Atau sebaliknya saat kerja bakti, orang-orang hanya memakai kaos dan celana pendek agar bisa bergerak leluasa, lalu anda masih berpakain resmi memakai dasi, jas dan sepatu tiba-tiba ikut kerja bakti memegang sabit, pasti akan ditertawakan orang-orang.
Diantara tetangga kita mungkin ada yang suka berbicara muluk-muluk, kita mengistilahkan dengan bahasa "umuk ketekuk-ketekuk". Atau orang-orang yang selalu bicara dengan kasar, tidak memandang tempat dan lawan bicara. Sehingga terkadang hal ini tidak saja menyinggung perasaan orang lain, juga merendahkan martabatnya sendiri.
Memang ada sekelompok warga yang suka saling olok, dan itupun hanya terbatas sebagai sebuah reaksi keakraban yang sudah terjalin lama. Dan itu tidak akan merubah kesan mereka masing-masing dalam kancah pergaulan.
Baca juga: 6 Tahun Hidup di Gerobak, Tetap Menjunjung Kehormatan Diri
Yang jelas "empan papan" itu perlu diterapkan di manapun kita berada. Berpakaian sesuai tempat, berbicara sesuai kapasitas.
Sebab "ajining diri saka lathi, ajjnining raga saka busana"
Kehormatan diri bersumber dari bergeraknya lidah, bagaimana cara kita berbicara. Dan Kehormatan tubuh dari pakaian yang kita pakai.
Karena orang lain yang melihat kita sebenarnya tak berniat mengontrol bagaimana kita berbicara atau berbusana.
Tapi terbatas pada tata nilai yang berlaku disetiap komunitas, Â yang harus ditaati bersama walaupun nilai-nilai itu tak tertulis sebagai aturan baku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H