Mohon tunggu...
Mahib Fairuzabadi
Mahib Fairuzabadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Intelektual Merdeka

Berkelana memahami fenomena

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membakar Elit: Masyarakat Berdaulat, Demokrasi Sehat

19 Oktober 2022   13:10 Diperbarui: 19 Oktober 2022   13:14 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mahasiswa harus bisa menjadi agen of change dalam kontestasi pemilu. Dalam perjalanan menuju 2024, setidaknya kita bisa menjadi influencer dan mengedukasi masyarakat. Pola yang dapat dilakukan dengan melibatkan Organsasi mahasiswa (seperti BEM, DEMA, dan organisai lain-lain) untuk terjun langsung kelapangan, supaya pemilu 2024 tidak ada lagi konflik yang berujung polarisasi sosial. Ini adalah gerakan awal yang bisa kita lakukan secara realistis. Berangkat dengan yang sederhana dan konsisten, tentu bisa berdampak hal yang luas. Jika mengedukasi kepada masyarakat ini berhasil, menjadi catatan sejarah baru. Jika reformasi 1998 di pengaruhi dari mahasiswa, maka 2024 mahasiswa juga berperan membawa iklim kontestasi pemilihan umum yang bebas dari polarisasi sosial politik.

 

Selain mahasiswa terjun langsung ke masyarakat mengedukasi tentang demokrasi yang sehat. Para kandidat seharusnya turut memberikan contoh yang baik kepada para pendukungnya dan masyarakat, yaitu dengan sikap profeional dan tidak membawa narasi yang mengarah pada hate speech (ujaran kebencian), apalagi isu agama. Karena memilih pemimpin yang berkualitas adalah bukan soal agama, ras, suku, dan antar golongan. Tetapi tentang karakter, kualitas, visi-misi, dan rekam jejak. Negara kita menjunjung tinggi semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (berbeda beda tetapi tetap satu jua),  maknanya perbedaan yang kita miliki memiliki kesetaraan yang sama dengan prinsip persatuan. Jika salah satu kandidat kalah dalam kontestasi Pemilu, harusnya beliau menunjukkan sikap yang legowo, bukan membawakan isu “kecurangan Pemilu” atau “manipulasi suara dari penyelenggara pemilu” yang berujung pada ketiadaan bukti yang akurat. Selain itu, Step by step mengurangi eksistensi elit poitik, bisa kita awali dengan pendirian yang kuat dan kedaulatan masyarakat dalam Pemilu.

 

Bicara tentang demokrasi yang sehat, bagaimana idealnya? pada hakikatnya demokrasi hadir merawat keberagaman dan perbedaan pendapat. Hasil kontestasi demokrasi memungkinkan potensi dominasi partai pemenang di parlemen. Selain itu, adanya proporsi yang tidak seimbang antara koalisi pemerintah dengan koalisi oposisi, menjadi keraguan peran kontrol dan pengawasan kebijakan. Lantas bagaimana demokrasi yang sehat? Demokrasi yang sehat yaitu adanya checks and balaces antara oposisi dan koalisi pemerintah. Eksistensi oposisi harus diperkuat demi menjaga kualitas demokrasi. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah harus di awasi secara terus menerus dan konsisten. Melihat proporsi oposisi yang sedikit di perpolitikan nasional, membuat peranan oposisi di parlemen tidak begitu berpengaruh secara signifikan. Keberadaan monopolistik yang mengesklusikan diri berpotesi mengedepankan kepentingan oligarki daripada kepentingan publik. Maka Mahasiswa harus bisa ambil peran oposisi, mengkawal kebijakan pemerintah. Peran ini harus diambil untuk memastikan transparansi kebijakan pemerintah, dengan memuat kritikan kritis yang di lakukan pemerintah. Strategi yang dibangun yaitu membuka ruang inklusif dari berbagai elemen masyarakat untuk turut serta menyuarakan pendapat. Pola yang bisa dibangun adalah sebuah gerakan aliansi solidaritas, dengan membangun koneksi nasional-lokal. Partsipasi gerkan harus mengikutsertakan semua elemen tanpa pandang bulu. Gerakan kesadaran wacana politik dengan dasar keilmuan, akan memberikan keseimbangan oposisi yang objektif  dan berkualitas tanpa memandang kepentingan.

 

Akhir kata, makna judul ”Membakar Elit: Masyarakat Berdaulat, Demokrasi Sehat” adalah bagaimana kita bersama-sama meminimalisir adanya arogansi dan keserakahan kekuasaan. Bahwa keberadaan proses kontestasi pemilu yang kotor dan minimnya ruang kontrol sistem demokrasi yang diselimuti “kepentingan segelintir kelompok” harus kita atasi. Jika kita tidak bersikap, maka keberadaan polarisasi sosial politik dan pembungkaman kesempatan setiap orang untuk berperan, akan terus hidup selamanya. Membangkitkan esensi demokrasi perlu perjuangan, maka pentingnya mahasiswa sebagai agent of change yang dibekali intelektual, harus ikut berperan mencerdaskan masyarakat untuk kritis terhadap situasi sosial-politik. Mengingat pertengkaran sosial-politik dapat berpotensi pada perpecahan bangsa dan negara.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun