[caption id="attachment_352734" align="aligncenter" width="526" caption="Wayang Topeng Padukuhan Danggolo Luweng Ombo, Purwadadi, Tepus, Gunungkidul"][/caption]
Gending Jati Kumoro mengiringi masuknya tokoh-tokoh wayang bertopeng dari Kerajaan Kediri bernama Prabu Lembu Amijaya, Deksa Negara dan Kunjana Warsa. Dikisahkan sang dalang, pertemuan rutin para pembesar Kerajaan Kediri ini membicarakan keamanan dan berbagai permasalahan negara. Di saat acara ini sedang berlangsung hadirlah seorang utusan dari Kerajaan Bantar Angin bernama Suropermojo. Dengan tarian ksatria beriringkan gending Lasem. Kedatangan Suropermojo ini bermaksud melamar Dewi Sekartaji agar mau menjadi permaisuri Raja Bantar Angin yang bernama Prabu Klono Sewandono. Tetapi atas pertimbangan yang tidak dijelaskan dalam cerita ini, ternyata Dewi Sekartaji menolak lamaran Prabu Klono Sewandono yang disampaikan utusannya yang bernama Suropermojo.
Prabu Klono Sewandono merasa dikecewakan. Merasa harga dirinya sebagai raja Bantar Angin direndahkan. Prabu Klono Sewandono mengirim pasukannya untuk berperang melawan Kerajaan Kediri. Prajurit Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Deksa Negara mampu dikalahkan oleh prajurit dari Kerajaan Bantar Angin yang dipimpin oleh Suropermojo.
Deksa Negara dan Kunjono Warsa yang merasa tak mampu menandingi keperkasaan pasukan dari Kerajaan Bantar Angin, lalu melarikan diri ke Katumenggungan Suwelogiri. Katumenggungan Suwelogiri yang dipimpin oleh Brojonoto adalah kerabat dekat Prabu Lembu Amijoyo dari Kerajaan Kediri. Mendengar akan apa yang terjadi di Kerajaan Kediri, Brojonoto mengutus Sutrodiwonggo dan Kuda Waringin untuk bersama-sama dengan prajurit Kerajaan Kediri melawan kembali pasukan dari Kerajaan Bantar Angin. Terjadilah pertempuran yang sangat sengit yang di akhir cerita dimenangkan oleh Kerajaan Kediri atas bantuan Katumenggungan Swelogiri.
[caption id="attachment_352738" align="aligncenter" width="596" caption="Ratu Lembu Amijoyo dalam pertemuan dengan Kunjana Warsa dan Deksa Negara"]
[caption id="attachment_352746" align="aligncenter" width="540" caption="Jejer Bantar Angin, Ratu Klono Sewandono dan Para Abdi Kerajaan"]
Inilah cuplikan cerita Wayang Topeng yang terbentuk dari warga 2 Padukuhan kecil di daerah selatan Gunungkidul, yaitu padukuhan Danggolo dan Luweng Ombo, Desa Purwadadi, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul. Wayang topeng yang tidak lagi aktif dipentaskan sejak 1979 ini mencoba bangkit kembali dengan cerita yang sama. Dewi Sekartaji Rabine Klono Sewandono adalah lakon atau judul dari pertunjukan kesenian rakyat ini. Cerita klasik yang selalu sama di setiap pementasan ini pernah menjadi kebanggaan warga Desa Purwadadi, Tepus, Gunungkidul. Kelompok wayang topeng ini menamai grupnya Panji Budaya. Selama lebih dari 30 tahun hanya mampu mengenang kejayaannya tanpa mampu bangkit.
Dengan keadaan yang jauh dari sempurna bahkan cenderung apa adanya, grup wayang topeng Panji Budaya ini mencoba bangkit lagi sejak September 2014. Dalam acara budaya tahunan bersih desa atau disebut rasulan, Panji Budaya mementaskan cerita panjinya yang pernah berjaya. Kerinduan akan terwujudnya cerita-cerita para sesepuh desa membuat antusiasme warga untuk menonton pementasannya tak terbendung.
Dorongan dari pejabat dan warga Desa Purwadadi serta berbagai LSM pendampingan masyarakat membuat para pemain semakin bersemangat. Kekurangan properti tidak menyurutkan niat warga membangkitkan kembali kesenian ini. Bahu-membahu mereka membuat topeng dan aksesoris yang dibutuhkan masing-masing tokoh dalam wayang topeng ini. Kertas karton, cat pewarna, anyaman bambu mereka buat menjadi aksesoris tokoh pewayangan yang disebut Ricikan. Ricikan adalah aksesoris tokoh wayang seperti irah-irahan atau mahkota, ilat bahu, sumping, endhok, dan lain-lain. Pembuatan topeng dipercayakan pada lelaki berumur lebih dari 60 tahun bernama Sujarno. Beliau dipercaya karena pada masa jayanya wayang topeng ini, Sujarno aktif dalam pementasan.
[caption id="attachment_352747" align="aligncenter" width="541" caption="Beberapa Topeng-topeng karya bp.Sujarno yang digunakan dalam pentas wayang."]
“Saya membuat topeng-topeng ini hanya seingat saya, kira-kira seperti ini. Karena saya sebenarnya tidak yakin kesenian ini akan bangkit lagi,” papar Sujarno. Dan hasil dari olah tangannya mampu menghidupkan kembali topeng-topeng berkarakter sesuai cerita panji yang dipentaskan.