Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Money

Subsidi Gas Melon Datang, Saatnya Mengaku Miskin

24 Januari 2020   11:00 Diperbarui: 24 Januari 2020   11:03 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi /pers.com

Mengapa  orang miskin selalu menjadi kambing hitam?

Memang tak enak jadi orang miskin. Di manapun berada selalu diperhinakan. Bahkan orang yang benar-benar miskin pun harus mengalah kepada mereka yang pura-pura miskin, lalu menggunakan kesempatan untuk memperoleh sumbangan atau mendapat keringanan. 

Program pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, banyak yang tidak tepat sasaran. Orang miskin makin kelaparan, orang kaya malah mendapat kesempatan.

Banyak diantara warga masyarakat yang ingin mendapat batuan. Tapi tak mau kalau dimiskinkan. Padahal yang berhak untuk mendapatkan bantuan memang mereka yang benar-benar miskin. Bukan mereka yang pura-pura miskin.

Saya masih ingat Mbah Rukayah, nenek penjual pecel yang sekarang mulai mengeluh  karena kesulitan masak. 

Dahulu ia memasak menggunakan kayu di rumah gubugnya yang kecil. Tapi karena ia kesulitan mencari kayu bakar maka menggunakan kompor minyak.

Kebijakan pemerintah menghapus minyak tanah dan menggantinya dengan gas elpiji dengan bantuan kompor dan tabung gas, memaksa Mbah Rukayah harus mau memasak menggunakan gas. 

Tiap pagi saya sering melihatnya terseok-seok mengangkat tabung gas. Terkadang ia harus berkeliling dulu dengan berjalan kaki baru bisa dapat isi tabung.

Mbah Rukayah memang orang yang layak dikategorikan orang miskin. 

Progam pemerintah menghapus subsidi Elpiji melon berkaitan erat dengan kesejahteraan orang miskin. Masalah mereka terangkat atau tidak yang penting program jalan dulu. Nanti akan dievaluasi bila di jalan menemui kendala. Demikian bila pemerintah memiliki program tertentu.

Subjek pernerima bantuan memang jelas orang miskin. Sebagaimana yang tertera  permensos no 1/2018 tentang penerima program PKH.

Saat pemerintah menggulirkan program untuk bantuan orang miskin, definisi kemiskinan menjadi absurd. 

Orang-orang yang berkecukupan, dilihat dari rumah, kendaraan, dan fasilitas kehidupan yang dimiliki, kemudian mengaku miskin karena ingin mendapat bantuan pemerintah.

Ini terlihat jelas saat Penerimaan siswa baru. Banyak orang tua yang sebenarnya mampu ramai-ramai meminta  surat keterangan tidak mampu agar anaknya mendapat keringanan biaya saat mendaftar sekolah.

Bahkan dulu waktu pembagian kompor gas gratis bantuan pemerintah, justru banyak keluarga mampu yang menerima, sementara keluarga yang tidak mampu malah tidak menerima bantuan karena datanya tidak tercatat dalam program penerima.

Bantuan pemerintah memang berbasis data.
Jadi yang tercatat dalam data saja yang bisa menerima bantuan. Sementara yang tidak masuk dalam data, meskipun ia benar-benar dari keluarga miskin akan sangat sulit menerima bantuan.

Celah ini yang sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang pintar merekayasa data. Sehingga bantuan pemerintah tidak tepat sasaran.

Sehingga wajar kalau kompas mengangkat berita ini tertanggal 11/1/2019 dengan judul :

5 Fakta Label "Keluarga Miskin" Bagi Peserta PKH, Ratusan Keluarga Mundur hingga Jadi Pergunjingan Warga

Orang tak layak menikmati bantuan orang miskin, tapi memaksakan diri pura-pura jadi orang miskin.

Padahal orang miskin itu susah loh. Makan serba kekurangan, tempat tinggal tidak memadahi, sakit tidak ada biaya berobat, sekolah tidak ada biaya pendidikan, cari makan pun susah. Sementara ia tidak punya akses untuk sedikit berkembang agar bisa hidup layak. Itu semua karena keadaan.

Sementara mereka yang kaya tapi mengaku miskin, memiliki akses yang baik untuk mendapatkan segalanya.

Masih iri dengan hidup orang miskin?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun