Kenapa pakai daun jati?
Unik dan eksotiknya, pindang ini dibungkus daun jati. Tepatnya alasnya daun jati, soalnya bagian luar memakai kertas minyak. Dulu sih, hanya pakai daun jati saja. Soalnya dulu daun jati mudah didapat dan lebar-lebar. Sekarang di jaman kemajuan, Yu Sumi tak bisa menolak juga dengan keberadaan kertas minyak. Padahal aroma khas daun jati adalah salah satu yang menunjang khasnya pindang. lalu kenapa pakai daun jati? Bukan daun pisang atau semacamnya?
Selidik punya selidik ternyata alasannya sederhana. Jadi gini. Pindang ini, cara makannya tidak pakai sendok, tapi pakai ujung telunjuk!!
Gimana caranya? Yaaa tinggal ‘didulit’ alias dicolek dengan ujung telunjuk. Pindang yang sudah masak lkhan teksturnya sudah menjadi bubur. Bubur gaplek yang mengandung daging tetelan. Nah, saat colak colek pindangnya, pindang yang kek bubur itu akan ‘keset’ dan nggak tumpah kalau pakai daun jati. Tekstur daun jati yang kasar, keset dan tak licin sangat sesuai untuk pembungkus pindang. Kalau daun pisang, yaaa licin. Pindang bisa meluncur bebas alias kesana kemari hahaaa.
Pindang ini bisa juga digunakan menjadi semacam lauk pauk. Dicampur dengan nasi. Namun saya sih lebih seneng langsung ‘digado’ tanpa nasi. Tinggal dulat dulit…nyam-nyam… dan sensasional. Swedaaapppp !! Hahahaa. Penasaran rasanya?
#SalamKuliner #SalamKulinerNusantara #SalamKenyang
@mas_lahab aka @rahabganendra
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H