Saya jadi teringat saat masih tinggal bersama mertua. Mertua saya sangat menyayangi cucunya, sehingga kesalahan sedikit saja terhadap anak kami, bisa membuat mertua marah tak habis-habis.
Misalnya saat kami keluar mengajak bayi, meskipun cuaca panas, tutup kepala, selimut dan kaos kaki tetap tidak boleh terlupa. Bahkan saat pulang dari bepergian, mertua segera mengambil minyak goreng dan irisan bawang merah untuk diborehkan pada tubuh cucunya.
Bahkan saat membuat menu makanan untuk si bayi, mertua sangat teliti memperhatikan makanan apa yang pantas untuk si bayi.
Istri saya terkadang menggerutu, mengapa ibunya sangat cerewet untuk pengasuhan bayi.
Manfaat dari semua ini ternyata terdapat sinkronisasi dalam perawatan bayi secara modern. Anak-anak masih kuat saat menghadapi panas, tapi mereka takkan kuat saat menghadapi angin dingin.
Pengalaman orang tua dalam menghadapi bayi, ingin ditularkan kepada anak cucunya agar saat menghadapi berbagai masalah bisa dihadapi sendiri.
Kita sebagai anak menantu tak perlu antipati dengan nasehat mertua. Menyanggah pendapat orang tua juga masih diperkenankan asal masih dalam batas wajar dan penuh kesopanan.
Seburuk buruk mertua, mereka adalah orang tua suami/istri kita juga. Suami atau istri kita tak pernah ada tanpa adanya mereka.
Jadi siap kita terhadap mertua tetaplah menghormati sebagaimana kita menghormati orang tua kita sendiri.
Kita tidak perlu membantah perintah mertua, kalau tidak suka kita hanya perlu menjawab dengan kata "nggih", dengan maksud agar mertua tidak tersinggung.
Atau kalau mungkin ciptakan kedekatan khusus dengan mertua. Membelikan makanan kesukaan atau barang yang diinginkan adalah termasuk pendekatan yang cukup bermanfaat.