Mohon tunggu...
Masluh Jamil
Masluh Jamil Mohon Tunggu... Lainnya - Satu diantara ribuan kompasianer

masluhj@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Debat Kedua: Jokowi Think Global, Local Action

17 Juni 2014   03:12 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:26 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ekonomi Kreatif Go Internasional


Pertanyaan yang dilontarkan Jokowi dalam penajaman visi adalah "Bagaimana pandangan bapak mengenai ekonomi kreatif?, karena ini banyak sekali mengurangi pengangguran."


Jawaban yang diberikan Prabowo ternyata kurang tajam menurut Jokowi, sehingga ia (Jokowi) menambahkan penjelasan. Bahwa sebagian besar pemuda di Indonesia (yang berusia 20 s/d 30 tahun) berkecimpung dalam ekonomi kreatif. Dengan manajemen yang benar dan dorongan dari pemerintah, maka kreativitas pemuda bisa dijual dan terjual di ranah internasional. Sehingga pengangguran akan berkurang.


Mendengar tambahan penjelasan dari Jokowi, Prabowo pun sependapat dengan Jokowi. "Saya akan mengikuti saran Jokowi karena itu saran yang bagus. Ide yang bagus." (Kemudian mengajak Jokowi bersalaman, dilanjutkan dengan berpelukan).


Pendidikan dan Kesehatan


Dalam bidang pendidikan, Jokowi memberikan porsi yang berbeda-beda antara Pendidikan Akhlaq dan Pendidikan Nalar. Pendidikan tingkat dasar (SD), pendidikan akhlaq sekitar 80% dan pendidikan nalar sekitar 20%.


Untuk pendidikan menengah pertama (SLTP), Jokowi memberikan porsi pendidikan akhlaq 60% dan pendidikan nalar 40%. Seiring bertambahnya usia dan kematangan berfikir, maka pada pendidikan menengah atas (SLTA), diberikan porsi pendidikan akhlaq sebanyak 20% dan pendidikan nalar 80%.


Porsi tersebut bagi seorang akademisi, cukup bisa membuat kepala manggut-manggut. Karena secara tidak langsung anak didik diberikan pondasi akhlaq yang kuat sebelum diberikan materi penalaran.


Karena mendidik akhlaq lebih sulit daripada mendidik tentang penalaran. Tak berlebihan kiranya karena ada adagium yang kurang lebih bernada,

"Butuh waktu 30 tahun mengajarkan anak dapat antri, tapi cukup 3 hari mengajarkan matematika"

Dalam bidang kesehatan, khususnya pengendalian jumlah penduduk dan menekan angka kematian ibu dan bayi. Jokowi menanggapinya dengan melihat dan meninjau kembali mengenai kampanye KB yang dilakukan oleh BKKBN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun