Mohon tunggu...
Mas Nawir
Mas Nawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta/Penulis lepas

Vlogger Blogger Youtuber

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mbah Karmi dan Jagung Manis

1 Januari 2020   14:00 Diperbarui: 1 Januari 2020   14:06 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jagung manis/dokpri

Truk yang dibawa sopir dari luar kota itu berhenti di sebuah rumah dengan halaman luas. Lalu seorang perempuan setengah tua, sebut saja mbok Karmi namanya, memilih  jagung dan menempatkannya di karung  yang ia persiapkan dari rumah. 

Tahun lalu ia juga memperoleh jagung manis dari tempat ini. Seorang pedagang besar bernama Sukri yang pandai memanfaatkan situasi. Di malam Tahun baru setiap tahun, pak Sukri kulakan jagung dalam jumlah besar dan mendistribusikan kepada para pedagang kecil yang menjadi langganannya dengan harga yang cukup terjangkau. Yang penting para bakul yang datang tidak ngutang, ia akan melayaninya.

Bersama suaminya sebut saja Mbah Karto, lelaki yang terlihat sudah berusia lebih dari 60 tahun, mbok Karmi menjajakan dagangannya yang ia tata di sebuah meja kecil di pinggir jalan depan sebuah minimarket.

Jam 12.00 siang mbok Karmi membuka lapak, dan belum seorangpun yang menengok dagangannya. Lalu  sampai pukul 14.00 siang, terjual beberapa biji, dan turunlah hujan. Ia berkemas dan pulang ke rumah dengan  terburu.

Hujan di malam tahun baru itu telah membuyarkan angannya. Uang dari hasil buruh tani yang ia kumpulkan untuk kulakan jagung manis dengan harapan bisa berpinak  untuk menyambung hidup, jadi  terberai.

Onggokan jagung manis yang masih berkulit itu dipandanginya dengan nanar. Ia berguman, "andai saja uang itu kemarin aku belikan beras dan lauk pauk, pasti  suami dan  dan cucuku hari ini sudah bisa sarapan".

Tapi sudah terlanjur, harapan yang ia tumpukan pada seonggok jagung muda itu telah sirna begitu saja.

"Andai saja hari kemarin tidak hujan", gumannya.

Tahun lalu ia memang mendapatkan  banyak keuntungan dari berjualan jagung. Cuaca yang cerah menghantarkan rejeki yang berlimpah untuk keluarganya.

300 potong jagung manis yang ia jual ke pembeli laku per-bijinya Rp.4000,- dari nilai kulakan Rp.1000/biji. Keuntungan yang lumayan.

Tahun ini ia ingin mengulangi langkahnya dengan kulakan lebih banyak dari tahun sebelumnya. Dan berharap akan terjadi hal yang sama.

Tapi apa boleh buat, rejeki manusia memang tak ada yang mengira. Sangkan paraning dumadi tan kena kinira.

Sesekali memang boleh berharap mendapatkan hal istimewa dalam mencari rejeki, tapi pada sisi lain rejeki memang ghairul milkiyah, tidak bisa dikuasai.

Seseorang boleh mentargetkan usahanya. Tapi hasil yang sesungguhnya hanya  Allah Sang Pemilik Rejeki yang berkenan memutuskannya.

Rejeki manusia memang sebuah rahasia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun