Saat Golkar dan PAN dukung Prabowo sebagai Capres, bumi pemberitaan Pilpres 2024 seakan bergetar. Prabowo memperoleh tambahan dukungan dari partai-partai di Kabinet Indonesia Maju, sehingga KKIR, sebagai koalisi yang diinisiasi Gerindra dan PKB muncul sebagai Koalisi Gemuk Damarwulan Prabowo. Koalisi Gemuk, karena partai-partai di Kabinet Indonesia Maju semakin banyak di koalisi yang mendukung Prabowo sebagai Capres. Koalisi Damarwulan, karena Prabowo sejak masuk dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju, menjadi tokoh yang taat dan patuh kepada Presiden JokoWi. Prabowo bukan lagi lawan politik Presiden JokoWi seperti pada dua Pilpres sebelumnya.Â
Getaran munculnya Koalisi Gemuk Damarwulan Prabowo, langsung mendapat reaksi dari Koalisi Kurus PDIP yang mengusung Ganjar sebagai Capres. PDIP bahkan bisa jadi merasa dikeroyok oleh tema-teman partai di Kabinet Indonesia Maju. Namun PDIP lalu mengingatkan kembali situasi dan kondisi Koalisi Kurus PDIP yang mengusung JokoWi di Pilpres 2014. PDIP juga justru berharap akan mendapat empati masyarakat, karena situasi dan kondisi yang dialami Koalisi PDIP dengan munculnya Koalisi Gemuk Damarwulan Prabowo.Â
Bukan itu saja, petinggi PDIP juga mencoba memunculkan duet Ganjar Anies, barangkali duet Ganjar Anies dapat menjadi solusi untuk menghadapi Koalisi Gemuk Damarwulan Prabowo dalam Pilpres 2024. Tetapi PKS kemudian memberikan syarat duet Ganjar Anies dapat terjadi, jika Anies sebagai Capres. PDIP pun kemudian menyatakan masalah Capres dan Cawapres itu merupakan keputusan Mega sebagai Ketua Umum PDIP dan beserta pimpinan partai koalisi lainnya. Dus, wacana duet Ganjar Anies pun baru muncul sudah langsung menjadi abu-abu.
Mega bahkan bereaksi bahwa perubahan dukungan partai-partai pada Pilpres itu ibarat dansa politik. Mega justru memberikan instruksi kepda jajarannya agar turun ke bawah untuk menyampaikan kebijakan partai kepada masyarakat dan menerima aspirasi masyarakat bawah.Â
Â
Haru biru berita politik nasional belum selesai dengan munculnya Koalisi Gemuk Damarwulan Prabowo, sebagai koalisi yang besar dan kuat, tiba-tiba dengan pede, Prabowo mengganti nama koalisi menjadi KIM. Dengan KIM, seolah Prabowo ingin menyiratkan sebagai koalisi penerus Kabinet Indonesia Maju. Prabowo melupakan peran besar Cak Imin, pada awal penentuan dirinya sebagai Capres.Â
Â
PKB setuju berkoalisi dengan Gerindra dan mendukung Prabowo sebagai Capres pada Pilpres 2024, karena berharap Prabowo akan menggandeng Cak Imin sebagai Cawapres. Pada KKIR posisi Cak Imin untuk menjadi Cawapres Prabowo sangat kuat. Dengan bergabungnya Golkar dan PAN dan PBB mendukung Prabowo sebagai Capres dan bergantinya nama koalisi dengan KIM, maka posisi Cak Imin seolah menajdi terpinggirkan. Â Â Â
Hal itu membuat Cak Imin memilih alternatif dengan pilihan Opportunity Cost. Memilih yang satu dengan meninggalkan peluang lainnya. Cak Imin menerima pinangan SP untuk menjadi Cawapres Anies. Cak Imin memlih PKB bergabung dengan Nasdem yang akan mengusung Anies sebagi Capres dan Cak Imin sebagai Cawapres. Anies dan Cak Imin dideklarasikan sebagai pasangan AMIN pada Pilpres 2024. Suatu pilihan yang membuat gempa politik Pilpres.
Demokrat menjadi salah satu korban gempa politik AMIN. Demokrat lalu ke luar dari koalisi. Demokrat merasa dirugikan oleh keputusan Anies yang tiba-tiba mendeklarasikan AMIN sebagai pasangan Capres Cawapres. Prabowo juga merasa ditinggalkan PKB. Dengan bergaungnya PKB dengan Nasdem untuk berkoalisi menunjuk Anies Capres dan Cak Imin Cawapres, maka Koalisi Gemuk damarwulan Prabowo, tidak lagi gemuk, apalagi besar dan kuat. Bukan itu saja, Prabowo bisa jadi akan ditinggalkan oleh suara Nadhilyin di Jatim. Suatu kerugian besar bagi Koalisi Damarwulan Prabowo. Gempa politik lainnya yang dapat menimpa Prabowo adalah, apakah koalisi yang dibangun Prabowo masih dapat dianggap sebagai penerus Kabinet Indonesia Maju?Â