Mohon tunggu...
Izzuddin Ar Rifqiy
Izzuddin Ar Rifqiy Mohon Tunggu... Freelancer - Fungsional Statistisi di BPS

Bisa dikunjungi di : http://masizz.xyz atau http://masizz.tumblr.com Banyak baca, banyak merasa.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Go-Jek, Big Data dan Peranan Pemerintah

20 Desember 2015   10:41 Diperbarui: 20 Desember 2015   11:31 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Data is the only real currency of the web, begitu ungkap Alina Musayeva pada tulisannya di TEDx Amsterdam. Artikel berjudul "Mata Uang Baru Bernama Data" yang viral beberapa waktu yang lalu,  ditulis oleh Hilman Fajrian pada portal Kompasiana juga menjelaskan secara apik mengenai hal ini. Berikut saya kutipkan tulisan mas Hilman

-Awal Kutipan-

Bila anda sering berkunjung atau berbelanja ke situs belanja online, khususnya Indonesia, akan sering ditemui barang dengan harga jauh lebih murah dibanding pasaran. Atau sering juga ada program promo yang menjual barang dengan diskon sampai 90%, bahkan 99%. Harga-harga yang sulit diterima akal. Kita yang awam ini akan berpikir harga bisa murah karena banyak biaya operasional yang dipangkas, atau sebuah brand produk sedang promosi di situs itu. Sebagian kecil benar, tapi sebagian besar salah. Yang terjadi adalah pengelola toko online memberi subsidi kepada konsumen sejumlah selisih harga. Bila distributor memberi harga Rp1 juta kepada toko, dan toko menjual seharga Rp500 ribu kepada konsumen, maka toko nombok Rp500 ribu. Kalau ada 100 pembelian, maka toko nombok Rp50 juta.

Investor kok tidak mau untung?

Tidak masuk akal, kan? Kalau mau yang lebih tidak masuk akal lagi, lihatlah Whatsapp Messanger ini tidak menampilkan iklan, pun gratis tahun pertama. Biaya berlangganan di tahun berikutnya hanya $1/tahun. Itu pun bisa 'diakali' supaya gratis terus. Tapi tahun lalu Facebook membeli Whatsapp Rp222 triliun! Secara keuangan, perusahaan ini tidak pernah untung, tidak beriklan, tapi dibeli ratusan triliun.

Bisnis konvensional sulit memahami ini. Selama ini performace bisnis hanya diukur lewat angka di buku keuangan perusahaan. Kalau duitnya minus, berarti jelek. Namun dalam bisnis digital, data adalah mata uang baru. Pintu masuknya melalui jumlah user. Kalau kita sudah mendapatkan user, datanya akan siap untuk dikapitalisasi untuk apapun. Iklan hanya salah satunya. Artinya, kalau sudah punya banyak user, terserah mau kita manfaatkan untuk apapun agar menghasilkan uang. Jadi, dalam bisnis digital modal dalam bentuk uang lebih sebagai tool atau perangkat untuk mencapai target yang sebenarnya: user dan data.

-Akhir Kutipan-
Berdasarkan research dari IBM pada tahun 2012, 2,5 milar gigabytes  data baru dibuat setiap harinya. Dan jumlah data akan bertumbuh dua kali lipat tiap tahunnya. Atau secara hitung-hitungannya pada tahun 2020, akan ada lebih dari 44 triliun gigabytes data pada 2020. Menurut IBM juga, 4.4 juta data scientist baru dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengolahan data di seluruh dunia. Terbayang sudah pentingnya data bagi pergerakan progresif dunia?

 

Peranan Pemerintah 

William D. Eggers, Rob Hamill & Abed Ali dalam Deloitte University Press mengungkapkan sebuah pernyataan menarik berkaitan dengan hal ini :

"Government is one of the biggest producers of data—and one of the few that deliver data to the public free of charge. Governments already regulate how organizations may use personal data and myriad other issues related to data. The question, then, isn’t really whether government should get involved in the new data marketplace, but rather how it should take part."

Pemerintah sebagai penyedia data terbesar dan satu dari segelintir yang menyediakan secara data secara cuma-cuma. Pemerintah sudah membuat peraturan bagimana seharusnya sebuah organisasi/perusahaan memperlakukan data personal. Pertanyaannya bukan lagi "APAKAH sebagai pemerintah harus ikut campur dalam pasar persaingan data ini?" Tapi sudah harus bergerak ke arah "BAGAIMANA seharusnya pemerintah mengambil peran dalam pasar data digital ini?"

Melalui artikel sepanjang 4000 kata ini, mereka bertiga menjelaskan bagaimana seharusnya pemerintah berperan. Membagi peranan pemerintah menjadi 3 fungsi penting.

  1. Pemerintah sebagai produsen data
  2. Pemerintah sebagai konsumen data
  3. Pemerintah sebagai fasilitator

Kedua peran 1 dan 2 sudah menurut saya sudah jelas fungsinya. Namun fungsi ketiga masih perlu dijabarkan lebih lanjut. Menurut William dkk, sebagai fasilitator, pemerintah dapat melakukan 3 hal utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun