Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Terharu Lihat Ending Sorot Lampu Itu

11 Oktober 2016   20:06 Diperbarui: 11 Oktober 2016   20:32 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa boleh buat, memang bintang film itu cantik. Termasuk melihat, bagaimana mereka, kaum muda mudi di barat itu, ngobrol, janjian makan malam. Namun tiba-tiba adegan itu menjadi tegang. Kita seperti dibawa oleh si pemuda untuk menemukan sebuah nilai. Ya. Sebuah nilai perjuangan. Dia. Pemuda dalam film itu, merasa terpanggil. Keputusan yang tidak mudah, karena harus mengajak kawan kawannya, untuk melakukan tugas berat. 

Kemudian ada adegan kesibukan yang sangat tinggi di sebuah kapal besar di laut. Beberapa adegan plot cerita terputus, karena konsentrasi ingin mengambil fokus kapan si pemeran cantik itu muncul lagi. Kondisi sudah begitu mencemaskan ketika jalan cerita, kapal besar di tengah laut tersebut, rusak karena hantaman gelombang. Ada usaha dari para pekerja kapal bahkan hanya melalui komunikasi dengan  mulut ke mulut dari bagian atas kapal sampai bagian bawah yang mengatur jalannya kapal. Ketegangan nampak begitu tinggi, jauh dari salam pramuka, walaupun yang dilakukan sama. Kompak dalam situasi mencekam. Si Pengatur jalannya kapal besar, sangat tegas dengan perhitungan, tidak mau percaya dengan keberuntungan.

"Tidak ada keberuntungan dalam hidup ini. Hasil dari usahalah, yang bisa membawa kita selamat dalam musibah ini." 

Kira-kira begitulah pegangan nilai dari Si Pengatur jalannya kapal besar.

Di sisi lain, si pemuda dengan perahu kecil mencoba menembus lautan.

Beberapa saat sebelum masuk ke dalam badai, ada kawannya bertanya:

"Kita sudah sejauh ini. Namun masih selalu ada jalan kembali. Bahaya di depan bisa tidak terkendali. Tetapi kalau memang hanya dengan nyali, kami tetap akan setia mendampingi."

Kira kira begitulah pernyataan salah seorang teman dari pemuda itu, yang melihat bahaya besar jika akan melanjutkan misi.

"Keberuntungan akan selalu ada, pada setiap pilihan jalan yang terpuji. Ini wilayah kita. Laut ini sudah kita kenal. Tugas kita memang di sini. Orang orang itu perlu pertolongan kita. Mari kita bulatkan tekad, melanjutkan misi terpuji ini."

Kira kira begitulah nilai yang ditawarkan si pemuda.

Terdapat dua perbedaan antara nilai si pengatur kapal besar dengan si pemuda penolong dengan kapal kecil.

Si pengatur kapal besar tidak percaya keberuntungan. Lebih percaya kepada usaha keras, perhitungan yang matang, akan membawa hasil.

Si pemuda penolong dengan kapal kecil percaya kepada keberuntungan. Badai besar di laut, bukan bahaya yang harus selalu menjadi perhitungan. Merekalah yang lebih kenal wilayah itu, tentu termasuk bagaimana menghindari bahaya gelombang besar yang akan menghantam mereka. Keyakinan akan menjalankan tugas mulia, bahwa hanya mereka yang dapat menyelamatkan para awak kapal besar yang sedang tersesat karena terhantam gelombang.  

Di darat ada adegan si gadis ribut dengan pimpinan pelabuhan. Si gadis minta dikawinkan dengan si pemuda, sekaligus minta pimpinan pelabuhan memanggil pulang si pemuda. Adegan beberapa kali berganti, tapi kamera sulit fokus untuk mengambil foto si Gadis. 

Ketegangan semakin tinggi ketika kapal besar itu akhirnya kandas. Perhitungan matang dan kemampuan tinggi si pengatur jalannya kapal besar, kalah oleh besarnya hantaman gelombang. 

Sementara si pemuda dengan kapal kecilnya, mengarungi bahaya menembus gelombang besar yang datang bergulung gulung. 

Singkat cerita, si pemuda akhirnya sampai di kapal besar. Ketika harus memutuskan apakah semua orang akan diangkut atau hanya sebatas aturan beberapa orang yang harus diangkut. Kembali si pemuda mengambil resiko besar. 

"Ayolah. Delapan dua belas itu hanya aturan, supaya aman berlayar. Tapi kalau tidak kita angkut semua, para awak kapal besar itu, mereka akan celaka." seru si pemuda pada kapal kecil.

Akhirnya mereka berlayar semua, dalam kegelapan malam di lautan yang luas. 

"Kita ikuti gelombang." seru si Pemuda di kapal kecil. Kapal besar yang ditinggalkan pun tenggelam.

Sementara di darat, si Gadis cantik, membawa mobilnya ke tepi pantai. Melihat hal itu, beberapa orang bahkan mungkin seluruh penduduk kota mengikuti si Gadis. Mereka beriringan menuju pantai. Si Gadis cantik memandang lurus ke depan. Hanya laut gelap yang nampak di sana. Namun si Gadis cantik tetap berharap, si pemuda akn kembali selamat. Lalu tiba-tiba si Gadis cantik menghidupkan lampu mobilnya. Sorot lampu mobil itu mengarah ke laut. Melihat hal itu seorang Bapak berteriak keras. 

"Kita ikuti Gadis itu. Hidupkan semua lampu mobil mobil kita."

Kontan pantai itu terang benderang karena sorot lampu mobil mobil itu. 

Adegan itu sungguh membuat saya terharu. Sorot lampu lampu itu membantu si pemuda untuk sampai ke arah pantai. 

Sedikit yang saya ingat tentang film itu. Rupanya itu film dari kisah nyata seorang panjaga pantai di AS. Pemuda itu berani bertaruh nyawa, mengarungi lautan dengan gelombang besar untuk menjadi penyelemat kapal yang sesat dan dukhawatirkan akan tenggelam. 

Namun bukan itu saja yang membuat saya terharu. Adegan lampu sorot itu, mengingatkan ending Balada Ki Difangir. Ketika Permaisuri Ming menyalakan lampu mobilnya, untuk mengetahui posisi Ki Ageng Batman dan mBak 00 weibe, yang sedang menyelamatkan nasib Slamet Raharjo Jati dan Setrum 35000 megawtt Adhieyasa Adhieyasa. Pujangga Halim bersama Bunda Lilik, juga menghidupkan lampu mobilnya, diiringi lampu lampu mniyak para penduduk di sekitar Tanah Perdikan Malembang di tepian Kali Gajah Wong.

Berikut adegan ending Buku Balada Ki Difangir: Aksi Calon Independen, mengenai sorot lampu itu.

+++

Tiba-tiba perahu oleng tetapi tidak lagi bergerak ke arah hilir, hanya bergeser-geser di tempat tergantung arus. Bukan hanya itu, rintik hujan pun turun lagi. Bulan Merah Saga sudah berubah menjadi Bulan Purnama. Namun yang tidak terduga-duga badan kapal tampak kelihatan memantulkan cahaya fluorisence.

"Ki Ageng Batman" Ada teriakan dari arah darat.

Tampak Permaisuri Mingset berteriak dari arah darat. Bersama Permaisuri Mingset, nampak Pujangga Halim, Bunda Lilik, Dusmin, Ijah, bersama penduduk sekitar Tanah Perdikan Malembang di Tepian Kali Gajah Wong berkumpul membawa obor. Sorot lampu mobil B 2103 PH yang berdampingan dengan mobil D 2103 PM menerangi arah sungai, mengenai perahu Ki Ageng Batman.

Di perahu, nampak berdiri tegak Ki Ageng Batman, mBak 00 Weibe, bersama dua orang pemuda gagah, Slamet Raharjo Jati dan Pangeran Pati Putra Mahkota Kerajaan Matraman raya Adhieyasa Adhieyasa.

Di udara Ki Koh Agile terharu melihat hal itu, dari piring terbang, sementara Pendekar Zontor masih beberapa kali mengusap ke dua matanya, seolah tidak percaya melihat apa yang terjadi.

Sementara mBah Kikuk dan Panembahan Jati nampak bersyukur, dapat menjadi saksi, Supermoon mengiringi peristiwa munculnya dua pemuda yang akan mengguncang dunia. Dunia Kerajaan Matraman Raya. Slamet Raharjo Jati yang akan menjadi aktor beken dan Adhieyasa Adhieyasa Pangeran Pati Putra Mahkota Kerajaan Matraman Raya.

Pekanbaru, 30 April 2016+++

Sungguh. Ending lampu sorot itu membuat saya terharu. 

doc.pri
doc.pri
    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun