Mohon tunggu...
Langit Cahya Adi
Langit Cahya Adi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Technical Assistant

Technical Assistant || Universitas Gadjah Mada (2010-2015) Universite de Bordeaux-Perancis (2016-2018) Osaka Daigaku/Universitas Osaka-Jepang (2019-2022) || Twitter: @LC_Adi07

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Pertarungan Baru di Indonesia

6 Desember 2019   14:01 Diperbarui: 6 Desember 2019   14:17 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita barangkali masih ingat bagaimana Pemilu 2019 yang dijejali dengan olok-olokan, sumpah serapah, dan makian kasar antara pendukung fanatik dari kedua belah pihak pasangan capres-cawapres yang berlaga sehingga melahirkan julukan peyoratif "cebong" dan "kampret". Belum lagi jika para buzzer (pendengung) tiap kubu ikut bersuara.

Kini, setelah Joko Widodo menjadi presiden untuk kali kedua bersama KH. Maruf Amin sebagai wakilnya dan Prabowo Subianto menjabat Menteri Pertahanan, konflik bernuansa "cebong versus kampret" sudah semakin sirna, mungkin kita dapat bernafas lega paling tidak selama 5 tahun ke depan karena konflik berbau politik identitas diyakini akan sementara berakhir.

Sayangnya, ada perselisihan baru yang mulai menguat dan menyeruak di Indonesia meski secara umum "baru" melanda dunia maya saja. Perselisihan baru ini, paling tidak di mata saya, memperhadapkan kelompok masyarakat yang religius dengan kelompok masyarakat yang mengaku "skeptis" terhadap dogma-dogma agama dengan berlandaskan pada teori dari sains alam alias IPA.

Jika "cebong versus kampret" dilatarbelakangi perasaan suka dan tidak suka terhadap salah satu capres-cawapres, maka perselisihan yang saya katakan tadi adalah bagaimana menyikapi kisah-kisah dan ritus beribadah dalam agama khususnya agama Abrahamaik yang ada di Indonesia.

Kelompok skeptis mengatakan bahwa banyak ajaran agama khususnya kisah penciptaan alam semesta dan mujizat-mujizat adalah mitos. Ilmu fisika, geologi, biologi, dan kimia telah membuktikan bahwa sosok supranatural yang mampu menciptakan segalanya dari ketiadaan (ex nihilo) tidak diperlukan. Tuhan pun menjadi dipertanyakan identitas-Nya sebagai sosok pencipta.

Dalam artian tertentu, kegiatan peribadatan adalah kegiatan yang sia-sia dan iman pada Tuhan merupakan sikap yang delusional. Kelompok skeptis tidak berarti ateis, namun mereka secara ringkas tidak beriman kepada Tuhan dalam pemahaman yang "kuno".

Di sisi lain, kelompok religius bersikeras bahwa IPA masih sangat terbatas dan karena Tuhan amat mahakuasa, maka IPA tidak akan dapat membuktikan keberadaan Tuhan. Ada sekian hal yang tidak dapat dijawab oleh IPA seperti mengapa DNA yang bergabung bisa melahirkan "kesadaran" dalam diri manusia, mengapa hanya Bumi yang mendukung kehidupan, dan lain sebagainya, sebagai tanda bahwa segalanya berasal dari Tuhan atau sosok Maha Pencipta.

Bahkan, kabarnya ada yang menggunakan Prinsip Ketidakpastian Heisenberg yang notabene ialah salah satu prinsip dalam ranah mekanika kuantum sebagai landasan teoretik adanya mujizat.

Perselisihan ini kemungkinan mulai terjadi di dalam rentang antara Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 kemarin. Tidak ada yang bisa mengatakan bagaimana mulainya, namun hemat saya semua pihak pada dasarnya bersifat sebagai antitesis satu sama lain.

Saling mengklaim pihaknya yang benar. Saling berkata pada kita bahwa pihak yang lain akan kalah. Pemuja IPA yang fanatis umumnya disebut berpaham "saintisme" yang menentang para "fundamentalis agama".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun