Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balon Warna-warni untuk Putri Kecil

14 Februari 2020   10:27 Diperbarui: 14 Februari 2020   10:22 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau melihat putri sulung yang  kini telah menikah,  dan dia hidup bahagia bersama suaminya.  Punya rumah,  punya pekerjaan tetap,  bahkan bisa menabung untuk masa depan mereka, saya jadi teringat awal kehidupan rumah tangga kami dulu yang  perjuangan. 

Saya sudah berani menikah,  maka harus berani bertanggung jawab apapun resikonya. 

Saya menikah dalam kondisi belum punya pekerjaan tetap.  Sebab melamar pekerjaan kesana-kemari belum juga bisa diterima. 

Hidup menumpang mertua dengan kondisi seadanya dan punya tanggungan seorang bayi yang  membutuhkan banyak biaya. 

Menyerah?  Tentu saja tidak.  Saya terus berusaha bekerja.  Yang penting halal dan bisa untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 

Sepertinya semua jenis pekerjaan kasar pernah saya lakoni.  Dari buruh tani,  kuli bangunan,  tukang becak,  kenek angkot,  tukang angkut pasir,  bahkan jadi kuli angkut di pasar tradisonal. 

Saya tidak malu apalagi rendah diri.  Apalagi melihat istri Yang tetap setia menemani. 

Sampai akhirnya nasib menuntun saya hijrah ke Semarang tinggal di lingkungan perumahan,  menempati rumah kosong yang  belum dihuni oleh pemiliknya. 

Saya di Semarang berjualan siomay dengan cara dipikul.  Luka di bahu kanan dan kiri terlihat memerah dan terkadang terasa perih saat kulit terkelupas. 

Bisa dibayangkan hasilnya yang  tak seberapa. Tapi apa mau dikata,  ini sebuah perjuangan yang  saya tempuh untuk menghidupi keluarga. 

Suatu hari di dekat perumahan kami,  ada pembukaan sebuah minimarket baru.  Orang-orang datang berduyun-duyun karena ada potongan harga yang  sangat fantastis. 

Sore hari saya datang bersama putri saya untuk melihat pembukaan.  Saya melihat barang-barang bagus dan berbagai produk yang  harganya memang jauh di bawah harga pasar. 

Saya tertarik,  tapi apadaya tak punya uang.
Hasil saya berjualan waktu itu hanya berupa recehan rp. 50 dan rp.100 yang jumlahnya sekitar 40 ribu dan saya taruh dalam kantong plastik. 

Putri kecil saya merengek,  menuding balon warna-warni  yang  dipajang di depan toko.
Saya masuk dan bertanya pada penjaga toko, bagimana cara mendapatkan balon? 

Ternyata di situ sudah tertulis,  belanja Rp. 50.000 akan mendapatkan hadiah sebuah balon.  

Saya pun bertanya lagi,  apakah boleh membeli balonnya saja tanpa belanja?
Ternyata tidak boleh.  Dan ini membuat saya masygul.  Saya kecewa,  kecewa dengan kondisi saya waktu itu.  Menyesal sebagai orang tua,  anak sekedar minta balon saja tak bisa mewujudkan. 

Saya juga berfikir,  kalau mau belanja juga apa yang  mau dibeli?  Bahan dagangan tidak bisa didapatkan dari minimarket itu. 

Putri saya menangis,  saya berusaha menghiburnya dengan segala macam rayuan. 

Akhirnya saya mampir ke toko tetangga.  Membeli balon beraneka warna,  sebungkus kecil dengan isi 10 biji dengan harga rp. 2000.

Sampai di rumah,  balon saya tiup semua,  dan diberi gagang menggunakan lidi. Putri saya tertawa kegirangan,  melupakan balon di minimarket yang tadi sore dilihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun