Mohon tunggu...
MJK Riau
MJK Riau Mohon Tunggu... Administrasi - Pangsiunan

Lahir di Jogja, Merantau di Riau

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jangankan ke Jogja, ke Menado Pun Boleh!

3 Februari 2014   18:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari di seberang sana terdengar suara manja dari Si Cantik Bungsu: "Tiket untuk Adik pulang ke Pekanbaru sudah ada belum. Nanti jadinya pakai maskapai apa ? "Adik mau pilih yang mana ? Kalau mau pulang sore hari dari Semarang, sehingga Adik lebih leluasa sebelum berangkat ke airport, pakai pesawat ini. Dengan catatan sampai di Pekanbaru malam hari, memang harganya bersaing, tetapi sampai di Pekanbaru harus dijemput. Kalau mau berangkat pagi-pagi sekali, Adik bisa Bapak belikan tiket pesawat itu. Memang masih bersaing harga tiketnya, tetapi Insya Allah siang hari, Adik sudah sampai di Pekanbaru. Tidak perlu ada jemputan di bandara SSQ II Pekanbaru. Kalau pun Abangmu bisa jemput di Bandara, mungkin perlu konfirmasi dulu dan juga harus sabar menunggu, karena Abangmu kan belum lama kerja di kantor itu. Bisa jadi seperti sewaktu akhir tahun kemarin, Abangmu tidak dapat beringsut dari ruangannya, karena dia bekerja dengan sistem dan ada tenggat waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Perasaan Bapak dulu tidaklah sesibuk Abangmu itu, walaupun kantornya sama. Namun dapat dimaklumi skill Abangmu memang berbeda dengan Bapak. Bapak lebih sering membuat laporan dinas dan bahan untuk makalah bos dalam rangka memenuhi undangan, Abangmu tenaga akuntan. Lebih keren Abangmulah", jawab saya. "Memang selain dua pilihan itu, tidak ada pilihan lain, Pak ?", seru Si Cantik Bungsu di seberang. "Adalah. Tapi yang premium. Mau pulang ke Pekanbaru naik pesawat yang harga tiketnya premium ? Boleh, tapi mulai besuk, semua biaya kost dan lain-lain, minyak untuk mobil, motor atau apa saja, bayar sendiri. Kan sudah punya tabungan lumayan besar!", seru saya. "Ya, enggak lah. Adik pengin nabung untuk hari depan", jawab Si Cantik Bungsu. "Okey. Jadi pilih yang mana ? Berangkat sore atau berangkat pagi. Masing-masing ada resiko!" kata saya. "Yang berangkat pagi saja, Pa. Kalau masih siang sampai di Pekanbaru, kalau Abang nggak bisa jemput, Adik kan masih bisa naik taksi", seru Si Cantik Bungsu. "Boleh", kata saya. Beberapa hari sesudah itu, sesampainya di Pekanbaru, ada bel lagi dari seberang. Tentu masih dengan suara manjanya. "Tiket Adik ke Semarang, sudah dipesan belum, Pak ?" terdengar nada cemas dari Si Cantik Bungsu. "Oh, ya. Adik mau pilih yang mana ? Yang berangkat siang dari Pekanbaru, sampai di Semarang malam, atau berangkat agak pagi tetapi sampai di Seamarang mungkin masih agak sore ?", seru saya. "Terserah sajalah, pokoknya Adik mau ke Semarang beberapa hari sebelum ujian, karena masih ada persiapan yang harus Adik kerjakan selain persiapan untuk ujian. Ya. Ini resiko. Dosen Adik kemarin ada yang berangkat Umroh, jadi beliau belum dapat memberikan ujian sesuai jadwal. Atau kata Mama, bagaimana kalau Adik pulang lebih cepat dari jadwal. Khawatir dekat-dekat dengan Imlek, harga tiket nanti melambung", kata Si Cantik Bungsu. "Boleh, tapi harus pilih yang mana, baru bisa Bapak eksekusi. Berangkat pagi atau siang ?", tanya saya. "Pagi sajalah, Pa", seru Si Cantik Bungsu. Yah, setelah sembuh dari sakit, Alhamdulillah, Si Cantik Bungsu tetap mau dan dapat melanjutkan kuliahnya di Semarang. Tadinya saya sempat khawatir, apa ya, peluang itu harus dibuang begitu saja, karena Si Cantik Bungsu tidak pernah hidup berpisah dengan orang tua. Sungguh sangat disayangkan kalau hal itu terjadi. Sudahlah sangat besar biaya pengobatan yang harus dipikul oleh orang tua, Si Cantik Bungsu tidak kerasan pula