Mohon tunggu...
Sigit Kurniawan
Sigit Kurniawan Mohon Tunggu... perawat -

anak pertama dari dua bersaudara, jebolan DIII keperawatan. suami dari istri yang hebat. calon bapak. :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Ingin Swasembada Pangan

17 September 2015   17:31 Diperbarui: 17 September 2015   17:41 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="area persawahan"][/caption]Dalam survei pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui jumlah rumah tangga usaha tani di Indonesia pada 2003 masih 31,17 juta. Tapi, sepuluh tahun kemudian (2013), jumlahnya menyusut jadi 26,13 juta. Turun sekitar 5 juta selama sepuluh tahun. Atau kalau dirata-rata 1,75 persen per tahun. 

Telah  terjadi kemunduran pada sektor pangan, dimana jumlah petani terus menurun dari tahun ke tahun. “Dalam setahun, terjadi penurunan jumlah rumah tangga petani sekitar 500 ribu,” kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman akhir pekan lalu (7/3) - See more at: http://fajar.co.id/headline/2015/03/15/petani-nasional-rame-rame-pindah-profesi-selamat-tinggal-swasembada-beras.html#sthash.rGg0p1Of.dpuf Pola pikir masyarakat Indonesia yang semakin kesini semakin berubah menjadi lebih konsumtif dan lebih ingin serba instan cepat dan mengenyangkan, tidak perduli bagaimana prosesnya asal perut kenyang.

Disamping itu, pekerjaan sebagai petani seperti tidak dilirik sama sekali oleh generasi sekarang. Disekolah SD saja ketika di tanya, mau jadi apa kelak kalau sudah besar nak? Jadi polisi, jadi dokter, jadi pilot, jadi blaa blaa blaaa dan seterusnya, tapi tidak ada yang menyebut saya ingin jadi petani buu. Padahal tidak sedikit orang tua mereka dirumah adalah petani.

Sepertinya terjadi perubahan mindset, dimana menjadi petani tidaklah populer, tidak menguntungkan, tidak menarik, kotor dan sebagainya, hingga terjadi urbanisasi besar besaran dari desa menuju kota. Daripada kotor - kotoran disawah capek dan sebagainya mending ke kota mencari pekerjaan yang tidak perlu mengandalkan tenaga, uangpun keluar rutin tiap bulan, tidak harus menunggu berbulan bulan untuk mendapatkan uang dari hasil panenan.

 Sebagai dampaknya, menurut pengamatan penulis petani - petani sekarang sangat jarang yang berumur 30 thn kebawah, rata - rata mereka berumur 50 tahun keatas, dimana sebentar lagi usia produktif mereka sudah habis. Lalu ketika anak - anak mereka memilih bekerja di kota, siapa yang akan melanjutkan profesi ayah ibu mereka sebagai petani? Siapa yang akan meneruskan setiap musim tanam menanam padi, menanam sayur mayur, dan tanaman lainnya?

Ketika jumlah petani menyusut, lahan pertanianpun ikut menyusut. Lahan - lahan produktif sekarang berubah fungsi sebagai perumahan, gedung - gedung perkantoran dan sebagainya. Entah dari mana ijin yang didapatkan pengembang sehingga bisa membangun gedung pada lahan produktif untuk pertanian.

Kelanjutannya adalah ketika ada permintaan barang tetapi barang yang diminta tidak tercukupi atau tidak terpenuhi, maka terjadi kelangkaan. Hal itu yang terjadi belakangan ini. Harga kebutuhan pokok semakin mahal, karena banyaknya permintaan orang orang dikota tidak didukung dengan stok pasar yang mencukupi. Lalu dengan cara praktis pemerintah membuka kran impor, masuklah makanan - makanan dari luar negeri ke pasar domestik kita.

Indonesia ingin swasembada, katanya….

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun