Dalam sebuah pengajian, Kiai Karismatik  dari Girikusumo  Kabupaten Demak, KH. Ahamad Munif mengatakan bahwa hari ini tidak ada program penting  apapun yang tayang di TV  selain  target perolehan iklan.
Rating sebuah acara TV akan naik nilai jualnya bila ditonton oleh banyak pemirsa di waktu-waktu yang potensial. Semakin tinggi ratingnya, semakin banyak pula pengusaha yang memasang iklan. Semakin banyak iklan semakin besar pula pendapatan stasiun televisi.
Dengan demikian maka wajar bila stasiun televisi berlomba untuk mendapatkan rating tertinggi, tentu dengan harapan bahwa acaranya akan disupport oleh banyak sponsor.
Di masa lalu sebelum ada stasiun televisi swasta kita semua tahu bahwa TVRI merupakan satu-satunya lembaga penyiaran yang mampu menyajikan konten-konten istimewa waktu itu. Acara kunjungan presiden Soeharto ke daerah-daerah, acara klompen capir, cerita pak Sambas tentang kisah sukses para petani di lokasi transmigrasi, sudah menjadi suguhan yang menarik.
Format tv hitam putih waktu itu sudah cukup menghibur. Bahkan hanya dengan tenaga aki mobil, orang-orang menonton televisi bisa sampai acara habis.
Apalagi bila akhir pekan, setelah tayangan berita terakhir pasti disajikan film barat. Apapun filmnya, bagus atau tidak tetap ditonton sampai habis atau akinya yang yang lebih dulu droop mengakhiri acara televisi.
Dahulu TVRI nyaris tak punya saingan. Sehingga format acara apapun tetap diminati pemirsa.
Saat ini puluhan stasiun tv swasta berlomba menyajikan acara untuk memperebutkan rating. Mereka yang kreatif akan terus bertahan. Sedangkan yang mengelola dengan setengah-setengah akan kepayahan atau tak mampu melanjutkan.
Sebelum dipegang Helmi Yahya acara TVRI begitu-begitu saja. La yamutu fiha wa la yahya, mati segan hidup tak mampu.Â
Acaranya nyaris sangat membosankan, tak ada yang menarik. Visual yang ditampilkan pun hanya begitu-begitu saja.
Lalu di bawah kepemimpinan Helmi Yahya yang telah berpengalaman mengelola berbagai acara kuis di televisi sampai ia dijuluki raja kuis, TVRI mulai berbenah.
Mampu menghadirkan tayangan yang sesuai dengan selera pasar. Bahkan juga menayangkan iklan. Seakan merajut kembali harapan bahwa TVRI akan kembali berjaya menyedot perhatian pemirsa.
Tapi sengkarut manajemen TVRI memang sepertinya harus ada korban, harus ada yang dipersalahkan. Orang lebih mudah menilai secara gamblang apa sebenarnya sumber permasalahan.
Masalah yang dituduhkan beralasan atau tidak, pokonya harus ada yang salah. Sebab mencari sebab masalah tanpa menemukan  pelaku utama berarti bohong.
Dan bahwa acara TVRI harus sesuai jati diri bangsa, karena TVRI adalah milik pemerintah itu memang betul. Sebab TVRI adalah media pemersatu satu bangsa.
Tapi bila acara yang ditayangkan TVRI tidak ada yang menonton, terus siapa yang akan diedukasi ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H