tinggal di rantau. Seolah hidup bagi Si Cantik Bungsu itu hanya di Pekanbaru. Kasihan sekali anak Bapak, kalau sampai seperti itu. Beberapa kali saya sarankan untuk mengajak kawan-kawannya jalan-jalan, makan di mana, biar tambah dekat. Jangan segan membayarkan makan kawan-kawanmu. Insya Allah Adik nanti bisa lebih kerasan di Semarang. Ajak kawan-kawanmu jalan-jalan naik mobil. Biar Adik punya teman ngobrol, ngerumpi, curhat atau apa sajalah. Adik lebih tahu bagaimana bergaul dengan kawan-kawan seuisa Adik. Bapak kan udah telmi bukan sekarang saja, bahkan dari dulu. Maklum tiap bulan pada saat Bapak masih kelas 3 SMA, uang saku Bapak, hanya seribu rupiah. Itu pun yang 900 rupiah sudah untuk bayar SPP. So tinggal 100 rupiah lah, Bapak pegang uang, satu bulan sekali! Ke sekolah yang jauhnya hamper lebih dari 6 km dari rumah pun Bapak harus rela berjalan kaki. Belum lagi, muka Bapak jerawatan. Bisa Adik membayangkan bagaimana susahnya, Bapak dulu hidup di Jogja ? Itu kan dulu, pa. Begitu kata anak-anak kalau diberitahu, bagaimana orang tua mereka dulu hidup susah. Begitu inginnya kami memberikan yang terbaik untuk anak-anak, paling tidak janganlah mengalami kesusahan yang sama dengan yang pernah dialami oleh orang tuanya di masa muda, sampai-sampai mereka tidak pernah mau meninggalkan kami jauh-jauh. Apalagi untuk kuliah. Kebetulan saja, Si Cantik Bungsu diterima di Semarang, Alhamdulillah mendapat beasiswa lagi. Tetapi ya itu, kelihatannya dunia Si Cantik Bungsu hanya Pekanbaru dan Semarang saja. Suatu hari ada ponakan yang kebetulan bekerja di Gorontalo, setelah beberapa waktu tidak ada kontak.  Dulu sebelum berkeluarga, ponakan itu pernah mendapat pekerjaan dari perusahaan Jakarta untuk melaksanakan proyek pembangunan jalan di Riau. Pekerjaan itu merupakan proyek Multiyears yang dapat langsung secara terus menerus dikerjakan tanpa harus menunggu proses pengesahan anggaran dari DPRD setiap tahunnya, karena sudah diperkuat dengan MoU antara pemerintah Daerah dengan DPRD setempat. Mengingat itu proyek besar dan memerlukan waktu beberapa tahu, ponakan itu diharapkan dapat kuliah ambil S1 di PTS dekat rumah saja. Bahkan kalau mau mencari jodoh bolehlah tinggal serumah dengan kami. Begitu ditannya sanggup menabung berapa dalam satu bulan, lima ratus ribu, satu juta atau satu setengah juta ? Dijawabnya satu setengah juta. Udah mantapkan saja, kuliah di sini. Ambil kamar di atas dekat kamar Si Sulung Guantheng, dan tinggal cari jodoh. Eh, malah balik kampong. Ternyata masih punya mimpi kuliah di UGM. Sekarang malah udah nikah dengan gadis pilihannya dan tentu saja dengan anaknya, sudah berdomisili di Gorontalo.  Beberapa hari yang lalu, malahan upload foto-foto Bunaken. Wah cantik nian tuh Bunaken. Jadi pengin terbang ke sana.

1391428266508017361
1391428266508017361

1391428317245544038
1391428317245544038
13914283662116749272
13914283662116749272

1391428437508633917
1391428437508633917
139142854144561712
139142854144561712

13914286141928781110
13914286141928781110
1391428649625100821
1391428649625100821

1391428683991221972
1391428683991221972
Wow. Ada alam yang seindah ini. Melongo!

Tiba-tiba hp bordering. Si Cantik Bungsu nampak pengin kontak. Begitu dipencet, suara manja itu langsung terdengar: “Pa, telepon sini!”, seru Si Cantik Bungsu dari seberang. Hemat anak ini nggak hilang-hilang. Nelepon Bapaknya saja hanya untuk minta ditelepon kembali. Wah salah didik nih gue. “Ada apa, Nok ?”, tanya saya “Besuk Adik mau ke Jogja”, seru Si Cantik Bungsu. Jangankan ke Jogja ke Menado pun boleh. Lebarkan langkahmu Nok. Bumi Allah itu terbentang  luas. Banyak yang harus kamu ketahui dan lalui untuk persiapan masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun