Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Zidane atau Conte, MU?

28 Agustus 2018   04:09 Diperbarui: 28 Agustus 2018   04:34 1026
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MU kalah lagi. Namun kali ini lebih menyesakkan, karena MU dikalahkan di Old Tarrford, kandang MU. Hotspur yang jarang menang dengan MU di Old Trafford sejak 2014, mampu membungkam MU. Harry Kane sebelum laga dimulai memang sudah menyatakan Hotspur saat ini sudah merupakan klub besar di Liga Primer Inggris.

Pochettino juga menantang skuad Hotspur untuk memenangkan laga melawan MU. MU sekali pun tidak menampilkan pragmatisme statis, atau parkir bus, namun tetap dalam posisi bertahan dengan ketat dan sesekali melakukan serangan balik. Hotspur di babak pertama seperti belum dapat mengembangkan permainan.

Namun di babak ke dua Hotspur mulai beringas. Diawali sundulan Kane yang berbuah gol dari operan tendangan sudut pertama Hotspur. Kemudian tambahan 2 gol lagi dari Lucas, membuat bayang bayang masa kelabu MU bersama musim ke tiga Mou makin menjadi nyata. 

MU hanya tinggal menunggu waktu untuk melepas Mou. Suatu keputusan rasional harus dilakukan MU, jika tidak ingin MU makin tenggelam dengan Mou. Suatu hal yang paling krusial dari keputusan MU melepas Mou adalah siapa suksesor Mou ? Zidane atau Conte ?

MU memang masih dapat bersabar untuk melihat Mou bersantai ria dengan MU, karena laga Liga Primer Inggris baru memasuki minggu ke dua. Namun MU harus belajar dari pengalaman bagaimana performance Mou di musim ke tiga. Mou merupakan manajer hebat yang bukan saja penuh perhitungan di lapangan bola, tetapi juga di sisi lain.

Pragmatisme Mou bukan saja dipraktekan di lapangan bola, tetapi juga dalam menangani kontrak dengan klub. Hal itu dapat dilihat dari pola musim ke tiga Mou yang lebih sering suram dari pada musim pertama atau musim ke dua, walaupun Mou sudah diikat kontrak dengan klub yang diasuhnya. MU tinggal memilih pola Madrid, atau pola Chelsea. Namun walaupun perlahan lepasnya Mou dari MU sudah suatu hal yang boleh dikatakan hampir pasti.

Prestasi Mou di Madrid sebetulnya lebih luar biasa dari pada prestasi Mou di MU. Mou berhasil membuat Madrid menghentikan dominasi Barca bahkan Pep Guardiola di La Liga. Mou bahkan berani memunculkan gelaran The Only One, setelah Mou berhasil membawa Madrid menjuarai La Liga, yang sebelumnya lama didominasi Barca.

Padahal sebelum Mou berhasil membawa Madrid meraih juara La Liga, Mou pernah menasbihkan diri sebagai The Special One.  Mou dapat membawa klub Porto sebagai Juara Liga Portugal sekaligus Juara Liga Champions. Mou juga berhasil membawa Chelsea meraih gelar bergengsi sebagai Juara Liga Primer Inggris, walaupun belum berhasil membawa Chelsea menjadi Juara Liga Champions.

Mou juga berhasil membawa Inter sebagai juara Serie A Liga Italia sekaligus juara Liga Champions. Dengan begitu banyak prestasi Mou di masing-masing liga di tiga negara, Mou boleh menepuk dada sebagai The Special One.

Setelah Mou berhasil membawa Madrid menjadi juara La Liga, maka prestasi Mou pun bertambah kinclong. Mou sudah berhasil membawa klub yang diasuhnya menjadi juara Liga di 4 negara yang berbeda. Wajar kalau Mou kemudian berani mengatakan dirinya sebagai The Only One.

Mou menjadi incaran Perez begitu memenangkan Inter menjadi juara Liga Champions. Perez beranggapan bahwa Mou akan dapat mengatasi prestasi Madrid yang tidak kunjung moncer.

Sebagai manajer Mou sangat menjanjikan bagi klub mana pun untuk mendapatkan prestasi gemilang. Apalagi sewaktu Mou menjadi manajer Inter, Inter bukan saja menjadi juara Liga Champions, tetapi juga mampu mengalahkan Barca di babak KO. Hal itu yang membuat Perez mau menunggu di luar stadion untuk meminta Mou menjadi manajer Madrid, begitu Inter meraih juara Liga Champions.

MU barangkali mempunyai harapan yang sama, ketika akhirnya memilih Mou untuk menjadi manajer MU di musim 2015-2016. MU begitu tidak kunjung bangkit, setelah ditinggal Opa Fergie. Di samping itu, MU merasa bahwa si tetangga berisik City sudah memilih Pep Guardiola untuk menjadi manajer.

MU beranggapan hanya Mou yang dapat mengatasi City dan Pep Guardiola. Apalagi Mou memang menunjukkan minat yang besar untuk menangani MU. Jika MU merekrut Mou menjadi manajer, maka Mou akan menjadi kompetitor yang sangat kuat terhadap Pep Guardiola, seperti halnya ketika Mou juga berhasil mematahkan dominasi Pep Guardiola di Barca, seperti sewaktu Mou dan Pep Guardiola berkarier di La Liga.

Bahkan Mou sebetulnya sudah mencium jika Pep Guardiola akan melatih MU sewaktu Mou masih menjadi manajer Madrid. Mou pun berjabat tangan dengan Perez dan membuat kesepatan bersama, untuk tidak lagi berkerjasama. Mou lepas dari Madrid bebas fee. Walaupun kontrak Madrid dengan Mou belum selesai.

Mou kemudian mengejar Chelsea yang dulu pernah menjadi klub yang diasuhnya. Mou bermaksud akan bertarung dengan Pep Guardiola jika, Pep Guardiola menjadi manajer MU. Tidak dapat dipungkiri bahwa Opa Fergie lebih condong ke Pep Guardiola dari pada dengan Mou. Namun ternyata Pep Guardiola memilih Bayern sebagai klub ke dua setelaha menangani Barca.

Namun pertarungan Mou dengan Pep Guardiola, justru terjadi di ajang Piala Super Eropa. Ketika Mou dan Pep Guardiola sama-sama baru menjadi manajer klub. Mou baru saja dipercaya menangani Chelsea sedangkan Pep Guardiola baru saja menjadi manajer Bayern.

Sebelum mengawali musim 2013-2014, Bayern baru saja meraih gelar Juara Liga Champions dan Chelsea juga baru saja berhasil menggondol Juara Piala Eropa. Tak pelak lagi Mou pun terlibat pertarungan adu taktik dan strategi dengan Pep Guardiola di ajang Piala Super Eropa.

Pertarungan Chelsea dengan Bayern di ajang Piala Super Eropa yang berlangsung dramatis itu dimenangkan Bayern. Pertarungan Mou dan Pep Guardiola tidak berlanjut setelah itu.

Pertarungan antara Mou dan Pep Guardiola nampaknya akan berlanjut ketika Mou dan Pep Guardiola kembali berada di Liga Primer Inggris. Mou pada periode ke dua di Chelsea, memang tidak berhasil membawa Chelsea meraih juara di ajang Piala Super, begitu juga di Liga Champions. Namun Mou berhasil membawa Chelsea meraih Juara Liga Primer Inggris musim 2014-2015.

Begitu juga dengan Pep Guardiola, juga berhasil meraih hasil bagus untuk Bayern di Bundesliga. Namun Mou dan Pep Guardiola tidak berhasil membawa klub masing-masing menjadi Juara Liga Champions. Walaupun begitu bisa jadi Mou memang masih yakin dapat bersaing keras dengan Pep Guardiola, di Liga Primer Inggris.

Begitu terbetik berita Pep Guardiola akan berhenti dari Bayern dan kemungkinan besar akan menjadi manajer City, Mou mulai memunculkan sindrom musim ke tiga di Chelsea. MU pun beranggapan bahwa Mou merupakan orang yang paling tepat untuk menjadi manajer, yang dapat menandingi City, setelah Mou diputus tidak menjadi manajer Chelsea.

Namun pertarungan Mou dengan Pep Guardiola tidak berlangsung di Liga Primer Inggris. Pada musim 2016-2017 ketika Pep Guardiola baru mulai menjadi manajer City dan Mou menjadi MU, jutsru yang mencuat adalah kedatangan Conte di Chelsea. Conte begitu energik di lapangan. Pep Guardiola yang yakin selalu sukses membawa klubnya menjadi juara Liga, seperti halnya Barca di La Liga dan Bayern di Bundesliga, nampaknya kewalahan di pertengan musim.

Namun Pep Guardiola masih berhasil mendorong City di The Big Four di Liga Primer Inggris. Begitu juga halnya Mou. Mou juga tidak berhasil membawa MU meroket, MU juga masih di luar The Big Four. Namun MU berhasil menjadi Juara Liga Eropa. Suatu hal yang membanggakan MU, karena pada tahun itu, juara Liga Eropa, dapat langsung menjadi peserta Liga Champions.

Hal tersebut berdampak positif bagi Liga Primer Inggris, karena Inggris mendapat  jatah tambahan MU sebagai peserta Liga Champions, sebagai hadiah bagi Juara Liga Eropa untuk pertama kalinya. Awal muism 2017-2018, menjadi musim MU yang sangat bersemangat dan penuh motivasi dengan manajer Mou.

Inggris dapat mengirimkan 5 klub setelah Chelsea juara Liga Primer Inggris, Hotspur peringkat ke dua, City peringkat ke tiga dan Liverpool peringkat ke empat, masih ada MU juara Liga Eropa. Mou bahkan terlihat akrab dengan Pep Guardiola. Pep Guardiola mendorong MU untuk menjadi juara Liga Eropa, bahkan seolah terlibat "persengkongkolan" dengan Mou untuk menahan laju Arsenal supaya tidak masuk dalam the big four.

Mou nampaknya justru sering 'rame' dengan Conte. Conte ketika menjadi manajer Chelsea terakhir, sebelum dipecat juga mampu mengalahkan Mou di Piala FA tahun 2018. Barangkali itu yang menjadi pertimbangan MU menempatkan Conte menjadi salah satu kandidat suksesor Mou di MU, selain Zidane.

Bagaimana MU akan memilih suksesor Mou antara Zidane dan Conte ?

Kalau memang MU akan mengganti Mou dan akan memilih antara Zidane dan Conte, maka perlu pertimbangan yang esktra hati-hati. Jangan sampai semangat besar dan motivasi tinggi waktu menentukan Mou menjadi manajer MU terulang kembali. Mou sekalipun sering terlihat "rame" dengan Conte, namun baik Mou dan Conte mempunyai prinsip sepakbola bertahan.

Beda dengan Zidane, yang cenderung menyukai permainan sepakbola menyerang, walaupun tidak menafikan pertahanan. Memang Zidane lebih pragmatis dari pada Pep Guardiola. Namun Zidane jelas masih sering dominan menyerang dari pada Mou. Madrid menjadi saksi bagaimana Zidane sudah berhasil menjadi juara Liga Champions 3 kali berturut-turut.

Mou tidak mampu membawa Madrid juara Liga Champions. Bahkan sindrom musim kelabu musim ke tiga Mou, itu diawali pada saat Mou menjadi manajer Madrid.

Nah, kembali kepada MU. Kalau MU yang mempunyai karakater sepakbola menyerang, harus memilih antara Zidane dan Conte, maka MU tidak boleh salah pilih lagi. Namun memang masalah krusialnya adalah bagaimana melepas Mou dari MU. Apakah pola Madrid bebas fee atau Chelsea yang harus membayar fee sangat besar? Karena Mou sudah mengisyaratkan akan meninggalkan MU jiika ada klub yang merekrutnya.

Itu berarti sinyal Mou untuk MU namun dengan pola Chelsea, jika ingin melepas Mou. Saat ini terpulang kepada MU, mau membuktikan musim kelabu musim ke tiga Mou sampai kapan ? Karena kalau untuk suksesor Mou, MU tinggal memilih Zidane atau Conte, untuk manajer yang sedang tanpa klub.  

Jadi dengan kekalahan telak MU 0-3 dengan Hotspur di Old Trafford lagi, mau pilih mana  untuk suksesor Mou ? 

Zidane atau Conte, MU ?

sumber: https://www.bola.net/
sumber: https://www.bola.net/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun