Airlangga Hartato berhasil menggantikan SN menjadi Ketua Golkar. Sungguh mengherankan langkah Airlangga menjadi Ketua Golkar dapat berlangsung mulus. Golkar merupakan partai yang mempunyai banyak faksi. Golkar juga sangat taat pada mekanisme demokrasi dengan dinamis. Begitu dinamisnya demokrasi di Golkar sehingga dalam perjalanannya sangat pragmatis dalam berbagai hal. Pragmatisme Golkar juga sangat dinamis sehingga memberikan peluang besar terjadinya pola transaksional. Bagaimana Airlangga mampu menggulung pragmatisme Golkar adalah suatu hal menarik ? Namun jika memang akhirnya Airlangga berhasil mulus sebagai Ketua Golkar, sampai kapan Airlangga bertahan ? Apakah Airlangga akan membawa perubahan pada Golkar ?
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan Airlangga sangat dipengaruhi oleh restu. Sulit untuk dapat menghindari pragmatisme dinamis yang membuka peluang terjadinya transaksional. Kekhawatiran politik transaksional akan dapat mengganjal Airlangga menjadi Ketua Golkar. Oleh karena itu politik pencitraan sebagai pemimpin bersih, perlu didukung dengan restu. Paling tidak restu dapat menjadi barier munculnya gelombang badai transaksional. Maka info info positif tentang Airlangga membanjiri publik. Begitu juga palu palu restu Thor pun berhamburan.
Munculnya Nasdem, Gerindra dapat menggambarkan friksi di Golkar. Kompetisi Agung Laksono dengan Abu Rizal menegaskan masih kuatnya friksi friksi do Golkar. Sungguh sangat luar biasa Airlangga dapat mulus menggulung friksi friksi di Golkar, sehingga mampu menjadi Ketua Golkar lewat Rapimnas bahkan ada kecenderungan mendorong pelaksanaan Munaslub hanya untuk mengesahkan Airlangga sebagai Ketua Golkar.
Begitu dinamisnya Golkar dalam berdemokrasi bahkan sempat menjadi kebanggaan konstituen Golkar yang sempat ketar ketir pada awal awal reformasi. Pada kepemimpinan Akbar Tanjung Golkar bahkan berani mengadakan konvensi calon Presiden. Dampak positif langkah kreatif dan inovatif Golkar tersebut mendapat sambutan besar dari konstituen Golkar dengan ditunjukkannya kekuatan Golkar sebagai pemenang pemilu pada tahun 2004.
Bagaimana peluang Titik Suharto untuk menjadi Ketua Umum Golkar. Pada kondisi Golkar saat ini, romantisme akan kandas di Golkar. Titik Suharto yang berjanji untuk mengembalikan Golkar pada akarnya seperti zaman pak Harto telah diambil alih oleh Airlangga. Airlangga berhasil meyakinkan penguasa kalau Airlangga lah yang mampu membawa Golkar untuk perubahan. Airlangga juga dianggap figur yang akan membawa Golkar dengan adem ayem. Peluang Titik Suharto menjadi semakin tertutup. Ya kalau memang maunya semua sudah seperti, saya ikut saja, begitu romantisme Titik Suharto.

Namun apakah suara suara berisik di Golkar akan menghilang. Atau muncul konsensus pragmatisme dinamis, Airlangga boleh mulus diterima sebagai Ketua Umum Golkar, namun kalau tidak berhasil memenangkan Pilkada 2018 bisa saja Airlangga akan diganti. Bahkan kalau Airlangga tidak mampu memenangkan calon calon Golkar di Pilkada 2018 akan muncul kekhawatiran Golkar juga akan merosot di Pileg 2019. Â Gerindra sudah bersiap-siap menyalib perolehan suara Golkar, tentu begitu juga dengan Perindo.
Bagaimana Airlangga akan mengatasi semua itu. Bukan sekarang saat memikirkannya. Saat ini palu Thor sudah ditangan Airlangga. Bukan hanya Presiden JokoWi yang hadir pada pembukaan Munaslub Golkar, tetapi juga Megawati dan pak Habibie. Jalan mulus Airlangga menjadi Ketua Umum Golkar sudah tak terbendung.
Quo Vadis Airlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H