Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Bola

Lawan Thailand, dengan Bermain Total: Bukan Total Football!

13 Juni 2015   18:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:04 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa Thailand lebih diunggulkan dari Timnas U-23, fisadari oleh banyak pihak. Namun peluang bertanding di semifinal SEA GAMES 2015 tentu tidak akan disia-siakan begitu saja oleh Timnas U-23. Perjuangan Timnas U-23 mencapai final boleh diacungi jempol, mengingat pada pertandingan pertama di babak penyisihan group, Timnas U-23 dipecundangi Myanmar 2-4. Timnas U-23 baru bangkit setelah pada pertandingan ke dua melawan Kamboja dengan motivasi yang sangat tinggi bahkan mampu melibas Kamboja 6-1. Setelah mengalahkan Filipina 2-0, Timnas U-23, juga mampu mengatasi Singapura 1-0. Kemenangan Timnas U-23 di 3 (tiga) pertandingan terakhir di babak penyisihan group menempatkan Timnas U-23 di runner up group A dan berhak maju ke semifinal. Namun dalam 3 (tiga) pertandingan kemampuan mencetak gol Yimnas U-23 semakin menurun, mampu melesakkan 6 gol ke gawang Kamboja, memasukkan 2 gol ke gawang Filipina dan hanya dapat membuat 1 gol ke gawang Singapura. Bahkan di dua pertadingan terakhir hanya Ecan Dimas yang mampu mencetak gol. Membuat 1 gol di menit-menit terakhir lawan Kamboja, memborong 2 gol dengan Filipina di menit-menit awal, dan membuat 1 gol di babak ke dua saat mengalahkan Singapura untuk melaju ke semifinal. Bandingkan dengan muncul Muklis yang mampu mencetak hatrick, dan kemampuan Dani mencetak gol di pertandingan awal babak penyisihan group. Kemampuan Evan Dimas dalam mencetak gol di laga-laga terakhir di samping membanggakan, juga dapat dipandang suatu kemunduran.

Hal ini perlu disadari oleh Timnas U-23, karena dalam laga semifinal melawan Thailand, harus ada perubahan yang mendasar dalam memainkan strategi mengolah bola, supaya Timnas U-23 dapat bermain taktis, namun tetap mengandalkan power dan permainan mengocek bola. Manajer Chelsea, Mou, merupakan pelatih yang sangat pragmatis dalam menghadapi setiap pertandingan. Mou sudah menorehkan prestasi yang luar biasa di berbagai klub yang dipimpinnya. Memenangi Liga Champions bersama Porto dan Inter Milan, menyabet piala Liga dengan Chelsea di BPL, menyabet treble winner dengan Inter Milan di Italia, merupakan bukti bahwa Mou, dengan pola pragmatisnya mampu menunjukkan suatu prestasi sebagai seorang manajer yang mumpuni. Berbeda dengan Mou, Pep memilih sepakbola menyerang, pemain diarahkan untuk menguasai bola dengan operan pendek. Sepanjang bola banyak dikuasai pemain, maka kemenangan akan dapat diraih. Barca malang melintang pada periode di bawah pimpinan Pep. Periode sukses Pep dalam membawa Barca bisa jadi mejadikan Pep salah seorang manajer handal tingkat dunia. Sepakbola menyerang masih menjadi alternatif bagi beberapa pelatih di belahan dunia. Bagi Pep sepakbola menyerang seolah seperti harga mati. Dignity begitu pendapat banyak orang. Meskipun di awal menangani Bayern yang baru saja memenangi Liga Champions, Pep berhasil menundukkan Mou dalam pertarungan bergengsi memperebutkan Piala Super, karena Chelsea merupakan juara Piala Eropa pada musim yang sama, namun Pep gagal membawa Bayern di Liga Champions 2 musim berturut-turut setelahnya. Kelemahan Pep yang tidak ingin memainkan sepakbola bertahan, masih banyak disesali sebagian orang.

Dikhawatirkan Aji Santoso akan nekad juga memainkan gaya sepak bola menyerang dalam menghadapi Thailand. Kalau itu yang terjadi, pada semifinal SEA GAMES 2015 ini Timnas U-23 akan mengalami kekalahan besar saat berhadapan dengan Thailand. Kecepatan berlari pemain Thailand lebih dari Timnas U-23. Kekuatan pertahanan Thailand juga lebih memadai dari pada Timnas U-23,. Laga Vietnam melawan Thailand sudah mengisyaratkan hal itu. Kalau Timnas U-23 ngotot akan melawan Thailand sengan pola menyerang seperti pola permainan di babak penyisihan, maka dapat dipastikan pengalaman pahit ketika melawan Myanmar akan kembali terulang. Lalu bagaimana strategi yang harus digunakan Timnas U-23 dalam bertanding melawan Thailand ?

Keberhasilan Juventus menembus final Liga Champions bisa menjadi pelajaran berharga, karena Juventus secara efektif dan pragmatis, mampu bukan saja mengalahkan Madrid di semifinal Liga Champions dan mampu mengimbangi Barca di final. Juventus kalah dengan terhormat setelah bermain seru dan menegangkan melawan Barca. Atlletico Madrid berhasil ke puncak baik di La Liga maupun di Liga Champion walaupun belum berhasil menjadi Juara Liga Champions, namun Atletico Madrid pernah mampu mempecundangi Barca musim lalu. Musim ini Barca kembali ke momentum emasnya sejak terpuruk tahun 2012. Musim dengan Barca baru, bukan hanya bermain menyerang, tetapi juga mulai mantap bertahan, masih ditambah lagi trisula baru MSN yang menghantui setiap lawan Barca.

Timnas U-23 bisa jadi tidak ingin mengikuti permainan taktis Juventus. Pilihan dengan pola Barca baru, juga riskan karena walaupun sudah berangsur dilakukan pada 3 pertandingan terakhir. Hanya masih terasa belum tajam di daerah pertahanan lawan. Pilihan bertahan agresif seperti Atletico mungkin patut dipertimbangkan, namun akan menyangkut kesulitan yang biasanya akan dijumpai pada setiap tim yang akan merubah pola permainan. So pilihan yang mana pun bagi Timnas U-23 dalam menghadapi Thailand, akan tetap ada kendala serius. Jadi kalau tidak ingin bermain pragmatis, dan tetap ingin bermain menyerang, lawan Thailand dengan bermain total, bukan total football.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun