Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ada Wahabi di Balik Cuitan Abu Janda

1 Februari 2021   23:31 Diperbarui: 7 Februari 2021   08:11 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abu Janda alias Permadi Arya I Foto Kompas.com

Dalam tayangan Apa Kabar Indonesia Malam, Sabtu (30/1), Permadi Arya mengungkap latar belakang cuitan kontroversialnya. 'Islam arogan' ia sebutkan sebagai representasi dari golongan transnasional yang tak mengindahkan tradisi lokal. 

Abu Janda: Bukan Pernyataan Mandiri, Lihat Konteks
Dalam telewicara di salah satu televisi swasta nasional itu, Permadi menyebut latar belakang twit-nya yang telah menyinggung umat Islam. 'Islam arogan' ia maksudkan untuk melabeli sebagian umat Islam yang tak ramah terhadap budaya lokal. Golongan itu kemudian ia sebut sebagai Salafi atau Wahabi. Hmmm.. sudah kuduga.

Lalu mengapa Abu Janda menyebut Wahabi arogan?

Dalam percaturan mazhab Islam Sunni, Salafi atau Wahabi adalah satu aliran yang bisa dibilang saklek dalam pemahaman pun dalam pengeterapan ajarannya. 

Aliran ini berasal dari Saudi -dulu bernama Hijaz- dan lahir saat wilayah itu masih dalam kekuasaan Turki Utsmani di penghujung 1700-an Masehi. Wahabiyah di prakarsai oleh Syekh Muhammad bin Abdulwahhab yang lahir pada 1703 M di Uyaynah, sebuah wilayah yang berjarak 50 km di barat laut Riyadh. 

Saat ini di Indonesia, Wahabi dikenal melalui dakwah para dai seperti Yazid bin Abdulqadir Jawwaz, Khalid Basalamah, Syafiq Basalamah, Firanda Andirja, Badrusalam, Riyadh Bajrey dan masih banyak lagi. 

Bagi kebanyakan orang, dakwah yang mereka sampaikan sama sekali tak bermasalah. Namun tidak bagi sebagian muslim lainnya. Memang, tidak semua permasalahan yang mereka ketengahkan menimbulkan gesekan dengan muslim lainnya. Di sinilah Abu Janda hendak menegaskan letak persoalannya. 

Gesekan yang timbul antara Wahabi dan muslim lain - sebutlah muslim tradisional- salah satunya terletak pada penerimaan akan budaya lokal. 

Apakah Islam Selalu Menerima Tradisi?
Jika berbicara hubungan antara Islam dan tradisi maka kita harus bersiap diri untuk tidak sepakat dengan para pengikut Wahabi. Apa pasal?

Bagi mereka, akulturasi antara Islam dan tradisi lokal yang menghasilkan tradisi keislaman tetap dihukumi haram. Maka tak mengherankan jika di kamus mereka tidak ada yang namanya maulidan, tahlilan, yasinan dan sejenisnya. 

Dalil yang mereka pegang adalah bahwasanya hal yang disebut di atas tidak dicontohkan oleh nabi dan para sahabat. Dalam terminologi ajaran Islam, hal itu dinamakan bid'ah, suatu hal baru yang diada-adakan. 

Jangankan yang berbau tradisi, jenis peribadatan yang diperbolehkan menurut pendapat para ulama terdahulu pun bisa mereka vonis terlarang. 

Sebutlah sebagai contohnya, melafalkan niat (ushalli) sebelum shalat, dzikir berjamaah selepas shalat fardhu, kirim pahala untuk orang mati, mengharap berkah Allah dari peninggalan orang saleh (tabarruk), berdoa dengan menyebut nama orang saleh yang telah meninggal (tawassul).

Sayangnya dalam kasus Abu Janda, tidak disebutkan amalan yang lebih reasonable jika ditujukan untuk melempar bola ke Wahabiyah. Ia hanya menyebut 'budaya asli kearifan lokal' sedekah laut dan kebaya. 

Twit balasan Abu Janda terhadap Tengku Zulkarnain yang kemudian viral I Foto @permadiaktivis1
Twit balasan Abu Janda terhadap Tengku Zulkarnain yang kemudian viral I Foto @permadiaktivis1
Hal yang disebutkannya itu pun oleh Islam tradisi -sebutlah NU- bisa juga dihukumi sebagai hal yang haram. NU pun mengharamkan tradisi sedekah laut jika di dalamnya mengandung persembahan kepada jin penghuni laut (sesuai keputusan Muktamar NU ke-5 *). 

Lalu dalam hal berkebaya, berapa banyak wanita berkebaya yang dalam waktu bersamaan masih menonjolkan aura seksi dalam mode 'keterbukaan' nan pating pecothot? Apa yang demikian mau dikatakan mubah?

Jika saja ia menyebutkan amalan seperti maulid dan tahlilan, bisa jadi masyarakat tak terlalu memojokkan dirinya dan ia lebih mudah menggelindingkan bola pada satu tujuan, Wahabiyah. 

Polarisasi dalam Politik tidak Inheren dengan Perbedaan Mazhab
Jika ada pendapat yang mengatakan bahwa beda pandangan di atas terbawa pada perbedaan orientasi dalam politik praktis, hal itu tidak beralasan.

Pada praktiknya, dai-dai Wahabi justru bersikap moderat terhadap kepemimpinan di negeri ini. Mereka selalu mengatakan hal yang sama. Jika menilai ada yang salah dalam pemerintahan maka nasehati dengan jalan yang baik. Bukan dengan berdemo apalagi melancarkan cemoohan apalagi menuduh presidennya kafir. Cek video di sini, sini atau di sini.

Jadi bisa ditarik simpulan bahwa dalam kasus ini, Abu Janda mengambil tema yang keliru dalam merespon twit Tengku Zulkarnain. Mengapa?

Karena Tengku Zulkarnain tak ada hubungannya dengan Wahabi sehingga counter Abu Janda mencelat ke pihak lain alih-alih memberikan hantaman balik. Ia adalah orang penting di Dewan Fatwa Mathla'ul Anwar yang dekat dengan NU dalam paradigma beragama. Sementara NU sendiri adalah antitesis dari Wahabisme.

Abu Janda seharusnya menggunakan counter rasional saja dengan mempertanyakan balik tentang 'Ulama dan Islam dihina di NKRI' dalam twit Tengku Zul. 

Apakah benar kondisi saat ini Islam sedang diplekotho oleh penguasa?, dan yang sadar akan hal itu hanya sebagian kecil umat Islam yang berada di lingkaran Tengku Zul saja? 

Lalu di manakah para ulama lain yang saat ini tidak ikut berteriak bersama Tengku Zul dan kawan-kawan? Apakah ia menuduh para ulama itu rela jika Islam dilecehkan di negeri ini?

Ah, andai saja yang terlontar kalimat-kalimat itu, tentu Permadi nggak perlu repot-repot melayani panggilan kepolisian. Tapi apa lacur, nasi sudah digoreng. Lagipula kalau nggak kontroversial, namanya ya bukan Abu Janda.

Hmmmm... Jandaaa, Janda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun