Mohon tunggu...
Stefanus Joko
Stefanus Joko Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - manusia kecil yang tiadapun dunia tetap baik-baik saja.

Kawulo alit pencela bangsa sendiri tanpa memberi solusi. Pengagum Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[kampretjebul3] Bangkitnya Wayang Topeng di Gunungkidul

24 Februari 2015   17:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:36 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_352734" align="aligncenter" width="526" caption="Wayang Topeng Padukuhan Danggolo Luweng Ombo, Purwadadi, Tepus, Gunungkidul"][/caption]

Gending Jati Kumoro mengiringi masuknya tokoh-tokoh wayang bertopeng dari Kerajaan Kediri bernama Prabu Lembu Amijaya, Deksa Negara dan Kunjana Warsa. Dikisahkan sang dalang, pertemuan rutin para pembesar Kerajaan Kediri ini membicarakan keamanan dan berbagai permasalahan negara. Di saat acara ini sedang berlangsung hadirlah seorang utusan dari Kerajaan Bantar Angin bernama Suropermojo. Dengan tarian ksatria beriringkan gending Lasem. Kedatangan Suropermojo ini bermaksud melamar Dewi Sekartaji agar mau menjadi permaisuri Raja Bantar Angin yang bernama Prabu Klono Sewandono. Tetapi atas pertimbangan yang tidak dijelaskan dalam cerita ini, ternyata Dewi Sekartaji menolak lamaran Prabu Klono Sewandono yang disampaikan utusannya yang bernama Suropermojo.

Prabu Klono Sewandono merasa dikecewakan. Merasa harga dirinya sebagai raja Bantar Angin direndahkan. Prabu Klono Sewandono mengirim pasukannya untuk berperang melawan Kerajaan Kediri. Prajurit Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Deksa Negara mampu dikalahkan oleh prajurit dari Kerajaan Bantar Angin yang dipimpin oleh Suropermojo.

Deksa Negara dan Kunjono Warsa yang merasa tak mampu menandingi keperkasaan pasukan dari Kerajaan Bantar Angin, lalu melarikan diri ke Katumenggungan Suwelogiri. Katumenggungan Suwelogiri yang dipimpin oleh Brojonoto adalah kerabat dekat Prabu Lembu Amijoyo dari Kerajaan Kediri. Mendengar akan apa yang terjadi di Kerajaan Kediri, Brojonoto mengutus Sutrodiwonggo dan Kuda Waringin untuk bersama-sama dengan prajurit Kerajaan Kediri melawan kembali pasukan dari Kerajaan Bantar Angin. Terjadilah pertempuran yang sangat sengit yang di akhir cerita dimenangkan oleh Kerajaan Kediri atas bantuan Katumenggungan Swelogiri.

[caption id="attachment_352738" align="aligncenter" width="596" caption="Ratu Lembu Amijoyo dalam pertemuan dengan Kunjana Warsa dan Deksa Negara"]

1424744067930745276
1424744067930745276
[/caption]

[caption id="attachment_352746" align="aligncenter" width="540" caption="Jejer Bantar Angin, Ratu Klono Sewandono dan Para Abdi Kerajaan"]

1424746205819435193
1424746205819435193
[/caption]

Inilah cuplikan cerita Wayang Topeng yang terbentuk dari warga 2 Padukuhan kecil di daerah selatan Gunungkidul, yaitu padukuhan Danggolo dan Luweng Ombo, Desa Purwadadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul. Wayang topeng yang tidak lagi aktif dipentaskan sejak 1979 ini mencoba bangkit kembali dengan cerita yang sama. Dewi Sekartaji Rabine Klono Sewandono adalah lakon atau judul dari pertunjukan kesenian rakyat ini. Cerita klasik yang selalu sama di setiap pementasan ini pernah menjadi kebanggaan warga Desa Purwadadi, Tepus, Gunungkidul. Kelompok wayang topeng ini menamai grupnya Panji Budaya. Selama lebih dari 30 tahun hanya mampu mengenang kejayaannya tanpa mampu bangkit.

Dengan keadaan yang jauh dari sempurna bahkan cenderung apa adanya, grup wayang topeng Panji Budaya ini mencoba bangkit lagi sejak September 2014. Dalam acara budaya tahunan bersih desa atau disebut rasulan, Panji Budaya mementaskan cerita panjinya yang pernah berjaya. Kerinduan akan terwujudnya cerita-cerita para sesepuh desa membuat antusiasme warga untuk menonton pementasannya tak terbendung.

Dorongan dari pejabat dan warga Desa Purwadadi serta berbagai LSM pendampingan masyarakat membuat para pemain semakin bersemangat. Kekurangan properti tidak menyurutkan niat warga membangkitkan kembali kesenian ini. Bahu-membahu mereka membuat topeng dan aksesoris yang dibutuhkan masing-masing tokoh dalam wayang topeng ini. Kertas karton, cat pewarna, anyaman bambu mereka buat menjadi aksesoris tokoh pewayangan yang disebut Ricikan. Ricikan adalah aksesoris tokoh wayang seperti irah-irahan atau mahkota, ilat bahu, sumping, endhok, dan lain-lain. Pembuatan topeng dipercayakan pada lelaki berumur lebih dari 60 tahun bernama Sujarno. Beliau dipercaya karena pada masa jayanya wayang topeng ini, Sujarno aktif dalam pementasan.

[caption id="attachment_352747" align="aligncenter" width="541" caption="Beberapa Topeng-topeng karya bp.Sujarno yang digunakan dalam pentas wayang."]

14247469301883181177
14247469301883181177
[/caption]

“Saya membuat topeng-topeng ini hanya seingat saya, kira-kira seperti ini. Karena saya sebenarnya tidak yakin kesenian ini akan bangkit lagi,” papar Sujarno. Dan hasil dari olah tangannya mampu menghidupkan kembali topeng-topeng berkarakter sesuai cerita panji yang dipentaskan.

Setelah tersedianya topeng, aksesoris, dan para pemain wayang, masalah besar menghadang! Mereka tidak memiliki gamelan untuk mengiringi wayang topeng. Seperangkat gamelan milik keluarga Kerta Kasa yang dulu pernah ada telah terjual untuk biaya pendidikan dan hidup keluarga. Kerta Kasa adalah generasi pertama yang mendirikan grup wayang topeng ini. Dan Panji Budaya sekarang yang dipimpin oleh Sujarno ini adalah generasi ketiga. Mereka menyatakan bahwa berdasarkan silsilah keluarga Kerta Kasa, wayang topeng ini sudah ada sejak tahun 1800-an.

Lalu dengan menyewa seperangkat gamelan beserta para penabuhnya atau wiyaga, Panji Budaya kembali mementaskan pertunjukannya pada bulan Januari 2015 kemarin. Dengan pangung tanpa dekorasi, berlokasi di bahu jalan kampung depan rumah warga. Keinginan warga untuk membangkitkan seni budayanya ini sangat layak didukung.

[caption id="attachment_352748" align="aligncenter" width="531" caption="Para pemain wayang merias diri dan bersiap tampil"]

1424748312394926132
1424748312394926132
[/caption]

Masih dengan kostum dan gamelan sewaan mereka berharap akan terus bisa tampil. Sampai mampu memiliki gamelan dan kostum sendiri sekaligus meregenerasi para pemain muda. Harapan besar warga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan nelayan ini adalah seni wayang topengnya kembali bangkit menjadi identitas budayanya. Dan pada tanggal 1 Maret 2015 nanti, wayang topeng dengan cerita panji ini akan tampil kembali dalam acara pembukaan tempat wisata konservasi Pantai Nglambor, Desa Purwadadi, Kecamatan Tepus, Gunungkidul. Walau dengan segala keterbatasan yang ada, semangat mengibarkan kembali kesenian rakyatnya tak akan terbendung.

[caption id="attachment_352749" align="aligncenter" width="567" caption="2 tokoh dari Padukuhan Kembang Sore, Doyok dan Bancak "]

14247485651423244482
14247485651423244482
[/caption]

[caption id="attachment_352751" align="aligncenter" width="300" caption="Tokoh-tokoh dari Padepokan Tambak Boyo"]

14247492051914030076
14247492051914030076
[/caption]

[caption id="attachment_352752" align="aligncenter" width="552" caption="Tokoh Padukuhan Jampu Awan, Jago Blewo dan Kedua Istrinya"]

14247496241828059190
14247496241828059190
[/caption]

http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2015/02/13/kampret-jebul-kebudayaan-723276.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun