Dulu kami punya seekor monyet ekor panjang yang kami dapat dari kiriman seorang teman pemburu. Waktu monyet ini datang, kondisinya masih lemah karena masih bayi. Kata teman saya, monyet ini terjatuh dari ketinggian pohon, ia memungutnya karena monyet ini terlihat bingung dan menangis, sementara induknya tak mau datang.
Kami sudah merawatnya selama 4 tahun, Â sampai anjing herder milik tetangga menerkamnya. Luka robek di leher monyet membuat nyawanya tak tertolong. Lucky, nama monyet ini mati setelah mendapat perawatan dari dokter hewan.
Dari sejak pertama datang, lucky cukup ramah. Tak suka berteriak seperti monyet kebanyakan. Aawalnya ia kami kandangkan dari kawat strimin, tapi repot juga saat buang kotoran, harus rajin menyapu dan menyemprot disinvektan.
Akhirnya rumah-rumahan di  atas tiang bambu sepanjang satu setengah meter itu jadi tempat tinggalnya. Anak-anak dan tetangga suka datang melihat tingkah polah si lucky.
Ia sangat menyukai kucing kecil. Pernah sekali lucky membawa seekor anak kucing ke rumahnya. Ia tak mau turun seharian. Setelah saya menyerahkan makanan, barulah kucing dilepaskan, dengan suara mengeong kelaparan.
Kami memberi makanan apa saja yang kami makan. Nasi, lauk pauk, camilan, bahkan buah-buahan.
Kami memandikannya 2X sehari dengan menyemprotnya dengan selang,  dan memendekkan rantai yang  menjeratnya.
Saya menyabunnya menggunakan sampo bayi, Â hingga bulunya halus dan terlihat berseri.
Lucky tak suka melihat anjing. Dari jauh melihat saja dia sudah ribut. Apalagi kalau anjingnya mendekat.
Mungkin ia trauma digigit anjing pemburu. Sebab saat datang kakinya terluka, Â dan tak mampu melupakannya.
Suatu hari, Â anak-anak tetangga datang berkumpul, Â mengelilingi lucky dengan memberinya makanan. Apalagi rambut anak-anak juga digerayangi lucky seperti mencari kutu. Anak-anak tertawa tanpa rasa takut sama sekali.
Sauatu hari seseorang mengusili lucky, dengan menyodor-nyodorkan kayu panjang, lucky marah dan meronta. Saat kami keluar ikatan di berupa kulit  binatang terlihat patah. Ia berlari sangat cepat hingga saya tak mampu mengejarnya. Â
Tiba-tiba seekor anjing  herder menerkamnya. Taring yang  besar mengenai lehernya, darah bercucuran, dan gigitan itu terlepas saat kami pukul. Â
Ternyata monyet dan anjing itu sama-sama terlepas dan lari tanpa kendali dikejar Yang empunya. Yang punya anjing menawari ganti rugi, tapi saya menolaknya.
Sore itu saya dengan tetangga membawa Lucky ke dokter hewan menggunakan kurungan kucing. Ia terlihat lemas tak berdaya sampai di klinik hewan, ternyata lucky sudah mati dan kami  membawanya kembali.
Putri kecil saya menangis sedih. Kehilangan seekor hewan kesayangan yang setiap hari menjadi hiburannya.
Saya berjanji mencarikan gantinya. Tapi sampai rumah kayu si Lucky lapuk, saya belum juga membelinya.
Sayang  waktu itu belum ada hp android,  jadi kami tak bisa mengabadikan kenangan dengan si Lucky,  monyet kesayangan keluarga kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H