Pernahkah kamu mendengar ungkapan Rajab itu bulan menanam, Sya'ban itu bulan menyirami, dan Ramadhan itu bulan memanen? Maksudnya perbanyaklah perbuatan amal ibadah pada bulan Rajab, kemudian pada bulan Sya'ban jaga dan tambah amal ibadah yang telah diperbuat, sehingga hati kita siap dalam menyambut bulan Ramadhan. Ibaratnya di bulan Rajab kita menanam benih pohon, di bulan Sya'ban kita menyiraminya, dan di bulan Ramadhan kita memanen hasilnya. Jikalau kita hanya menanam tanpa menyirami, bagaimana kita bisa menikmati hasilnya.
Salah satu amalan pada bulan Sya'ban yakni anjuran untuk memperbanyak puasa. Puasa sunnah di bulan Sya'ban memiliki banyak hikmah dan keutamaan, namun sering dianggap remeh oleh sebagian besar orang. Puasa di bulan Sya'ban bisa menjadi persiapan jasmani dan rohani untuk menahan hawa nafsu di bulan Ramadhan nanti. Keutamaan lainnya yakni mendapatkan syafa'at Rasulullah SAW di hari Kiamat nanti. Syekh Nawawi Al-Bantani berkata:
.
Artinya, "Puasa sunnah yang ke dua belas adalah Puasa Sya'ban, karena kecintaan Rasulullah SAW terhadapnya. Karenanya, siapa saja yang memuasainya, maka ia akan mendapatkan syafaat belau di hari kiamat." (Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihyatuz Zain fi Irsydil Mubtadi-n, [Bairut, Drul Fikr], h. 197).
Dari sekian banyak puasa sunnah, puasa di bulan Sya'ban masuk dalam kategori puasa yang diutamakan dan disukai Allah dan Rasul-Nya. Bahkan Rasulullah SAW selain berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, beliau paling banyak berpuasa di bulan Sya'ban. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi :
: : : . . ( )
Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: "Rasulullah SAW sering berpuasa sehingga kami katakan: "Beliau tidak berbuka". Beliau juga sering tidak berpuasa sehingga kami katakan: "Beliau tidak berpuasa". Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau dalam sebulan (selain Ramadhan) berpuasa yang lebih banyak daripada puasa beliau di bulan Sya'ban." (Muttafaqun 'Alaih. Adapun redaksinya adalah riwayat muslim).
Dari hadits ini dapat dipahami bahwa berpuasa di bulan Sya'ban hanya di sebagian besar harinya, bukan sebulan penuh. Ada yang mengatakan bahwa Nabi tidak berpuasa penuh supaya tidak dianggap wajib oleh umatnya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa :
Artinya: "Saya belum pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut selain di bulan Sya'ban dan Ramadhan." (HR. An Nasa'i, 1078, Abu Daud, 2056, At Turmudzi, 2176).
Artinya: "Bahwa Nabi SAW. Belum pernah puasa satu bulan penuh selain Sya'ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan." (H.R. An Nasa'i, 1273).
Maksud berpuasa penuh satu bulan dari dua hadits diatas yakni berpuasa sampai hari ke 27 atau 28 pada bulan Sya'ban, kemudian tidak berpuasa pada dua atau satu hari sebelum Ramadhan. Adapun pengecualian bagi orang yang memiliki kebiasaan puasa, contohnya puasa senin kamis. Maka bisa menyambung puasanya dengan puasa Ramadhan.
Artinya: "Jangan kamu dahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi seseorang yang mempuasakan puasa tertentu, maka ia boleh meneruskan puasanya". (Hadis Shahih, riwayat Bukhari: 1781 dan Muslim: 1812. teks hadis riwayat al-Bukhari).
Selain larangan untuk berpuasa dua atau satu hari sebelum Ramadhan, ada hadits lain yang melarang untuk berpuasa setelah nishfu Sya'ban atau setelah pertengahan bulan Sya'ban.
: : . ( )
Artinya: "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sungguh Rasullah saw bersabda: 'Ketika Sya'ban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa'." (HR Imam Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah).
Jadi apabila berpuasa setelah tanggal 15 bulan Sya'ban, maka hukumnya haram. kebanyakan yang menjadikan hadits ini sebagai dasar adalah madzhab Syafi'i. Karena dikhawatirkan apabila berpuasa melebihi pertengahan bulan atau bahkan sebulan penuh dia tidak sadar jika telah masuk Ramadhan. Namun penjelasan ini sudah tidak relevan jika dibandingkan dengan zaman sekarang yang modern. Sudah banyak informasi mengenai penetapan awal bulan Ramadhan di berbagai media. Jadi kekhawatiran ini sudah bisa diatasi. Sebagian ulama juga tidak melarang puasa setelah nishfu Sya'ban dengan syarat dia mengetahui waktu awal masuknya Ramadhan atau memiliki kebiasaan puasa.
Terlepas dari semua pendapat diatas, meskipun banyak perbedaan dalam menghukumi puasa sunnah di bulan Sya'ban. Para ulama tetap sepakat berpuasa setelah nishfu Sya'ban dibolehkan bagi orang yang memiliki kebiasaan puasa, membayar kafarah, atau memenuhi qadha puasa.
Sebagai penutup, selagi masih ada kesempatan janganlah engkau lelah dalam beribadah sebelum waktumu telah tiba. Seimbangkanlah urusan duniamu dengan akhiratmu. Bekerjalah seakan-akan engkau akan hidup selamanya, beribadahlah seakan-akan engkau mati besok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H