Cahaya Umroh
Mbak Wahyu hanya bisa mengelus dada, jika melihat tingkah laku Viola anak kesayangannya. Bujang itu tak dinyana, begitu sudah lupa daratan. Sejak dia sering mendapat tugas-tugas penting dari kantor, untuk berangkat ke luar kantor. Viola sering pulang malam.Â
Malam ini Viola pulang hampir tak sadarkan diri. Begitu dibukakan pintu. Badan Viola sudah seperti mau jatuh saja. Wahyu terpaksa harus membantu Viola supaya tetap dapat berjalan. Masya Allah, ada apa dengan anakku ini, desis mbak Wahyu.
Pak Edy sedang beranjang sana di "Pondok Petir"nya, ketika tiba-tiba Dede datang dengan muka lusuh. Dede adalah staf Pak Edy di kantor, Â yang sering membantu pekerjaannya. Melihat wajah Dede yang begitu memelas tersebut, Pak Edy langsung mengajaknya duduk di bagian depan rumah.
"Kau masih puasa, De ?" tanya pak Edy.
"Alhamdulillah masih pak." jawab Dede.
"Baik. Ada yang bisa saya bantu De ?" lanjut pak Edy.
"Itulah pak. Sebetulnya sulit saya mengatakan kepada Bapak. Hal ini, karena menyangkut kinerja saya dan sumbangan sumbangan saya selama ini di kantor." desah Dede.
"Lho, memang ada apa kok sulit mengatakannya kepadaku. Memang selama ini saya suka marah kepadamu." seloroh pak Edy.
Pak Edy memang tahu kalau Dede memang mempunyai kesulitan psikologis untuk berkomunikasi kepadanya, karena Dede lebih suka lembur di kantor dari pada ngobrol. Dede tipe pekerja keras. Apalagi sejak Dede mendapat bantuan staf tenaga baru Viola.Â
Dede semakin rajin saja kerja di bekerja kantor dan kinerjanya semakin naik. Memang sering terlihat oleh Pak Edy ketika pagi-pagi sebelum jam masuk kerja, Dede dan Viola masih ada di kantor. Â Namun terkadang Dede dan Viola masuk kantor kesiangan. Tapi memang pekerjaan yang Pak Edy tugaskan kepada Dede selesai.
Namun belakangan pak Edy mendengar selentingan berita tentang Viola yang kurang terpuji. Sebetulnya pak Edy ingin bicara dengan Viola dari hati ke hati, mengenai yang sedang Viola jalani. Mengingat Viola adalah anak kandung mbak Wahyu, teman sma Pak Edy. Namun karena kesibukan tugas-tugas kantor, Pak Edy belum sempat melakukan pendekatan kepada Viola.
"Viola masih di kantor De ?" tanya pak Edy memecah kebuntuan.
"Ini nanti saya berjanji buka puasa bersama dengan Viola di kantor." pelan Dede menjawab.
"Memang Viola puasa ?" selidik Pak Edy.
"Kadang memang banyak bolong sih pak." jawab Dede lirih.
"Nasehati Viola, Dede, kamu kan sering bekerja bersama Viola." seru Pak Edy.
"Itulah pak. Viola sering membantu menyelesaikan tugas-tugas yang Bapak berikan kepada saya. Viola juga pandai bergaul dengan rekanan. Sepertinya banyak rekanan yang cocok berkomunikasi dengan Viola. Banyak pekerjaan saya yang menjadi lancar setelah Viola datang. Tapi ..." tiba-tiba Dede menghentikan ceritanya.
"Tapi apa De ?. Bilang saja terus terang kepada saya. Kalau kalian memang baik baik saja, kan bagus untuk kantor." lanjut Pak Edy.
"Itulah pak. Saya tidak ingin kehilangan Viola, pak. Saya sudah sangat tergantung pada Viola. Hanya saja akhir-akhir ini Viola terkadang suka di luar batas." seru Dede.
"Tunggu dulu. Memang Viola mau ke mana, kok kamu jadi seperti kehilangan gairah begini." seloroh Pak Edy.
"Viola nggak ke mana mana pak. Tapi saya takut, kalau Bapak tahu tingkah laku Viola, Bapak bisa marah dan memindahkan Viola ke tempat lain. Terus terang pak, saya saat ini punya kewajiban membayar angsuran ke bank yang cukup besar. Sementara Viola yang dapat membantu saya menatasi hal itu. Maaf pak, saya minta ijin ke kantor, karena saya harus menemani Viola berbuka." seru Dede.
Masya Allah, sampai begitu kesetiaan Dede terhadap Viola. Padahal Viola di kantor itu masih terhitung yunior Dede. Dede itu bawahan Pak Edy. Tapi Dede bukannya takut kepada Pak Edy, Dede malah takut kepada Viola. Dunia Terbalik. Â Â Â Â Â
Suatu hari Pak Edy memanggil Dede ke ruangannya. Panjang lebar Pak Edy mengajak Dede diskusi. Lalu Pak Edy mengajak Dede berdua pergi ke rumah mbak Wahyu. sampai di rumah mbak Wahyu, mereka bicara sebentar, karena mbak Wahyu sendirian, Viola masih kerja di kantor.
Pagi itu selepas sholat subuh mbak Wahyu dikagetkan dengan pulannya Viola. Viole mengetuk pintu keras-keras. Tidak biasanya Viola sampai begitu. Tapi mbak Wahyu dengan tegar membukakan pintu untuk Viola.
"Sudah sholat subuh Viola ?" tanya mbak Wahyu.
"Belum, Bu. Ini Viola baru mau sholat." jawab Viola.
"Sholatlah. Habis sholat ibu mau bicara. Penting." seru mbak Wahyu.
Sehabis sholat, Viola menghadap mbak Wahyu, ibu kandungnya.
"Ada apa Bu ?" tanya Viola.
"Ibu ingin umroh. Bisa Viola carikan uang ?" seru mbak Wahyu.
"Umroh." kaget Viola mendengar permintaan mbak Wahyu. Tapi hal itu hanya berlangsung sebentar. Sampai saat ini hanya kata kata mbak Wahyu yang didengar Viola. Mbak Wahyu selalu mendoakan Viola. Viola saja yang sering meleng. Â Viola tahu persis hal itu. Tapi berangkat umroh, bukan sedikit biaya yang harus disiapkan, pikir Viola.
"Boleh, Viola istirahat dulu Bu ?" tanya Viola.
Mbak Wahyu hanya bisa mengangguk kecil, sambil menahan air mata yang akan menetes. Mbak Wahyu  memandang Viola yang pergi ke kamarnya. Nampak oleh mBak Wahyu, Viola mengangkat hp, sambil berjalan ke arah kamarnya.
Suatu hari Dede kembali menjumpai Pak edy di rumahnya dengan tergopoh-gopoh.
"Ada apa De ?" sergah Pak Edy.
"Viola resign, pak. Katanya ingin membuka laundry kiloan di rumah." seru Dede.
"Lho bukannya kemarin mbak Wahyu, ibunya Viola baru saja pulang dari umroh ?" tanya Pak Edy.
"Itulah, pak. sepulang ibunya dari umroh, Viola minta resign dan ingin membuka usaha sendiri. Selama ibunya di tanah suci, Viola juga berlaku aneh, pak." seru Dede.
"Aneh. Apanya yang aneh De ?" tanya Pak Edy penasaran.
"Sepulang tugas dari luar kota, Viola mengembalikan uang dinas sisanya. Viola pun sekarang menjadi pendiam, pak." lanjut Dede.
"Apanya yang aneh De. Kalau banyak yang seperti Viola kan malah bagus untuk kinerja kantor. Â Ada penghematan pengeluaran. Itu prestasi lho De." tegas Pak Edy.
"Kacau pembukuan, pak." seloroh Dede.
 Pak Edy senyum senyum di "Pondok Petir"nya. Sambil memandang di kejauhan, Pak Edy membaca tasbih berkali-kali. Nampak di depan Pak Edy bayangan cahaya umroh mbak Wahyu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H