Mohon tunggu...
Langit Cahya Adi
Langit Cahya Adi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Technical Assistant

Technical Assistant || Universitas Gadjah Mada (2010-2015) Universite de Bordeaux-Perancis (2016-2018) Osaka Daigaku/Universitas Osaka-Jepang (2019-2022) || Twitter: @LC_Adi07

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sebuah Pertarungan Baru di Indonesia

6 Desember 2019   14:01 Diperbarui: 6 Desember 2019   14:17 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: National Geographic Indonesia

Tidakkah hal ini menggelisahkan kita? Masyarakat Indonesia lagi-lagi terjatuh di dalam polarisasi yang tidak ada manfaatnya bagi peningkatan kesejahteraan. Lebih menggelisahkan lagi jika kompetisi dua kutub ini akhirnya malah melahirkan kebencian-kebencian baru.

Keberadaan aliran-aliran pemikiran tersebut pada dasarnya tidak salah. Indonesia sejak awal kemerdekaannya dirancang untuk jadi negara yang demokratis di mana tiap warga negara memiliki pendapat yang sama dan kemerdekaan berpikir serta mengembangkan ide adalah (salah satu) hak asasi manusia yang dijamin oleh negara. 

Kita sudah sepantasnya senang sebab demokrasi Indonesia bukan sekedar memberikan suara saat pemilihan kepala negara/daerah.

Hanya saja, perselisihan antara mereka yang "skeptis" dan "religius" ini kapan berakhir? Tidak ada yang tahu. Masalah yang esensial adalah bagaimana keberadaan dua kelompok ini bisa membebaskan kelompok yang tertindas dan melarat di Indonesia, bukan malah berdebat di menara gading sementara kaum marjinal cuma bisa menonton.

Para peneliti bidang IPA tidak semestinya datang ke tengah-tengah masyarakat sambil membawa seabrek teori ilmiah mulai dari fenomena partikel atomik hingga ekspansi alam semesta.

Fakta bahwa agama masih bersifat penting dalam masyarakat Indonesia kebanyakan harus diterima. Bukan malah diejek. Sikap oposan secara terbuka terhadap agama akan dianggap sebentuk sikap melawan rakyat itu sendiri.

Kelompok agamawan juga harus menyadari bahwa meskipun agama berperan merawat aspek spiritual, ada berbagai hal lain dalam kehidupan yang hanya dapat diatasi oleh para ilmuwan dan insinyur, mulai dari perancangan obat hingga pembangunan infrastruktur. Dogma agama tidak bisa dijadikan data ilmiah.

Sadarilah bahwa apa yang disebut "logos" dalam Bahasa Yunani bukan melulu berarti firman atau sabda, sebab "logos" juga dapat berarti pengetahuan dan reason. Artinya, baik keberadaan ilmu, termasuk IPA, dan agama yang berlandaskan pada sabda ilahi bertugas untuk menolong manusia, khususnya bagi kelompok yang tertindas.

Keduanya mengabdi pada kemanusiaan menurut kaidahnya masing-masing. Penelitian IPA dapat menjadi mitra umat beragama dalam menjaga kelestarian alam dan menyelesaikan polusi plastik yang merusak banyak biota laut dan menyengsarakan petani tradisional sebagai tindakan iman, misalnya.

Sudah waktunya ilmu dan iman bergotong royong demi masyarakat yang progresif. Jangan sampai saudara-saudari kita dipenuhi dengan pertentangan lain. Jangan sampai kesengsaraan rakyat Indonesia menjadi sekedar kewajaran dan tak terdengar karena adanya pertarungan baru lapisan elit lain, dalam hal ini elit ilmuwan dengan elit agamawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun