Mohon tunggu...
Maskur Abdullah
Maskur Abdullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan Trainer

Jurnalis dan trainer, tinggal di Medan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Harian Waspada, Bertahan di Antara "Gempuran" Informasi Sumir Media Daring

19 Februari 2018   18:04 Diperbarui: 21 Februari 2018   14:55 2078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seperti halnya edisi cetak, Waspada edisi online juga mengalami proses editing yang cukup ketat sebelum disiarkan ke masyarakat pembaca. (Foto/Muhammad Faisal)

Cukup menarik dan menggugah, isi sambutan Menteri Kominfo RI, Rudiantara, pada acara penyerahan award  (penghargaan) Sahabat Waspada 2017, yang berlangsung di Hotel Aryaduta Medan, 14 Februari 2018. Poinnya adalah seputar eksistensi media mainstream (media arus utama) pada tahun terakhir dan tahun-tahun ke depan.

Rudiantara memberi semangat baru kepada owner (pemilik) dan para jurnalis yang tergabung di Harian Waspada Medan, harian tertua di Sumatera, untuk mengambil momentum atas menurunnya kepercayaan publik terhadap media sosial (medsos). Sang menteri sedikit memaparkan hasil riset sebuah lembaga survei, terkait dengan tingkat kepercayaan publik terhadap media massa mainstream dan terhadap media sosial.

Delapan tahun terakhir ini, kata Rudiantara, terjadi perubahan  yang signifikan dalam dunia media. Kepercayaan publik terhadap media mainstream tahun ini masih lebih unggul daripada media sosial. Fenomena ketidakpercayaan masyarakat terhadap media sosial bisa dikatakan sebagai second wind bagi pelaku bisnis media mainstream, kata Menteri Kominfo, mengutip hasil Riset Edelman Trust Barometer Global Report 2018.

"Di Indonesia, ada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap media sosial sekitar 5 persen. Sebaliknya ada peningkatan kepercayaan masyarakat kepada media massa  mainstream sekitar 5 persen," kata Rudiantara.

Rudiantara mengungkapkan, pengguna smartphone mengalami peningkatan, kini mencapai sekitar 132 juta orang, dan diperkirakan akan terus mengalami kenaikan hingga mencapai 140 juta -- 150 juta pada tahun ini (2018). Itu artinya, media mainstream seperti Waspada, harus mampu mengikuti kemajuan teknologi digital.

Kesibukan di kantor redaksi Harian Waspada, tidak hanya melakukan proses editing untuk edisi cetak tapi juga untuk online. (Foto/Muhammad Faisal)
Kesibukan di kantor redaksi Harian Waspada, tidak hanya melakukan proses editing untuk edisi cetak tapi juga untuk online. (Foto/Muhammad Faisal)
"Namun saya mengingatkan, Waspada tidak usah ikut-ikutan bermain di media sosial, tapi sebaiknya lebih mengembangkan media berbasis online, selain media cetak," lanjutnya.

Media arus utama -- seperti Waspada, kenyatannya masih mendapat kepercayaan lebih dibanding media sosial. Media sosial selama ini memang dikenal dengan kecepatan informasinya, tapi seringkali mengabaikan ketepatan dan akurasi. Siapa saja yang memiliki akun di media sosial, boleh dengan bebas menyebarkan informasi, tanpa proses redaksional (editing), dan kadangkala informasi tersebut menjadi tidak bisa dipertanggungjawabkan atau hoax.

Hal itu tentu berbeda jauh dengan media mainstream. Media mainstream yang penulis maksud di sini adalah media massa cetak, media elektronik, media online atau media siber, yang punya kredibilitas, karena penerbitan atau penayangan beritanya melalui proses keredaksian (mengalami proses editing). Media arus utama ini juga memiliki badan hukum yang jelas, dipercaya masyarakat, penanggungjawabnya jelas, terverifikasi di Dewan Pers, dan terikat dengan kode etik jurnalistik, sebagaimana halnya Waspada.

Harian Waspada , selain menerbitkan media cetak, sebenarnya juga sudah mengelola versi online, untuk melayani pembacanya agar bisa mendapatkan informasi secara lebih cepat dan mudah.

Tentu diharapkan pula Waspada bisa tetap mengedepankan kebenaran serta keakuratan beritanya. Jauh dari kepentingan politik, apalagi seperti masa-masa sekarang ini, tahapan Pilkada sedang berlangsung. Semua informasi yang disampaikan ke publik, harus seimbang atau cover both sides dan bisa dipertanggungjawabkan. Baik tanggungjawab secara moral mau pun secara hukum. Atas dasar inilah mengapa kemudian kepercayaan masyarakat kepada media mainstream seperti Waspada masih cukup tinggi.

Selintas Harian Waspada

Harian Waspada yang terbit di Medan tahun 1947, adalah surat kabar tertua di Sumatera, bahkan memiliki andil cukup besar memberi warna perjuangan pada masa kolonial Belanda. Harian yang didirikan oleh tokoh pers nasional  almarhum H.Mohammad Said dan almarhumah Hajjah Ani Idrus itu, di awal kiprahnya sempat beberapa kali dilarang terbit (dibredel) oleh pemerintah Belanda.

Dengan motto "Demi Kebenaran dan Keadilan," pendiri dan jajaran redaksi Harian Waspada ketika itu memiliki sikap tegas, berada pada bagian pendukung Kemerdekaan RI. Pemberitaan mau pun artikel-artikelnya yang kritis, jelas ditujukan kepada pemerintah Belanda. Masa itu Belanda masih berupaya menancapkan pengaruhnya di tanah Deli, melalui penguasaan lahan perkebunan tembakau , rempah-rempah dan komoditas pangan, serta  penguasaan basis-basis ekonomi. Waspada melalui isi pemberitaannya, sangat jelas menentang kebijakan Belanda ketika itu.

Harian Waspada tercatat sebagai surat kabar tertua ke dua di Indonesia dalam sejarah pers Nasional, yang terbit secara terus-menerus tanpa jeda. Sepanjang perjalanannya, Waspada tetap berada pada pisisi membela kepentingan masyarakat, baik di masa kolonial, masa orde lama, orde baru mau pun pada masa reformasi.

Wakil Pemimpin Redaksi Harian Waspada, H.Teruna Jasa Said, pada penyerahan penghargaan Sahabat Waspada 2017 tersebut menegaskan kembali komitmen Waspada, sebagaimana diamanatkan oleh pendirinya, H.Mohammad Said dan Hajjah Ani Idrus. "Demi kebenaran dan keadilan, koran untuk semua suku - agama. Waspada akan tetap menyampaikan aspirasi pembacanya dari semua aliran politik," sebut Teruna.

Akurasi dan ketepatan, menurut Teruna, masih menjadi acuan terpenting bagi Waspada. "Verifikasi setiap informasi menjadi hal terdepan bagi Waspada, juga untuk melawan berita hoax yang menyebar melalui media sosial," lanjut Teruna.

Penulis adalah mantan jurnalis dan editor di Harian Waspada. Dalam pikiran penulis, kini  pada usia 71 Tahun Waspada, selayaknya menempatkan media ini menjadi lebih matang, lebih mengakar dan lebih mampu menghadapi pertarungan di era digitalisasi sekarang ini. Harus pula diingat, Waspada telah melakukan perjalanan panjang penuh rintangan, untuk mencapai usia sekarang ini. Waspada hanya butuh waktu perjalanan 29 tahun ke depan, untuk mencapai usia 100 tahun, seperti didambakan pendirinya, ibunda Hajjah Ani Idrus.

Memang, tidak bisa dihindari bahwa jumlah pembaca fanatik Harian Waspada (edisi cetak), lambat laun akan berkurang, tergerus oleh usia. Sebagaimana dialami semua media cetak lainnya. Namun media ini harus mampu bertransformasi, mengikuti keinginan dan menambah jumlah pembaca barunya, yang juga bertransformasi dari konvensional ke digitalisasi. Tapi tentu saja, Waspada (cetak mau pun versi online) harus tetap mempertahankan cirinya sebagai media yang berpihak kepada kebenaran dan keadilan, berpihak kepada kepentingan publik. 

Di zaman now yang penuh hiruk-pikuk segala bentuk media sosial, dengan segala kelebihan dan kelemahannya, Waspada harus tampil menjadi media arus utama yang terpercaya, yang mampu menjadi barometer kebenaran informasi yang berkembang di tengah masyarakat.  Waspada tidak hanya bisa tampil menyajikan informasinya lebih cepat, tapi juga lebih akurat dan seimbang. 

Seperti halnya edisi cetak, Waspada edisi online juga mengalami proses editing yang cukup ketat sebelum disiarkan ke masyarakat pembaca. (Foto/Muhammad Faisal)
Seperti halnya edisi cetak, Waspada edisi online juga mengalami proses editing yang cukup ketat sebelum disiarkan ke masyarakat pembaca. (Foto/Muhammad Faisal)
Waspada tidak boleh hanya mengedepankan media cetaknya. Era digitalisasi telah mengubah karakter pembaca Waspada,  karena itu harus pula memperkuat basis online agar lebih mudah dan lebih cepat diakses pembacanya. Waspada harus mampu melakukan penetrasiatas 'gempuran' informasi sumir dari media sosial.

Sinyal yang disampaikan Menteri Kominfo RI, Rudiantara, semoga saja akan menambah semangat baru kepada jajaran redaksi Waspada. Tetap konsisten meramu dan menyuguhkan informasi-informasi akurat secara berimbang dan beretika, untuk masyarakat pembaca Waspada. Baik Waspada edisi cetak mau pun online. Dirgahayu Harian Waspada ke 71, Jaya dan Waspada-lah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun