So Tjan Peng, satu dari warga yang mengusahai lahan di Dusun IV Kota Galuh ini menyebutkan, sudah berkali-kali ada orang yang mengaku sebagai pemilik lahan di dusun tersebut.
Malah menurut warga setempat, pada tahun 2012 ada lembaga yang mengaku sebagai pemilik lahan. Ketika itu utusan lembaga ini bernegosiasi dengan warga agar warga yang menempati lahan tersebut mau mengganti rugi lahan. Banyak warga yang kemudian menyerahkan uang sebagai panjar (DP) kepada perwakilan lembaga itu untuk lahan tersebut.
Tapi nyatanya kemudian juga tidak ada kejelasan hingga saat ini. Itulah mengapa bila kemudian warga merasa trauma. Warga trauma dengan lembaga atau perorangan yang mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan. Lahan yang sudah lama ditempati warga secara turun temurun itu.
Lahan yang dipermasalahkan itu, kata So Tjan Peng, luasnya kurang lebih 64 hektare, yang kini dihuni oleh hampir 200 KK (kepala keluarga). Setidaknya saat ini ada dua kelompok yang mengaku sebagai pemilik lahan sehingga menimbulkan keresahan warga setempat, ujarnya.
“Tahun lalu mereka tiba-tiba mengukur lahan-lahan kami, kemudian memasang plang berisi pernyataan sebagai pemilik lahan. Warga di sini tentu menjadi resah atas klaim tersebut,” kata pengusaha perabot ini.
Senin malam (15/2/2022), dalam satu diskusi dengan jurnalis, warga berharap adanya penyelesaian masalah tanah mereka secara adil sehingga tidak merugikan warga. Untuk itu mereka bermohon perlindungan hukum kepada Presiden RI Jokowi agar menurunkan tim independen untuk menyelesaikan permasalahan warga di situ.
“Kami mohon perhatian dan perlindungan kepada Presiden kami Bapak Jokowi, tolonglah selamatkan warga di Dusun IV ini. Kami sudah lama bermukim di sini, sejak kakek-nenek kami. Bahkan sejak zaman Belanda kakek kami sudah menempati lahan ini,” kata salah seorang warga.
Sri Wahyuni Nukman, Ketua Forum Daerah Usaha Kecil dan Menengah (Forda UKM) Sumatera Utara, yang menaungi sebagian pengusaha di Dusun IV Kota Galuh tersebut berpesan kepada pemerintah pusat untuk turun tangan secepatnya menyelesaikan sengkarut lahan tersebut.
“Jangan sampai rakyat menjadi korban ketidakadilan. Mereka sudah tinggal di sini sejak kakek nenek mereka,” lanjut Sri. (**)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H