Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gilo-gilo Pak Parji yang Legendaris

3 Januari 2020   08:43 Diperbarui: 3 Januari 2020   08:50 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gilo-gilo pak Parji. Dokpri

Gerobag tua berwarna biru laut itu terseok menaiki tanjakan kampung Meteseh yang berbatasan dengan kelurahan Bulusan.
Seorang lelaki setengah baya dan seorang perempuan mengendalikan laju gerobag.
Lelakinya di depan berada di pegangan gerobag dan yang perempuan mendorong dari belakang.

Pukul 11.30, gerobag itu setiap hari melewati jalan yang sama dan berhenti di tempat yang sama. Jalan yang dilalui yang sekarang sudah berupa cor beton, seakan menjadi saksi bisu bagi roda  yang berputar di atasnya. Jalan itu dulunya masih jalan aspal kasar yang mengelupas dan lobang menganga di beberapa titik.

Pak Parji, demikian pemilik gerobag ini disapa, harus hati-hati agar rodanya tidak terperosok masuk ke lobang. Karena pernah suatu kali gerobagnya tergelincir di lobang jalan dan dagangannya tercecer berantakan.

Setelah jalan naik di etape pertama, jalan menurun tajam harus ia lalui. Saat itu ia berganti posisi, istrinya pada pegangan dan pak Parji berada di depan gerobag menahan dengan badan mengahdap ke depan. Benar-benar sebuah perjuangan yang berat.

Selalu ramai pembeli. Dokpri.
Selalu ramai pembeli. Dokpri.
Terminal akhir dari perjalanan ini adalah depan Ruko Perumahan Emerald, disekeliling   lapak Pak Parji juga terdapat lapak untuk kuliner lain. Seperti mi kopyok, gorengan, pujasera terkadang buah durian, mangga, dan rambutan.

Pak Parji, mungkin salah satu diantara sekian pemain bisnis kuliner yang sukses mengepakkan sayap di seputar meteseh.

Gilo-gilo, demikian  nama jajanan pak Pak Parji ini. Adanya hanya di kota Semarang.

Menggunakan gerobag beroda dua, dengan isi gerobag berupa nasi bungkus, gorengan, sate keong, sate kikil, tahu bacem, keripik tempe, kerupuk gendar dan beberapa jenis makanan lain. Hampir tak pernah ketinggalan buah-buahan seperti nanas, semangka, pisang, dan bengkoang seakan menjadi penunjang yang paling pokok.

Minuman yang tersedia berupa teh, es teh, jeruk panas, kopi, es jeruk dan yang paling istimewa adalah susu jahe.

Air panas disiapkan di lokasi. Dokpri.
Air panas disiapkan di lokasi. Dokpri.
Pak Parji bisa dikatakan sebagai salah satu pedagang yang paling legendaris di tempat saya. Ia memulai usahanya sejak akhir tahun  90-an. Waktu itu kampung Meteseh masih sangat sepi. Kendaraan bermotor hanya satu dua yang melintas. Beberapa jalan rusak parah nyaris tak bisa dilewati.

Awal tahun 2000-an ia berjualan keliling kompleks, menggunakan penerangan obor besar berbahan minyak tanah, yang terkadang kotoran hasil pembakaran menempel pada buah dan makanan,  ia mendorong gerobagnya sendirian. Saya masih ingat terkadang jam 11 malam ia masih sabar menunggu pembeli padahal sudah tidak terlihat ada orang lewat.

Beberapa waktu berlalu, pak Parji sudah tidak keliling, tapi berhenti di lapangan yang merupakan pintu gerbang Dinar Mas. Tapi di sini juga tidak lama, karena adanya penataan wilayah dan daerah tempat ia berjualan harus bersih dari pedagang kaki lima, ia pun pindah ke depan kantor pos Satpam perumahan Emerald.

Beberapa tahun ia bertahan di bawah terik dan hujan. Sampai kemudian ada peraturan baru tak boleh ada pedagang di sepanjang jalan Ruko Emerald. Dan semacam barak dibuat di ujung jalan Emerald sebagai tempat bernaung para pedagang yang menjadi tempat persinggahan akhirnya. Dan itu bertahan sampai sekarang.

Pedagang kaki lima memang jadi semacam dilema bagi pemerintah dan institusi terkait.
Satu sisi mereka adalah para pekerja mandiri yang hidupnya tak tergantung pemerintah. Hutang dibayar sendiri, modal dicari sendiri, dan resiko untung rugi ditanggung sendiri.

Pedagang kaki lima secara kelompok seperti memiliki indera yang tajam untuk mengendus keberadaan pembeli, hingga akhirnya satu daerah yang terpencil terwujud pasar, meskipun hanya pasar krempyeng, efek dari keberadaan para pedagang kaki lima.

Hari ini dengan alasan ketertiban, hampir di setiap sudut kota ada operasi razia pedagang kaki lima. Hingga orang-orang kecil pengais rejeki halal ini harus tersingkir dari peredaran.

Semoga Pak Parji tetap bertahan, mempertahankan kuliner khas Kota Semarang yang melegenda ini. Kalau anda lewat tempat ini, mampir ya nanti saya temenin ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun