Impian Bersin Berkah
Aku tahu ini perasaan yang mengada-ada. Bagaimana itu dapat muncul begitu tiba-tiba. Sungguh itu sangat mengganggu pikiran. Mengusik hati dan jiwaku. Tak dapatkah kulepaskan beban ini. Membiarkannya berlalu seperti yang lain-lainnya dulu. Tak pernah melihat wajahmu. Tak pernah terbayang senyummu. Namun senyummu sungguh membuat hatiku pilu. Bagaimana bisa aku merasa, senyummu itu untukku ? Sementara kita baru sebatas hanya bertatap muka tanpa kata. Tanpa saling sapa.Â
Astaghfirullah.
Ya. Allah mohon ampun. Ternyata hambamu ini makhluk yang lemah. Masih mudah tertawan oleh sebuah pandang sorga dunia. Hati yang belum pulih dari nestapa. Rapuh karena ditinggal friendzone, luka. Masih menganga luka dalam dada, perih rasa tak terkira. Haruskah tergores lagi oleh pelangi yang turun bersamaan kabut pagi.
Oh Tuhan tunjukkanlah.
Jalan mendaki untuk menjemput jelita dewi. Dewi yang melempar selendang sunyi. Tabur doa merentang jala.Jerat jerat asmara membuai dada. Menggoncang isi jiwa. Merasuk sukma meluluhlantakkan tubuh hingga mabuk terpana. Luka masih menganga, namun ada rasa ingin menggapai asa. Tiada tempat bergantung selain kepadaNya, tempat bersandar diri untuk meraih asa. Allah Yang Maha Rahman. Allah Yang Maha Rahim. Allah tempat mohon ampun dan sandaran mohon pertolongan. Sadar diri makhluk illahi, berharap suci tumbuhkan jiwa jiwa ntuk bersemi.
"Ini sudah sampai Wonosari, Mahesa. Perhatikan arah mobil Alphard itu. Apakah mereka menuju arah pantai Indrayanti atau tidak ?. Kalau bisa kita ikuti arah mobil Alphard itu saja." tanya Pak Edy kepada Mahesa, setelah tergagap sadar dari lamunannya. Lamunan yang menjadi impian bersin berkah.
"Rombongan mBak Wahyu juga akan menemui mereka. Jadi akan lebih baik kalau kita bisa bersama mereka. Dengan demikikan di pantai Indrayanti, kita tidak perlu saling mencari romobongan mBak Wahyu. Bukan begitu, Mahesa ?" lanjut Pak Edy kepada Mahesa. Â Â
Namun karena Mahesa diam saja, Pak Edy segera maklum kalau Mahesa sedang terpecah perhatiannya antara ingin meminta persetujuan Ratih Joachim Kun dan berusaha mencari petunjuk jalan menuju pantai Indrayanti serta mengikuti arah mobil Alphard rombongan Tiga Dara, yang dalam pembicaraannya ada yang disebut Yani, Jebbing dan Sa Ri. Tentu Mahesa akan lebih mengikuti permintaan Ratih dari pada mendengar usulnya, pikir Pak Edy. Menyadari hal itu, Pak Edy tanpa basa basi, lalu menyapa Ratih, sebagai tanda  untuk mendapat dukungan Ratih:
"Bukan begitu Ratih ?"