Raharjo Jarot:"Bilang saja, kok kulitnya putih, begitu, Sementara kulit saya hitam. Cucu Mo Gong ini, nggak mau terus terang. Bagaimana nanti acara kita bisa sukses kalau njenengan tidak mau menyatakan kebenaran yang ada. Semua mau diselimuti. Biar masyarakat tenang, damai. Ya. damai tapi gersang."
cucu Mo Gong:"Jadi itu bukan video tentang njenengan to, mas Slamet Raharjo Jarot ?"
Raharjo Jarot:"Bukan itu, Eros Jarot mungkin, adik saya ..."
cucu Mo Gong:"Oh ... begitu .. tho..."
+++++
Begitu mendapat info kalau Putri Biyan merajuk dan berusaha mencari Putra Mahkota Adhieyasa Adhieyasa, karena Ki Difangir, yang dikenal oleh Permaisuri Ming, sebagai calon independen yang didukungnya akan berkunjung ke Jepang, maka Permaisuri Ming segera memutuskan pulang ke Kerajaan Matraman Raya. Perjalanan Permaisuri Ming dengan Pujangga Halim, Bunda Lilik dan Putri Rasiani berakhir di bandrara SSQ II Pekanbaru, setelah mengantar Satria yang mendapat tiket sebagai peserta 4 wedding writing contest di Swiss. Permaisuri Ming mengkhawatirkan kondisi istana Kerajaan Matraman Raya yang pasti terjadi kekosongan koordinasi. Sesampai di istana Permaisuri Ming langsung masuk ke kamarnya, sewaktu dia menjadi permaisuri. Permaisuri Ming berpikir bahwa Putri Biyan sedang tidak berada di istana, apa salahnya kalau dia istirahat di kamar itu. Toh dulu itu juga merupakan kamarnya. Kamar Permaisuri Ming. Permaisuri Kerajaan Matraman Raya yang cantik jelita, cerdas, jujur, tegas dan lugas dalam berpendapat. Kecantikan Permaisuri Ming ada yang mengatakan bagai Matahari. Mengkilap. Ada yang mengatakan seperti batu pualam. Berkilauan. Permaisuri Ming tersenyum kecil mengingat semua itu. Karena capek, Permaisuri Ming lalu mandi di kamar mandi transparan yang biasa digunakan Putri Biyan mandi. Permaisuri Ming kembali merasakan kemewahan yang pernah dirasakannya dulu.
Di lain pihak, Ki Difangir kesal dengan adanya kesalahan yang terjadi dari petunjuk yang dia terima. Tadinya Ki Difangir bermaksud untuk berangkat ke Jepang dengan pesawat Kerajaan Matraman Air Force One, tetapi karena Putri Biyan tidak mendapinginya, Ki Difangir segan kalau harus menjawab berbagai pertanyaan. Oleh karena itu Ki Difangir memutuskan menggunakan penerbangan komersial dalam rencana kunjungannya ke Jepang, memenuhi undangan Miss Tami Zen. Namun entah apa yang terjadi di bandara, kok ternyata Ki Difangir diarahkan kepada penerbangan dalam negeri, padahal Ki Difangir bermaksud mengadakan kunjungan ke luar negeri. Karena kesal dengan kejadian  tersebut, akhirnya Ki Difangir memutuskan untuk menunda rencana kunjungannya ke Jepang. Ki Difangir pun pulang ke istana kerajaan Matraman Raya.
Sesampai di istana, Ki Difangir karena kesalnya, langsung masuk ke kamar bermaksud ingin istirahat. Sampai di dalam kamar, Ki Difangir mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Sontak hati Ki Difangir girang bukan main. Ternyata Putri Biyan telah kembali dan kini sedang mandi. Tidak sabar menunggu Putri Biyan selesai mandi, seperti biasa, walaupun Putri Biyan minta Ki Difangir untuk sabar menunggu, Ki Difangir langsung menghambur saja ke dalam kamar mandi transparan, sambil menjalin kemesraan. Tanpa disadari Ki Difangir tindakan cerobohnya itu, tanpa terlebih dahulu bertanya siapa yang ada di dalam. Karena Ki Difangir yakin bahwa tidak mungkin ada yang berani mandi di kamar mandi transparan Putri Biyan. Ki Difangir tidak tahu kalau yang sedang mandi adalah Permaisuri Ming. Begitu Ki Difangir menyadari kalau bukan Putri Biyan yang sedang mandi, Ki Difangir kaget. Apalagi mengetahui bahwa yang sedang berada di sana, adalah Permaisuri Ming, tanpa sadar Ki Difangir berteriak:
"Putri Sepuh", maksud Ki Difangir ingin menghormati Permaisuri Ming sebagai Bunda angkat Putri Ming, karena merupakan permaisuri Raja Armanda. Walaupun Putri Biyan adalah putri kandung Bunda Fitri istri Raja Armanda yang lain, tetapi kepada Permaisuri Ming, Ki Difangir harus menaruh hormat. Karena merasa Permaisuri Ming sudah lebih senior dari dirinya, namun karena Ki Difangir belum terbiasa belajar tatakrama di kerajaan Matraman Raya, maka Ki Difangir mencoba menyapa Permaisuri Ming dengan Putri Sepuh. Kecantikan Permaisuri Ming yang bagaikan batu pualam sempat membuat Ki Difangir resah, namun karena ingin menghormati tokoh senior, maka yang ke luar dari mulut Ki Difangir adalah Putri Sepuh.
Mendengar dipanggil Putri Sepuh oleh Ki Difangir, Permaisuri Ming sewot. Permaisuri Ming lupa kalau Ki Difangir pernah menjadi kebanggaannya, karena pandangan Ki Difangir sebagai calon independen. Permaisuri Ming yang baru saja merasakan kembali kejayaannya dalam kamar yang dulu merupakan kamar mandinya itu, begitu gusar mendengar kata sepuh yang ke luar dari mulut Ki Difangir. Dengan cepat diambilnya kimono yang terletak digantungan kamar mandi itu, sambil mengikatkan tali yang tidak terikat secara sempurna, karena tangan kanan Permaisuri Ming keburu menuding Ki Difangir, sambil berjalan ke arah luar. Ki Difangir yang terkejut dengan kejadian peristiwa  yang tidak terduga duga itu pun melangkah mundur ke luar dari kamar mandi.
Permaisuri Ming dengan sigap lalu ke luar dari kamar mandi dan segera menuju pintu kamar tidur Raja, kemudian dengan cepat mengunci kamarnya. Kemudian berbalik sambil masih menuding Ki Difangir, dengan gusar Permaisuri Ming marah besar: