Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dokter Cantik Itu

7 Januari 2020   16:02 Diperbarui: 7 Januari 2020   16:13 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam masih menunjukkan pukul  02.30. pagi. Saya hampir rebahkan diri, melepas penat setelah hampir 8 jam berkutat di depan komputer. Video pesanan seorang klien baru saja terkirim lewat email, lalu di luar terdengar sebuah mobil berhenti di depan rumah.

Terios warna putih itu terlihat mematikan lampu dan mesin, lalu seorang perempuan muda turun. Dalam gendongannya meronta dan menangis sekeras-kerasnya. Mata bocah ini terpejam, tapi polahnya membuat yang menggendong kewalahan.

Sebelum pintu diketuk saya keluar.
"Ini rumah pak Nawir ya?", Sebelum saya bertanya perempuan ini malah bertanya duluan.

"Njih", jawab saya pelan.

Lalu komunikasi belum berlanjut, anak yang digendong ini saya minta. Si bocah tetap meronta tapi saya tetap  menggendongnya dengan  tenang.

"Monggo pinarak dulu", kata saya basa-basi.

Si bocah saya bawa ke dapur. Sambil komat-kamit membaca doa, saya ambil air gentong menggunakan tangan. Dan menyapukan ke wajah dan kaki si bocah.

"Ya Allah, jadikan air gentong ini menjadi jalan kesembuhan anak ini", batin saya.

Lalu tetiba, bocah ini menjadi tenang dan saya bawa keluar.

Perempuan tadi  tersenyum saat si bocah menyebut kata "mama". Si bocah saya serahkan ke orang tuanya. Dan barulah ia bercerita.

"Ini si Ina pembantu kami pak", katanya memperkenalkan diri. Dan perempuan yang dipanggil Ina itu mengangguk.

"Saya pulang terlambat malam ini", katanya membuka percakapan.

"Saya terburu pulang karena anak saya Charisa rewel sejak menjelang Maghrib",

Saya terus menyimak kelanjutannya.

"Kata Si Ina tadi main ke rumah tetangga sebelah, karena kesayikan ngobrol dengan temannya sambil momong dia lupa waktu",

"Lalu tanpa sebab yang jelas tiba-tiba anak saya menangis melengking tinggi".

"Diberi minum tidak mau, dikasih mainan kesukaannya juga tidak mau, lalu dengan panik ia menelpon saya", kata perempuan ini melanjutkan.

Dan ia pun buru-buru pulang ke rumah. Berbagai upaya sudah ia lakukan. Baik dengan cara medis maupun non medis.
Tapi usahanya gagal.

Perempuan ini bernama Novi, ya Dokter Novi, tepat nya dokter spesialis anak .Umurnya sekitar 32 tahun. Ia berdinas di salah satu Rumah Sakit Swasta di Semarang.

"Sampai tengah malam saya bingung pak, karena anak saya belum bisa tenang". Sambungnya .

Lalu dicarilah informasi dari seorang teman akan keberadaan saya.

"Saya mencoba menelpon tapi hp bapak non aktif"

Deg, saya baru tersadar kalau dari sore tadi tidak menyentuh hp sama sekali.

Refleks saya mengambil hp, miscall dari nomor tak dikenal 22 kali.  

"Maafkan saya bu", kata saya

Lalu karena sudah hampir jam 03.00 pagi tamu saya ini pamit pulang. Dan saya pun kembali meneruskan istirahat.

Dua hari kemudian saya mendapatkan kejutan. Mobil Terios yang tempo hari datang, pagi ini datang lagi.

Seorang perempuan yang saya kenal sebagai dokter Novi itu pun keluar dari mobil. Disusul seorang laki-laki berbaju putih dengan nama tertulis di bajunya Dr. Ricard.

Masih mengenakan sarung saya maju menyambut kedatangan mereka. Tiba-tiba dokter Novi memeluk saya dengan hangat. Aroma parfum premium menusuk hidung.
Rambut hitam pendek yang menyisakan pandangan leher yang jenjang itu sesaat membuat saya terlena.

Di belakang, istri saya memandang cemburu.
Ia lalu masuk ke dalam rumah tanpa bersalaman dengan tamu.
Lelaki ini kemudian bersalaman dengan saya.
"Saya bapaknya Charisa", katanya  sambil menjabat tangan saya dengan erat.

"Terima kasih pak, sudah menolong anak saya, mohon maaf kemarin saya sedang ada tugas luar kota jadi tidak bisa mengantar", kata dokter Ricard dengan santun.

Seorang perempuan, tapi bukan yang semalam ikut datang, turun dari mobil membawa dua bungkusan besar.

Ia langsung masuk menuju rumah dan meletakkan dua bungkusan itu di balik pintu.

"Ibu mana ya?", tanya dokter Novi, lalu ia menuju pintu dan memanggil istri saya. Dengan keramahan yang dibuat-buat istri saya  menerima sebuah amplop coklat yang cukup tebal.

Setelah itu tamu saya pamit. Saya mengiringi kepergian mereka dengan segudang tanda tanya.

Lalu saya masuk rumah. Istri saya lalu menyodorkan amplop pemberian dokter Novi. Isinya 15 lembar uang berwarna merah.

Saya berfikir istri masih marah karena melihat suaminya mendapatkan hadiah tak terduga. Ternyata, isi amplop coklat itu telah membantu melupakan kecemburuannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun