"Oh, ya. Ayah. Bunda mari kita bersiap. Kita tinggal bertiga nih. Tante Ming, sudah terbang duluan ke Jawa, bukan ?. Satria pun mungkin sudah sampai Singapura. Di sana mungkin transit dengan SQ ke Belanda terus ke Swiss"
"Puput tak ingin merindukan Satria, Bunda."
"Kanda Halim, ayo cepat kita berangkat ke Rupat Utara", Bunda Lilik tahu putrinya sedang gundah. Katanya saja tak mau merindukan Satria. Padahal tatapan matanya kosong. Mana ada orang yang tidak rindu, tatapannya begitu. Puput harus dihibur nih. Bagus juga kalau berwisata ke Rupat Utara dulu, pikir Bunda Lilik.
Dari Pekanbaru, rombongan menuju Dumai. Kota pelabuhan yang merupakan bagian dari Provinsi Riau. Sesampai di Dumai, rombongan masuk ke antrian kapal roro yang akan menyeberangkan mobil mereka ke Rupat.
 [caption caption="Antrian masuk ke kapal roro Dumai Rupat"]
Setelah menyeberang ke Pulau Rupat. Perjalanan dilanjutkan lewat jalan darat menuju Destinasi wisata Rupat Utara.
Jalan di pulau Rupat sudah bagus. Nyaman sudah setingkat jalan nasional. Walaupun memang dari Rupat Selatan menuju Rupat Utara masih jauh. Belum seluruh jalan bagus, namun sudah relatif nyaman dan lebar. Sesampai di Rupat Utara, kami kecapaian langsung tidur.
[caption caption="Jalan di Rupat aspal setingkat jalan nasional"]
Sudah agak malam Putri Raisani terbangun. Di sebuah bangunan yang menjorok ke laut, samar Putri Raisani melihat ayahnya Pujangga Halim sedang ngobrol hangat dengan dua orang yang sepertinya Putri Raisani pernah kenal tapi di mana. Ayahanda Pujangga Halim ditemani oleh Bunda Lilik.
Tiba tiba salah seorang dari mereka menyapa Putri Raisani, bapak itu kebetulan kepalanya plontos.
"mBak Puput, mari gabung ke sini"