Mohon tunggu...
Kukuh Aris Santoso
Kukuh Aris Santoso Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Telp :081220279526)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

"Guruku Nakal"

27 Mei 2016   15:16 Diperbarui: 27 Mei 2016   15:33 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Wow !!!,  Bu Guru sedang rapat, kita di suruh ngerjain buku LKS halaman 32, dan jangan pada berisik, siapa yang berisik namanya gue dicatat !!!”, teriak sang ketua kelas dengan nada mengancam.

Kira kira begitulah kekuasaan seorang ketua kelas di tahun 90an, dahulu seorang ketua kelas seakan akan mendapat mandat sementara atas kekuasaan dari seorang Guru, apabila guru sedang tidak ada di kelas.

Nah ketua kelasnya aja begitu di takuti apalagi seorang Guru nya sendiri, pasti yang sering bolos, mencontek, berisik saat jam pelajaran, akan merasakan bermacam macam jurus dari “Kitab terlarang”  cara menghukum siswa nakal, seperti cubitan maut, di setrap di depan kelas atau menulis satu papan tulis, disuruh bersihkan kamar mandi yang baunya tak terlupa sepanjang hayat (Adakah yang mengingatnya berbagai “rupa-rupa itu” hahahaha).

Ada lagi, yaitu di suruh lari keliling lapangan yang tidak seberapa lelah tapi malu nya itu loh, gak tahan bung !!,  serasanya mau pindah sekolah aja karena saat di lihat oleh si “ dia” yang baru saja kita titipin salam atau kita kasih secarik puisi yang di taruh di kolong meja nya, ( hayoo siapa yang punya kisah kasih tak selesai hehehehe).

Moment hormat bendera sampai siang hari di panas terik, menjadi hukuman yang populer saat itu karena bercanda saat upacara di pagi hari nya. Jika di ingat ingat masih banyak jurus jurus maut menghukum siswa nakal kaya kita kita, ( KITA !, lo aja kalee hehehehe ). 

Tak terasa waktu berlalu hukuman hukuman dari guru guru kita, menjadi sebuah kenangan yang tak terlupa, serta memori yang akan kita bahas secara hangat dalam reuni reuni bersama kawan kawan masa lalu. Beberapa waktu yang lalu dalam melihat berita di media online bahwa ada guru mencubit siswanya di adukan oleh orangtuanya dan dipenjara.

Saya sungguh kaget. Wah !, zaman ternyata sudah berubah ya. dahulu zaman saya di tahun 90an, kita paling takut apabila ada guru mengadukan hal hal nakal kita kepada orang tua, takut karena malah di tambahin hukumannya.

Saya masih ingat dahulu mendapat nilai merah saat ulangan, setelah di marahin oleh guru saya, ulangan tersebut harus di laporkan ke orang tua saya, dengan bukti bahwa ada tanda tangan orang tua saya, saat hasil  nilai ulangan buruk tersebut di kasihkan kembali ke guru. Sehingga hal saya lakukan adalah meminta tanda tangan bapak saya, saat bapak ngantuk dan sedikit tertidur sehingga beliau tidak sadar tanda tangan kertas ulangan yang nilainya jelek itu  hehehehehe (Otak Macgyver kan, uhuy !).

Berbeda dengan hari ini, setiap orang merasa punya hak dalam menangangi bagaimana cara mendidik anak di sekolah, padahal jika seorang anak sudah masuk dalam lingkungan sekolah maka anak tersebut menjadi tanggung jawab seorang guru yang menggantikan orang tua di rumah. Di lain pihak, kapabilitas seorang guru juga harus di nilai dan di uji dengan ikut serta pendidikan keguruan untuk dapat mendidik anak usia sekolah.

Mungkin seorang guru tidak sekeren profesi lain seperti dokter, pengacara, pilot ataupun profesi lainnya, tapi tanyakan kembali apakah kita bisa menjadi seperti saat ini jika kita tidak memulai dengan “ Ini Ibu Budi”  ? .

 Apakah seorang pendidik yang melakukan “ Tut Wuri Handayani” yang berarti memberikan dorongan moral dan semangat untuk maju menatap masa depan cerah para pendidiknya, dengan sebuah cubitan dapat berakhir di penjara?. Apakah se Nakal itu guru ku?.

Saya masih ingat beberapa bulan yang lalu, seorang Joko Widodo, sang Presiden tertunduk serta mencium tangan gurunya karena beliau paham betul tanpa guru guru tersebut dia saat ini mungkin bukan seorang Presiden RI ke -6. Tidak kah ada jalan dimana semua hal bisa di diskusikan secara kekeluargaan dengan mengedepankan akal serta budi agar di dapatkan solusi terbaik masalah masalah pendidikan yang ada.
Pendidikan moral pancasila sepertinya harus di terapkan secara ketat seperti layaknya jaman dahulu. Asas asas moral seperti kekeluargaan, gotong royong, saling memaafkan, mawas diri, tenggang rasa serta asas asas lainnya bisa menjadi pasal tuntutan untuk “pengadilan moral” jika ada sebelah pihak yang tidak terima terhadap cara mendidik di lingkungan sekolah, sehingga sebuah “ Penjara” tidak menjadi sebuah ketakutan tersendiri dalam diri seorang guru untuk mendidik serta mengajarkan para calon penerus bangsa bahwa sebuah hal adalah hitam atau putih.

Mudah mudahan selanjutnya ada definisi jelas apakah guru ku Nakal?, Sehingga pendidikan sebagai salah satu tiang kemajuan suatu bangsa dimana guru adalah bagian terpenting dalam pembangunan tiang tersebut selalu tulus ikhlas mendidik serta mengajarkan ilmunya. Seperti layak nya kemerdekaan Negeri ini, golongan terdidik lah yang menjadi motor gerakan akan pentingnya menjadi bangsa yang merdeka serta mandiri mengelola segala kekayaan bumi negerinya. Selamat hari Pendidikan 2 Mei 2016 !.  

(Mas Kukuh  )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun