Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kenangan Naik Kereta Api Purbaya, Niat Turun di Stasiun Kediri Terbangun di Stasiun Surabaya

11 Februari 2020   08:08 Diperbarui: 12 Februari 2020   07:55 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar :tribunnews.com

Bisa jadi moda transportasi darat paling nyaman tahun 80-90 an adalah kereta api.

Untuk jalur selatan yang  menghubungkan provinsi jateng-jatim adalah Kereta Api Purbaya. Singkatan Purwokerto Surabaya yang berangkat pukul 06.00 pagi dan tiba di Surabaya pukul 18.00

Karcis jadulSumber: dibawahtrembesiwordpres.com
Karcis jadulSumber: dibawahtrembesiwordpres.com
Karcis tebal berwujud kartu domino dengan tulisan purbaya plus harga tiket permanen diterakan di atas tiket.  Kalau tidak salah harganya waktu itu adalah Rp. 4500 untuk sekali berangkat.

Kondisi penjualan tiket jaman dulu memang beda dengan sekarang.  Dulu kita boleh membeli tiket pas di jam keberangkatan kereta.  Bahkan beberapa menit sebelum berangkat pun kita masih bisa mendapatkan tiket.

Beda dengan jaman sekarang yang lumayan ribet.  Tiket harus sesuai KTP,  dan tidak bisa membeli langsung.  Bahkan terkadang kalau saat idul fitri,  tiket perjalanan sebulan sudah habis terjual.

Kereta Api Purbaya memang dinamai kereta api cepat kelas ekonomi.  Tapi lambatnya bukan alang kepalang. Kereta api ini anti penuh,  jadi di manapun ada penumpang,  ia akan terus mengangkutnya meskipun di dalam sudah penuh sesak.

Bahkan barang-barang bawaan penumpang berupa karung-karung dagangan berisi hasil pertanian dan pakaian,  bisa bertumpuk dekat pintu keluar menghalangi jalan.

Bedakan dengan kereta api sekarang,  di mana  penumpang harus duduk sesuai dengan nomor kursi. Barang bawaan penumpang  yang  besar juga ditaruh  di gerbong khusus barang.

Jaman dulu kursi penumpang kereta juga sangat keras.  Karena dari papan Yang nyaris tanpa busa. Sehingga kalau perjalanan jauh bisa membuat bokong  panas. Apalagi dalam kereta memang tidak ada kipas.  Andaikan ada biasanya juga tidak berfungsi.

Toilet jangan tanya. Bau pesing kadang menyebar ke seluruh ruangan dalam kereta.  Karena di dalam tolilet tidak ada air.

Belum lagi keberadaan pedagang kaki lima,  pengamen dan pengemis ikut hilir mudik memadati kereta.

Di kereta purbaya juga ada gerbong restorasi. Yang menyediakan makanan dan minuman dengan harga lebih mahal dari tiket kereta.  Orang-orang Yang berduit bisa duduk santai sambil ngopi.  Dengan air digelas yang  bergoyang sesuai laju kereta.

Petugas reatorasi juga rajin berkeliling.  Mereka nenawarkan menu sambil membawa dagangan,  dan mencatat pesanan penumpang.  Lalu balik lagi mengantarkan.

Anda pernah pesan nasi goreng kereta Purbaya?  Katanya rasanya enak,  meskipun porsinya sangat sedikit menurut saya.

Jaman dulu,  naik kereta harus super hati-hati karena jendela tak rapat terkunci.  Para pencopet sering memanfaatkan situasi ini. Mereka bisa menarik tas penumpang dari luar saat kereta api sudah berjalan.

Di kereta Purbaya, para penumpang bisa melakukan apa saja. Terkadang yang  pergj berombongan membawa kartu domino dari rumah.  Mereka bermain kartu untuk mengusir kebosanan di tengah sesaknya penumpang.  

Kalau perjalanan malam, penumpang tidur sembarangan.  Malang melintang di lantai gerbong. Jadi kita harus hati-hati saat berjalan,  jangan sampai menendang kepala penumpang.

Jaman dulu kondektur kereta berkeliling mengecek karcis menggunakan jeplokan kertas, mereka sering sendiri. Tidak didampingi polsuska. Kalau ada penumpang gelap. Cukup bayar di atas kereta.  Harganya sesuai negoisasi yang  disepakati bersama.

Saat turun, di pintu keluar stasiun biasanya ada petugas jaga yang  mengecek tiket, dan menyerahkan kembali pada penumpang setelah dilobangi sekali lagi.

Saya berpuluh kali naik kereta Purbaya pada tahun 80-an.  Rute dari Kutoarjo-Kediri.

Naik dari Kutoarjo pukul 8.00, maklum hari minggu dan akhir masa liburan. Kereta penuh sesak,  saya tak dapat tempat duduk. Berdiri berhimpitan di kereta itu luar biasa. Apalagi ada juga yang  merokok di dalam gerbong. Membuat nafas makin sesak.

Pedagang asongan,  penjual nasi pecel,  penjual rokok,  terus berlalu lalang membuat gaduh kereta.  Mereka terus berganti orang sampai stasiun semut Surabaya.

Saya mendapat tempat duduk setelah sampai stasiun Madiun. Tertidur di kursi katena kelelahan. Saya dibangunkan oleh petugas kereta saat dalam gerbong sudah datang tukang bersih-bersih kereta yang  membawa sapu lidi bergagang panjang.

""Mas sudah sampai Surabaya", saya kaget dan terbangun.  Terpaksa membeli tiket balik,  kereta Purbaya yang  sebentar lagi akan berangkat lagi ke Purwokerto...

Oalah..  Nasib..  Nasib..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun