Berbicara tentang pers.  Ada dua hal penting selain berita sebagai produk pers.  Yaitu lembaga pemberitaan dan para punggawa pencari berita yang  disebut sebagai wartawan,  jurnalis,  nyamuk pers,  atau pewarta.
Berada di bawah payung hukum Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, Â para pekerja pers terus menyebarkan informasi kepada masyarakat luas.
Kita tak pernah tahu bagaimana kabar di luar sana bisa sampai ke publik secara aktual,  faktual dan  kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum bila tanpa ada pekerja pers.
Para wartawan menulis berita diregulasi oleh undang- undang informasi.  Mereka tunduk pada peraturan dan kode  etik jurnalistik.
Menyampaikan berita berdasarkan asumsi sambil menunggu terkumpulnya data itu masih bisa ditoleransi. Â Tapi menulis berita faktual dengan opini tetap tidak diperbolehkan.
Informasi  apapun  harus tetap berdasarkan data dan fakta yang  ada di lapangan sepert foto,  keterangan pelaku, saksi, petugas kepolisian,  ahli yang berkompeten, ataupun fihak rumah sakit.
Di sinilah hadir tantangan sebagai  pewarta, satu sisi ia harus menyampaikan infofmasi sesuai fakta,  tapi pada sisi lain ia akan bersinggungan dengan berbagai kepentingan yang berhubungan informasi yang akan diberitakan.
Tak jarang para wartawan harus berhadapan dengan kekuatan besar yang menghadang. Entah atas nama kepentingan politik atau ekonomi. Â Sehingga sikap tegas dalam memegang kode etik terkadang terabaikan.
Hari ini secara tidak langsung peran wartawan sudah diserobot oleh para netizen. Orang-orang biasa bisa menulis banyak hal faktual sebagaimana para jurnalis secara umum.
Tapi kewenangan para netizen memang tak bisa menyamai wartawan. Â Sebab wartawan selalu dibekali kartu pers yang dikeluarkan oleh media tempat ia bekerja. Â