Mohon tunggu...
Langit Cahya Adi
Langit Cahya Adi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Technical Assistant

Technical Assistant || Universitas Gadjah Mada (2010-2015) Universite de Bordeaux-Perancis (2016-2018) Osaka Daigaku/Universitas Osaka-Jepang (2019-2022) || Twitter: @LC_Adi07

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Depresi Jadi Aliansi: Sisi Lain Alfred Nobel

22 Oktober 2019   10:09 Diperbarui: 22 Oktober 2019   10:34 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa jadi, seperti Alfred, penderita depresi mampu menghasilkan prestasi cemerlang, mempertahankan gaya hidup terhormat, dan bergaul dengan baik.

Sebagai salah seorang pengidap depresi yang perlahan telah mampu bangkit, saya hendak mengajak saudara-saudari pembaca sekalian untuk sedikit melihat penderita depresi dari suatu perspektif berbeda dari sudut pandang orang dengan kondisi mental yang "normal".

Ketika pengidap depresi tenggelam di dalam pekerjaan atau belajar hingga tak mengenal waktu, itu ialah jalan satu-satunya ia mampu merasakan kegembiraan. Bukan karena depresi itu pulih, melainkan karena depresi itu "terlupakan". 

Di dalam saat-saat tenggelam dalam pekerjaan itu, mereka mampu menemukan apa yang kurang di dalam hidup mereka, entah karir, studi, maupun kehidupan pribadi.

Ibaratnya, kerja keras adalah kawan yang setia. Hanya di saat itulah seorang penderita akan merasakan bahwa hidup ini tidak lagi kosong, hampa, suwung. Tentu ini kedengaran tidak masuk akal, tapi toh nyata juga. 

Di dalam kerja, penderita depresi merasakan bahwa segenap kemampuannya dapat dimaksimalkan dan menjadi produktif. Bila sikap overwork ini dicerca dan dicela, gangguan depresi bisa semakin menghimpit.

Oleh sebab itu, justru mari perhatikan orang-orang terdekat yang sekan-akan hidupnya penuh kerja keras, kerajinan, dan banyak prestasi. Mereka yang nampak menjalani hidup yang "baik-baik" saja bagi kita dan tidak menunjukkan aura muram dari dirinya.

Memang, di satu sisi, kerja keras tersebut membawa kebaikan, namun kebaikan dengan cara yang destruktif. Oleh sebab itu, bila kita mampu menjadi kawan yang setia, yang meyakinkan mereka bahwa mereka baik, layak untuk dicintai, berharga, kita telah menghadirkan makna bagi para penderita depresi sehingga tidak lagi celah kehampaan di dalam hidup mereka. 

Kita mendengarkan tanpa menghakimi. Bahwa kerja keras mereka berharga dan berbuah manis, bukan karena seberapa sukses atau cacat, melainkan kerja keras itu untuk kita yang mengasihi mereka tanpa stigma.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun