendapatkan kasih sayang  dan perhatian,  sehingga memicunya  untuk mencari perhatian lain dengan menonton YouTube dengan tema kekerasan sebagai pelarian.

Gambar wanita yang  menangis sebagaimana temuan polisi di TKP , bisa jadi merupakan petunjuk akan penggambaran rencana masa depan.

Ia sedang merencanakan sesuatu, hendak melukai ibu tirinya,  dan ingin melihat ibu tirinya menangis.

Sebab rasa depresi yang  demikian tinggi dan tak mendapatkan penyaluran akan terakumulasi menjadi sebuah dendam dan tinggal menunggu waktu yang  tepat untuk mengeksekusi.  

Komunikasi  dalam keluarga yang tidak berjalan dengan semestinya akan membuat anak seusia FA merasa bebas melakukan apapun.  Sebagaimana binatang yang  hidup diliarkan yang akan merusak apapun yang  dijumpai.

Depresi yang  akut bisa menjadi sebuah bom waktu,  dan akan meledak setiap saat tanpa mengenal siapapun korbannya.  Apalagi kepuasan menjadi salah satu hal yang  dicari di tengah keterkungkungan dan mandeknya komunikasi.

Hal semacam itu bisa jadi perhatian semua pihak terutama orang tua.  Agar tetap menjaga komunikasi dengan anak.  Sebab anak juga butuh kedekatan dengan orang tua  untuk mendapatkan kenyamanan di rumah.

Orang tua juga harus berusaha mengkomunikasikan segala sesuatu kepada anak.  Meskipun secara kasat mata anak-anak tidak memberikan reaksi ketika ayah ibunya menikah lagi.  

Sebab siapa tahu anak-anak mempunyai ide dan pendapat yang  patut didengarkan.  Meskipun keputusan tetap ada di tangan orang tua.

Kita juga tak berhak menyalahkan orang tua FA,  meskipun secara tidak langsung  bertanggung jawab dengan semua kejadian ini karena lalai dan kurang intensif mengawasi.

Hukuman berat bagi FA pun di masa depan bisa jadi menjadi efek lebih buruk.  Apalagi kalau FA dicampur oleh para terpidana lain yang  lebih dewasa. Karakternya sebagai pembunuh mungkin akan lebih menggila bila ia mendapatkan penanganan yang  salah dalam proses hukum.

Kita tetap berharap agar proses hukum  pada  FA tetap mengacu pada proses pembinaan yang lebih baik, meskipun secara hukum anak yang  berusia lebih dari 12 tahun sudah bisa dipidanakan  di sini

Sebab kondisi di penjara akan menjadi tempat belajar yang  baik bagi seseorang untuk mendapatkan ilmu kejahatan yang  lebih mumpuni,  apalagi bila di penjara mendapatkan teman yang  salah.

Terlebih  FA memang terlihat galau dan depresi dan  mencoba mencari penyaluran dengan caranya sendiri.  Terbukti ia tak merasa menyesal saat ditanya polisi.

Ini Yang menjadi fokus perhatian kita,  agar kasus yang  menimpa FA tak menimpa pada anak-anak lain.  Tak ada cara yang istimewa untuk memperlakukan anak-anak,  kecuali dengan memberi perhatian lebih dan mengawasi dengan seksama apa yang  menjadi kecenderungannya.  Agar anak-anak tak merasa depresi dan  mencari jalan sendiri untuk penyelesaiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun