Mohon tunggu...
Maskur Abdullah
Maskur Abdullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Trainer

Jurnalis dan trainer, tinggal di Medan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perayaan Cap Go Meh, Tradisi Kuno Pemersatu Warga

25 Februari 2018   23:52 Diperbarui: 27 Februari 2018   06:51 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atraksi barongsai memeriahkan perayaan Cap Go Meh di Komplek Cemara Hijau Medan. (Foto/Ho Pheng)

Anda pernah menonton pertunjukan Barongsai? Tentu banyak yang sudah melihatnya, paling tidak menontonnya lewat layar kaca. Pertunjukan khas dari Tiongkok ini mengasikkan untuk ditonton. Hanya saja, kadang kita harus menyiapkan telinga kita, untuk sanggup mendengar suara-suara keras dari alat musik yang mengiringinya.

Di mana kita bisa menyaksikan langsung atraksi Barongsai, yang kaya dengan gerakan-gerakan silat ini? Biasanya pada kegiatan penyambutan perayaan hari besar etnis Tionghoa, misalnya Imlek atau pada perayaan Cap Go Meh.

Seperti Sabtu petang kemarin (24/2) hingga malam hari, di Komplek Cemara Hijau Medan, atraksi Barongsai turut meramaikan penyambutan perayaan Cap Go Meh. Suara genderang bersahut-sahutan dengan suara gong, ditambah pula suara simbal atau gembreng yang menghentak-hentak telinga.

"Kegiatan ini untuk menyambut Cap Go Meh yang jatuh pada tanggal 2 Maret mendatang, yaitu 15 hari setelah Imlek. Ini bukan hanya sebagai hiburan warga komplek Cemara Hijau, tapi juga untuk mempersatukan warga agar lebih akrab," ujar Denny Sandres, didampingi Ketua Umum Panitia Perayaan Cap Go Meh Komplek Cemara Hijau Medan, Lim Ik Tjou.

Denny Sandres dan Lim Ik Ijou, pelaksana Peringatan Cap Go Meh di Komplek Cemara Hijau Medan. (Foto/M.Alfarizi)
Denny Sandres dan Lim Ik Ijou, pelaksana Peringatan Cap Go Meh di Komplek Cemara Hijau Medan. (Foto/M.Alfarizi)
Peringatan Cap Go Meh ini memang bukan monopoli etnis Tionghoa. Terlihat banyak pula warga non Tionghoa yang turut hadir menyaksikan kegiatan ini, apalagi dimeriahkan dengan atraksi barongsai dan kembang api. "Pemain barongsai ini malah setengahnya bukan Tionghoa," ujar Ho Pheng, warga setempat.

Cap Go Meh berasal dari dialek bahasa Tiongkok Hokkian, yang bermakna hari terakhir perayaan tahun baru Imlek. Cap mengandung arti 10, dan Go yang berarti 5, sedangkan Meh bermakna malam. Biasanya tanggal 15 Imlek, bertepatan dengan bulan purnama.

Warga Komplek Cemara Hijau Medan, berkumpul di sekitar taman, merayakan peringatan Cap Go Meh, Sabtu malam (24/2). (Foto/M.Alfarizi)
Warga Komplek Cemara Hijau Medan, berkumpul di sekitar taman, merayakan peringatan Cap Go Meh, Sabtu malam (24/2). (Foto/M.Alfarizi)
Menjelang perayaan Imlek, malam tahun baru Imlek dan hari-hari berikutnya hingga malam Cap Go Meh, di wilayah dominan komunitas Tionghoa, biasanya kita akan menyaksikan beragam kembang api, menerangi dan menghiasi langit biru. Suara letusan kembang api terdengar bersahut-sahutan.

Begitu pula di kota Medan. Kawasan di kota Medan yang biasanya banyak mengundang masyarakat yang ingin menyaksikan kembang api, selain di Komplek Cemara Hijau, Cemara Asri, Asia Mega Mas, Medan Metropolitan Trade Centre (MMTC), Polonia Medan dan kawasan lainnya. "Saya biasanya membawa anak-anak menyaksikan kembang api di sekitar Kompleks Cemara Hijau dan Cemara Asri," ujar Sulaiman.

Di bagian propinsi yang lain, yang juga komunitas etnis Tionghoa nya menonjol, kegiatan Cap Go Meh dirayakan dengan berbagai atraksi, selain Barongsai. Singkawang misalnya, cukup dikenal dengan atraksi Tatung dan Naga.  Artaksi Tatung diisi dengan kegiatan yang menegangkan, yaitu penusukan benda tajam yang dilakukan Tatung di bagian tubuh tertentu.

Perayaan Cap Go Meh di Cemara Hijau Medan, diisi dengan berbagai kegiatan tari untuk menghibur pengunjung. (Foto/Ho Pheng)
Perayaan Cap Go Meh di Cemara Hijau Medan, diisi dengan berbagai kegiatan tari untuk menghibur pengunjung. (Foto/Ho Pheng)
Banyak versi cerita terkait dengan asal-usul perayaan Cap Go Meh. Di antaranya adalah tentang kehadiran binatang mitos bertubuh besar (Nian) yang cukup menakutkan, kerap mengganggu penduduk desa. Binatang ini kemudian berhasil dihalau oleh seorang lelaki tua, menggunakan simbol-simbol warna merah dan bunyi-bunyian keras berupa petasan. Konon sejak itu pula perayaan Imlek hingga hari terakhir imlek (Cap Go Meh), etnis Tionghoa merayakannya dengan simbol-simbol merah dan petasan.

Kepercayaan tradisional masyarakat Tiongkok, singa menjadi simbol keperkasaan, keberanian dan keunggulan. Maka tari-tarian Barongsai, dengan kostum menyerupai  kepala singa, dan bunyi-bunyian musik yang cukup keras, menjadi lambang keperkasaan, juga untuk mengusir monster  (Nian).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun