Mohon tunggu...
Masluh Jamil
Masluh Jamil Mohon Tunggu... Lainnya - Satu diantara ribuan kompasianer

masluhj@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mencegah Tujuh Dosa Besar Citizen Journalism

26 Desember 2014   14:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:25 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419552918490993461

Seorang yang sudah mulai senang dalam dunia tulis menulis, dan akhirnya menampilkan tulisannya blog. Hingga pada akhirnya ia mendapat julukan seorang blogger. Lantas apakah seorang blogger yang sudah menulis tentang suatu berita sudah layak menyabet gelar wartawan? Dalam hal menulis berita suatu peristiwa, apakah seorang blogger mempunyai kewajiban yang sama dengan wartawan media cetak?

Masih ingat, bagaimana Tsunami meluluh-lantakkan Aceh hanya dalam hitungan jam? Siapa yang terlebih dahulu melaporkan kejadian tersebut kepada khalayak umum? Wartawan profesional atau seorang warga biasa yang tidak mengetahui hal ihwal jurnalistik (tulis menulis)?

Ternyata banyak pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih jauh perihal simpang siur seorang blogger maupun pewarta warga dengan seorang wartawan media cetak. Kang Pepih (sebutan akrab Pepih Nugraha) mencoba mengurai benang kusut tersebut.

Pada awalnya kang Pepih menjelaskan pengertian, sejarah dan perkembangan citizen journalism. Tak lupa juga didalam pendahuluannya dijelaskan dua argumentasi dua mahdzab, yang terdahulu dan yang sekarang. Yang dulunya dianggap tabu, justru sekarang menjadi suatu kebanggaan.

Buku ini juga mengulas apa dan bagaimana perbedaan antara jurnalisme terdahulu (wartawan dari media mainstream) dengan jurnalisme warga (warga biasa yang menulis). Apa saja yang harus dipersiapkan (bekal) seorang pewarta warga dalam memulai menuliskan laporannya.

Selain itu, juga menjelaskan apa dan bagaimana dosa-dosa besar dalam jurnalisme. Tak ketinggalan juga dipaparkan bagaimana netiket dalam jurnalisme warga. Harapannya warga yang menulis laporannya pun mengetahui bagaimana netiket dalam dunia maya. Seperti misalnya netiket tentang moral, di dunia nyata maupun maya sama saja, tidak ada yang berbeda (halaman 121).

Penjelasannya pun lebih mudah dipahami karena diberikan beberapa contoh yang mendukung bahasan. Bagi yang belum bisa menulis, buku ini pun disinggung juga bagaimana agar mampu untuk mulai menulis. Bagaimana langkah-langkah kegiatan citizen journalisme. Misalnya dari komentar-komentar akhirnya muncul sebuah tulisan segar.

Misalnya saja, untuk memudahkan dalam membuat sebuah laporan peristiwa, kang Pepih sudah menjelaskan rumusannya pada halaman 97,

“Menjadi seorang pewarta warga di tempat kejadian peristiwa, Anda tetaplah warga biasa yang tidak berpretensi menjadi jurnalis profesional, bukan? Namun, Anda tidak lepas dari unsur-unsur ‘5W 1 H’ (who, what, where, when, why, who).”

Misalkan saja ada untuk peristiwa:

Pembunuhan sadis terjadi di sebuah rumah di Kompleks Satria Jingga, Bogor, Rabu (18/7/2012). Seorang ayah dan anaknya tewas di dalam kamar mandi dengan luka sayat di bagian leher. Menurut polisi, dua korban tewas itu adalah Jordan Raturomon (50) dan anaknya Edward (22).

"Mereka berdua ditemukan tewas oleh anak bungsu korban, Kezia Raturomon," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto. Dia menambahkan, polisi langsung melakukan penyelidikan untuk melacak si pembunduh serta motif pembunuhan itu.

Maka bisa diketahui 5W+1H tersebut:


  • Who => Jordan Raturomon dan Edward
  • What => pembunuhan
  • Where => Bogor
  • When => Rabu, 18 Juli 2012
  • Why => motif pembunuhan masih diselidiki
  • How => tewas tergeletak di kamar mandi, luka sayat di leher


Warga Biasa bukanlah Wartawan Profesional

Pada bab kesepuluh, dijelaskan secara lengkap perbedaan journalism dan sharism. Masuk ke dalam golongan manakah seorang wartawan media cetak atau seorang warga yang menerbitkan tulisannya didunia maya. Hal tersebut mulai dibahas pada halaman 145.

Lebih jelas, Pepih memberikan batasan bahwa "Citizen Journalism tidak dimaksudkan menjadikan warga biasa menjadi wartawan profesional yang dibayar oleh perusahaan media, semata-mata hadir untuk menyebarkan semangat berbagi (share) informasi sesuai minat dan bidang masing-masing orang. Dengan berbagi informasi, terjadi pertukaran pengetahuan dan pengalaman warga biasa yang tidak terbatas wilayah, ruang dan bahkan waktu."

Secara umum, buku kuning ini bagus untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat yang akan memulai menuliskan laporannya. Atau bisa juga untuk seseorang yang baru memulai belajar menulis maupun seorang yang sudah "piawai" dalam hal tulis menulis. Buku yang tidak terlalu tebal, sehingga tidak membuat seorang menjadi malas untuk membacanya.

Apalagi buku ini ditulis oleh seseorang yang sudah ikut membidani lahirnya blog keroyokan (Kompasiana.com), dan sudah terjun menjadi wartawan Kompas sejak tahun 1990.

***

Meskipun buku sudah terbit 2 tahun lalu. Namun baru 1 bulan lalu, tepatnya 22 Nopember 2014 kemarin saat Kompasianival, saya baru bisa menyentuhnya secara langsung dari sang penulis beserta tanda tangannya. Merasa menjadi hutang jikalau sudah selesai membaca namun belum belajar meresensi.

***

Cover Buku Citizen Journalism | Dokpri |

Judul: Citizen Journalism: Pandangan, Pemahaman, dan Pengalaman
No. ISBN: 978-979-709-669-4
Penulis: Pepih Nugraha
Penerbit: Buku Kompas
Tanggal terbit: Oktober - 2012
Jumlah ketebalan: 192 halaman
Jenis Cover: Soft Cover
Dimensi(L x P): 14 x 21 cm
Text: Bahasa Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun