Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Terperangkap Friendzone

7 September 2018   10:16 Diperbarui: 8 September 2018   07:38 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thehealthsite.com

sebelumnya

Terperangkap Friendzone

"Dede, bagaimana perkembangan kemajuan hasil, bahan yang kemarin saya minta untuk disiapkan ?" seru Pak Edy dengan senyum mengembang.

"Anu, pak ....Ini saya ...." terbata-bata Dede menjawab.

"Ok, mari kita ke rumah Viola. Barangkali dia bisa bantu kamu." kata Pak Edy, sambil meyerahkan kunci mobilnya kepada Dede. 

Pak Edy melihat Dede hanya dapat diam membisu, selama perjalanan ke rumah Viola. Apa mau dikata, sejak Viola resign, pekerjaan Dede sering tersendat. Memang Pak Edy sempat mendapat laporan dari Dede, jika sebetulnya Dede sudah berusaha mati-matian untuk mencegah Viola supaya tidak resign dari pekerjaannya. Dede sangat terbantu dengan adanya Viola di kantor. Apalagi Pak Edy terkadang memberi perintah dari "Pondok Petir"nya. "Pondok Petir" itu merupakan julukan untuk rumah Pak Edy. Biasanya kalau sampai Pak Edy memberi perintah dari "Pondok Petir",  Pak Edy mensiratkan pekerjaan itu harus bisa segera disiapkan. Jika hal itu tidak ditindaklanjuti dengan segera, siap-siap saja Pak Edy akan membully. Pak Edy memang tidak pernah marah. Tapi nanti akan muncul via WA, puisi puisi indah menumbuhkan motivasi. Pak Edy tahu, dengan membaca pesan itu, diharapkan  Dede menjadi malu hati. Namun tujuan sebenarnya dari Pak Edy, biar Dede cepat beraksi.

Ada salah satu puisi pak Edy yang pernah dikirimkan ke Dede, ketika Dede belum juga siap mengantar bahan ke rumah Pak Edy. Pak Edy senyum sendiri teringat puisi yang dikrimkannya ke Dede.

Jangan kau tangisi

Hidup itu penuh persaingan

Memang enak jadi domba dari pada burung elang

Di lain waktu pernah juga Pak Edy mengirim puisi seperti ini.

Mengapa lebih suka menangis di balik pintu

Sementara Allah membuka luas pintu tasbih

Malu mengambil muka sama Allah

Terkadang tusukan tusukan pak Edy, dimaksudkan supaya Dede mau merenungkannya secara mendalam. Maksud Pak Edy, tentu supaya Dede lebih percaya diri, dalam  memacu diri, untuk meraih prestasi, sambil tetap berserah diri, bukan justru terus menerus merasa rendah diri.  

Ya. Pak Edy sudah sampai pada kesimpulan, kalau  Dede sudah sangat tergantung pada Viola. Dalam beberapa kali menyelesaikan pekerjaannya, Dede selalu minta bantu Viola. Dengan Viola resign, tentu banyak pekerjaan Dede menjadi tersendat. Pak Edy pun tahu, jika sudah begitu, biasanya Dede lalu pergi ke rumah Viola untuk meminta bantuannya, menyelesaikan pekerjaan Dede. Walaupun Dede tidak pernah lapor, Pak Edy tahu hal tersebut membuat Dede akhirnya sering makan sahur di rumah Viola, yang hanya berdua dengan mBak Wahyu.

Maklum ke dua insan anak beranak itu, mBak Wahyu dan Viola, sekarang sibuk melayani pelanggan laundry yang Viola buka di rumah. Begitu resign Viola langsung memutuskan untuk membuka laundry di rumah. Viola memutuskan resign dari kantor, sepulang mBak Wahyu dari umroh.

Suatu hari Pak Edy tidak mengirim puisi via WA, tapi langsung mengajak ke rumah Viola. Dede tahu bahwa Pak Edy dulu teman sekolah mBak Wahyu dari sd sampai sma. Tentu selain menemani Dede menemui Viola, Pak Edy mengajak 'ngobrol' mBak Wahyu. 

Mendekati hari raya, Pak Edy bersemangat mengajak Dede ke rumah Viola. Padahal tidak ada pekerjaan yang mendesak yang harus diselesaikan Dede, yang harus minta bantuan Viola. Pak Edy dengan penuh gairah mengajak Dede ke rumah Viola. Nampak oleh Pak Edy, Dede bisa mengelus dada. Namun Pak Edy tidak menaruh curiga, melihat sikap Dede itu. 

"De, tolong bawa anggur di ruangan saya, ke rumah Viola. Hati hati bawa anggurnya De, jangan sampai jatuh." seru Pak Edy.

"Ok." jawab Dede.

"Oc." kata Pak Edy.

"CEO." seru Dede.

"Let's go." ajak Pak Edy.

Pada hari lain, tepatnya setelah sholat Ied, dengan penuh keyakinan Pak Edy pergi ke rumah mBak Wahyu. Kali ini Pak Edy memutuskan untuk berangkat sendiri, tidak mengajak Dede. Toh pada hari raya Fitri, justru aneh kalau Pak Edy mengajak Dede konsultasi dengan Viola, pikir Pak Edy. Pak Edy sudah merasa cukup basa basinya dengan mBak Wahyu selama ini. Pada hari yang suci ini, Pak Edy merasa ini merupakan waktu yang tepat, untuk menyatakan isi hatinya kepada mBak Wahyu. Memang selama ini, kunjungan Pak Edy ke rumah mbak Wahyu selalu disambut sebagai teman. Namun sejak saran Pak Edy kepada mBak Wahyu diterima. Apalagi saran Pak Edy, supaya mBak Wahyu mendoakan Viola di tanah suci dilaksanakan mBak Wahyu, semakin yakinlah Pak Edy, bahwa dia bisa berbicara dengan mbak Wahyu dari hati ke hati. 

Sewaktu Pak Edy menyarankan mBak Wahyu umroh, Pak Edy berpesan, mBak Wahyu sebagai ibu kandung dari Viola, Insya Allah doa mBak Wahyu akan diterima Allah SWT. Nampaknya perubahan besar yang terjadi pada Viola, itu juga berkah dari doa mBak Wahyu. Mbak Wahyu sangat berterima kasih kepada Pak Edy. Atas saran Pak Edylah, mbak Wahyu berangkat menunaikan ibadah umroh ke tanah suci dan mendoakan Viola agar kembali ke jalan yang diridhoi Allah SWT.

Namun sampai di depan pintu laundry Viola, Pak Edy terkejut. Rumah mBak Wahyu kelihatan sepi. Memang di pintu seperti ada pengumuman di tempel. Tapi itu mungkin berhubungan dengan laundry Viola, bukan dengan mBak Wahyu. Lagian mBak Wahyu tidak pernah cerita kalau ingin berpergian ke luar kota. Dengan penuh penasaran Pak Edy melihat tempelan di pintu laundruy Viola.

Tutup sampai buka

Don't disturb

0812xxxxxxx

Masya Allah pengumuman tutup yang aneh. Tapi kapan lagi Pak Edy bisa ketemu mBak Wahyu, kalau Viola membuat pengumuman seperti ini. Masak sama  saya juga "don't disturb", memang rumah mBak Wahyu mau direhab, pikir Pak Edy.   

Tanpa pikir panjang, ditekanlah no hp yang ditempel di pintu laundry Viola, oleh Pak Edy. Lama berdering belum juga hp itu diangkat dari seberang. Namun ketika Pak Edy perhatika hp itu berulang kali. Rupanya itu nomor Dede. Nama Dede muncul di panggilan ke luar. Pak Edy lalu istighfar.

Tak lama kemudian ada pesan masuk dari Dede.

Jangan kau tangisi

Ini takdir Illahi

Selamat hari raya Fitri

Taqabalallahu mina wa minkum.

Terkesiap Pak Edy membaca pesan masuk itu. Seolah tak percaya, Pak Edy sampai membacanya berkali-kali. Lama Pak Edy baru sadar, rupanya selama ini ketika sering main ke rumah mbak Wahyu, Pak Edy terperangkap friendzone.

lanjut ke

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun