Mohon tunggu...
Langit Cahya Adi
Langit Cahya Adi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Technical Assistant

Technical Assistant || Universitas Gadjah Mada (2010-2015) Universite de Bordeaux-Perancis (2016-2018) Osaka Daigaku/Universitas Osaka-Jepang (2019-2022) || Twitter: @LC_Adi07

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beragama Progresif dengan Teladan Y.B. Mangunwijaya

11 Februari 2020   10:48 Diperbarui: 11 Februari 2020   11:20 1201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

`

"Sebelum mempelajari surga dan malaikat, mbok ya belajar dulu menjadi manusia biasa."

 

"Orang itu kalau sudah fanatik agama kejamnya bukan main. Kejam atas nama Tuhan, kontradiksi yang aneh sekali, tetapi begitulah manusia."

 

Mungkin tidak banyak yang pernah membaca kata-kata di atas, yang pernah dituangkan oleh seorang arsitek, cendekiawan, dan sastrawan bernama Y.B. Mangunwijaya atau biasa disapa oleh Romo Mangun, yang wafat 21 tahun silam tanggal 10 Februari. Mungkin juga Romo Mangun cukup dikenal sebagai seorang imam Gereja Katholik yang adalah penulis novel antara lain "Burung-Burung Manyar", "Burung-Burung Rantau", "Rara Mendut", dan "Romo Rahadi".

Namun, apakah sebenarnya Romo Mangun cukup dikenal sebagai seorang pastur saja dan tidak meninggalkan warisan apa-apa bagi kita? Apakah bagi kita dia cukuplah dikenal sebagai seorang intelektual yang berdiam di menara gading yang memberikan perasaan kedigdayaan bagi mereka yang membaca segenap tulisan-tulisannya?

Kita harus ingat terlebih dahulu bagaimana kiprah Romo Mangun di bantaran Kali Code-Yogyakarta. Bagaimana dia mengajukan permohonan ijin kepada pihak Keuskupan Agung Semarang (?) untuk bisa lebih banyak tinggal bersama-sama dengan kaum miskin dan rakyat jelata di "pinggir kali". Argumen dia, "Menjadi seorang pastur paling tidak 80% berurusan dengan wong cilik baik di kota maupun di desa."

Dan kata-kata itu direalisasikannya dengan terjun ke Kali Code di tahun 1981 serta membangun rumah-rumah layak huni bagi rakyat penghuni bantaran  Kali Code yang terancam digusur oleh penguasa. Berbekal latar belakang pendidikan di bidang teknik arsitektur dari RWTH Aachen-Jerman, Romo Mangun membangun rumah-rumah semi-permanen berbahan bambu (gedhk) bagi warga setempat. Bukan rumah bambu yang kelihatan merana, melainkan rumah bambu yang dicat berwarna-warni sehingga warga bantaran Kali Code tak lagi hidup dengan cap kumuh pada diri mereka.

Kiprah Romo Mangun pada kemanusiaan semakin tertonjol tatkala dia mendampingi para korban pembangunan Waduk Kedung Ombo. Romo Mangun membangun pondok-pondok darurat bagi warga yang rumahnya ditenggelamkan akibat proyek waduk tersebut dan dia bertahan bersama masyarakat setempat. Romo Mangun konon sampai dicap melakukan kristenisasi pada warga dan dituduh subversif karena tindakannya itu. Kiprah kemanusiaan Romo Mangun lebih jauh lagi bisa dibaca di artikel "Mangun".

Kepedulian pada rakyat miskin terus dipupuk oleh Y.B. Mangunwijaya hingga dia menggagas sebuah sekolah dasar sebagai wahana bagi rakyat kecil untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Sekolah itu dinamai Sekolah Dasar Mangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun