Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menelusuri Jejak Keangkuhan Kolonialisme di Benteng Pendem Ambarawa

20 Januari 2020   00:37 Diperbarui: 20 Januari 2020   00:51 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar sumber  Wikipedia

Jembatan /dokpri
Jembatan /dokpri

Di sisi barat adalah gedung tua berderet panjang seperti bangunan sekolah tapi tampak lebih tinggi. Karena tanpa pintu maka terlhat di dalam benteng ini terdapat banyak belukar. 

Banyak traveler lokal yang sedang berkunjung. Mereka datang dari Temanggung, Kendal, Salatiga, Purwodadi Boja dan sebagainya. Mereka datang berombongan dan mengabadikan foto secara bergantian.

Dokpri
Dokpri

Tak ada jejak bekas hantaman peluru , atau lobang untuk meletakkan meriam. Sepertinya benteng ini dibuat bukan untuk pertahanan. Karena juga tidak terdapat tameng sebagaimana lazimnya sebuah benteng pertahanan.

Dokpri
Dokpri

Konon Benteng Pendem yang dibuat selama 11 tahun (1834-1845) ini merupakan bangunan yang dibuat oleh Belanda sebagai tempat logistik militer. Belanda banyak membangun benteng selama berkuasa di Jawa,untuk pengembangan hubungan dengan kerajaan Mataram.
Dan Ambarawa merupakan jalur poros yang menghubungkan Semarang,Ungaran,dan Surakarta (Wikipedia).

Benteng Pendem sejak dibangun sampai sekarang telah mengalami perubahan baik karena perubahan alam maupun fungsinya.

Dan inilah keterangan yang diambil dari Wikipedia mengenai sejarah Benteng Pendem dari mulai dibuat sampai sekarang

Tangkapan layar sumber  Wikipedia
Tangkapan layar sumber  Wikipedia

Memasuki Benteng Pendem seperti lebur dalam keangkuhan jaman Belanda. Bentuk bangunan yang memanjang dan menjulang tinggi seakan menjadi saksi bisu akan bercokolnya  penjajah selama 350 tahun di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun