Bagi penulis, menulis itu bukan untuk meminta orang lain untuk membaca tulisannya, apalagi memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni, tetapi menulis itu mengeluarkan'unek-unek' atau pemikiran dan perasaan yang 'berkecamuk' dan perlu untuk dikeluarkan melalui tulisan.
Ketika sebuah asa digantungkan kepada orang lain yang selama ini kita anggap dan yakini dapat memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni atas hasil tulisan kita selama ini, tetapi kemudian itu hanya tinggal asa semata, maka yakinkan diri kita bahwa itu sebuah asa kita yang salah alamat.
Penulis selama menyadari, bahwa menulis itu menyuarakan suara hati, buah pikiran, dan karya jemari tangan, sehingga ketika terbit sebuah tulisan dan kemudian menjelma menjadi sebuah buku, maka itu merupakan buah karya olah hati, pikiran, dan jari-jemari tangan.
Lalu, mengapa kita dongkol apalagi marah dengan orang lain yang tidak berkenan memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni atas tulisan atau buku kita tersebut? Â Siapa tahu, orang tersebut lagi merenung dan memikirkan apa kata-kala yang terbaik dalam memberikan tanggapan, komentar, atau testimoni tersebut.
Menulis, menulis, dan menulis merupakan suatu tekad atau komitmen yang terus penulis segarkan dalam hati dengan banyak membaca bahan literasi dan referensi yang ada, termasuk menonton televisi mendengarkan berita radio, dan memantau perkembangan berita yang terbaru dari media sosial yang ada.
Hati kita menjadi pengendali apa yang akan ditulis, karena hati dapat menentukan tentang bagaimana sebuah tulisan akan bernilai baik atau berguna bagi diri sendiri maupun orang lain. Penulis merasakan, bahwa selama ini dalam menulis sangat tergantung dengan suara hati. Ketika hati ingin menulis, maka selelah apapun kondisi badan  penulis akan menulis dengan kemampuan yang ada.
Sementara itu, pikiran yang menyimpan berbagai informasi yang didapat dari berbagai sumber, perlu dikosongkan, dengan menuangkannya ke dalam tulisan, agar tidak lama menumpuk dan hilang akibat dimasuki oleh informasi yang baru.
Kapasitas pikiran (otak) kita memang sangat terbatas, dan terkadang juga dapat 'error', Â karena berbagai faktor internal dan eksternal. Melalui oleh pikir inilah, terangkai kata menjadi kalimat, dari kalimat ini menjadi alenia, frase, dan akhirnya menjadi sebuah tulisan atau buku.
Seiring dengan olah pikir, jari-jemari tangan kita mengetik huruf demi huruf menjadi kata dan kalimat, sehingga menjadi sebuah tulisan yang menurut kita cukup layak untuk dibaca.
Apabila kemudian, kita belum yakin dengan tulisan hasil kerja jari-jemari tangan tersebut, maka kita ulangi lagi dengan mencari pilihan kata atau diksi yang tepat, demikian seterusnya hingga kita cukup puas dengan hasil tulisan tersebut. Sejak saat itu, maka sebuah tulisan telah lahir dari kerjasama yang apik antara hati, pikiran, dan jari-jemari tangan kita.
Lalu, ukuran baik atau tidak baik tulisan itu selanjutnya menjadi ranah pihak pembaca, bukan urusan kita lagi. Â Berasumsi pada pemikiran tersebut, maka penulis berupaya sesuai kemampuan dan melalui jalur yang ada, Â untuk mendapatkan tanggapan, komentar, dan juga testimoni yang objektif dari para pembaca yang menurut penulis memilik kompetensi dalam menilai sebuah tulisan.