Tahun 2020 menjadi saksi eksistensi ke-60 tahun Suzuki di dunia balap. Melabur mesin grandprix-nya dengan kelir tunggangan juara dunia GP 50cc musim 1962 --Ernst Degner-- tim Hamamatsu  tengah berupaya mengulangi kejayaannya di musim ini.
Suzuki adalah pabrikan dengan tim teririt di gelaran MotoGP. Saat Honda, Yamaha, Ducati bahkan KTM yang pendatang baru memiliki tim lapis ke dua, Suzuki masih saja awet dengan formasi 2 pebalap regular. Sudah cerita lama, genks.Â
Melaju dalam keterbatasan tak membuat Suzuki irit prestasi. Hingga pertengahan musim, Joan Mir yang baru satu setengah tahun lamanya menggeber GSX-RR 1000 sudah mampu bertarung dalam perebutan gelar juara dunia. Ia kini hanya berselisih 4 poin dari pemimpin klasemen sementara, si Unemployed Andrea Dovizioso.
Kans Suzuki dalam merecoki para raksasa MotoGP sebenarnya sudah terlihat pada tahun lalu. Saat itu Alex Rins mampu 2 kali merebut kemenangan, raihan yang sama dengan prestasi Ducati dan Yamaha. Sempat bersaing dengan Maverick Vinales di akhir musim, Rins akhirnya harus rela mengakhiri musim 2019 di peringkat ke-4. Â
Baca juga:Â Empat Fakta Menarik Grandprix Motor 2020
Di musim ini, Suzuki kembali meramaikan persaingan di lintasan dan membuktikan diri sebagai tim yang pantas diperhitungkan. Lalu faktor apa saja yang menjadi modal Suzuki dalam bersaing memperebutkan gelar juara pada musim ini?
1. Talenta Muda.Â
Aleix Espargaro dan Andrea Ianone ialah dua pebalap senior yang pernah berlabuh di Suzuki team. Espargaro menjadi pebalap angkatan pertama setelah Suzuki come back pada 2015. Ia berada di tim biru selama 2 tahun sejak musim 2015. Kepergian Espargaro disusul kedatangan Andrea Ianone pada 2017. The Maniac pun tak bertahan lama. Kebersamaannya dengan Suzuki berakhir di penghujung musim 2018.
Sebagai tandem mereka berdua, Suzuki menjaring talenta muda dari ajang Moto2. Maverick Vinales adalah rookie MotoGP  musim 2015 yang langsung mendapatkan kontrak dari tim pabrikan. Lha gimana lagi, Suzuki kan nggak punya tim satelit atau privateer. Bersama Espargaro, Vinales membawa Ecstar Suzuki Team ke peringkat 4 klasemen akhir 2016.Â
Vinales yang sejatinya diplot untuk meneruskan perjuangan Suzuki pada 2017 ternyata hengkang ke Yamaha. Akhirnya Suzuki pun memilih bibit muda lainnya dari Moto2, Alex Rins. Rins menjadi pebalap dengan durasi kontrak yang cukup panjang yakni dari musim 2017 hingga 2022 mendatang.Â
Tim yang dikomandani Davide Brivio itu mampu unjuk gigi saat Rins menjuarai GP Amerika Serikat dan GP Inggris pada 2019. Setelah menggeser Ianone pada penghujung 2018, Suzuki mendatangkan kembali bibit unggul dari Moto2 yang juga juara dunia Moto3 musim 2017, Joan Mir. Mir pun akan bertahan di Suzuki hingga 2022 mendatang.Â
Mantan principal Repsol Honda, Livio Suppo mengaku kagum dengan gaya Suzuki yang berani mengandalkan talenta muda. Dan nampaknya intuisi Suzuki dalam memilih bibit dari kelas di bawahnya bisa diandalkan. Terbukti dengan prestasi para pebalap muda yang mampu mengunggul rekan setimnya, Vinales yang berada di atas Espargaro dan Rins yang mampu menyaingi Ianone.Â
Baca juga:Â Godaan di Tempat Kerja? Sudah Sejak Zaman Ken Arok, Genks
Joan Mir pun, di tahun ke duanya telah menunjukkan kualitasnya. Bertengger di peringkat ke-4 klasemen sementara, perolehan poinnya berada jauh di atas Alex Rins.
2. Manajer Mumpuni
Apalah arti pebalap mumpuni apabila sebuah tim tidak dikomandoi oleh seorang manajer yang ciamik. Adalah Davide Brivio, sosok yang ditugaskan oleh Suzuki untuk mengepalai squad Hamamatsu setelah 3 tahun lamanya vakum di grandprix motor.
Brivio adalah salah satu key person kesuksesan Yamaha dalam menggondol mahkota juara dunia. Dialah yang mampu membuat Valentino Rossi loncat dari Repsol Honda Team pada 2004 sekaligus membuat Honda paceklik gelar selama beberapa tahun lamanya. Catatan itu nampaknya membuat Suzuki yakin bahwa pria Itali itu mampu membangun kembali kejayaan Suzuki di grandprix motor.Â
Pada masa kepempinan Brivio pula, realisasi tim satelit Suzuki pun santer terdengar. Keberadaan tim satelit tentu akan membantu pabrikan dalam proses pengembangan motor. Meski tanpa tim satelit pun, Suzuki mampu menunjukkan tren perkembangan positif dan sekali-dua kali mencuri kemenangan. Selama ini, selain dari para pebalap regularnya, Suzuki hanya mengandalkan pebalap penguji untuk mengumpulkan data. Â
Isu realisasi satelit Suzuki pada 2022 pun dikaitkan dengan Valentino Rossi. Lagi-lagi karena hubungan baik the Doctor dengan Brivio. Namun kali ini bukan Rossi sendiri yang akan menjadi pebalapnya namun anak asuhannya di VR46 Academy. Menarik ini. Apalagi melihat kiprah anak-anak didik Rossi baik di Moto2 maupun MotoGP yang mulai menunjukkan diri sebagai ancaman. So, kita tunggu saja kabarnya tahun depan.
3. Perubahan Mesin
Sejak bergulirnya grandprix motor 4 tak, Suzuki memilih untuk mengembangkan mesin V4 sebagaimana mayoritas pabrikan di MotoGP. Namun selama kurang lebih satu dasa warsa pengembangan Suzuki V4, prestasi Suzuki adem-adem saja. Satu-satunya kemenangan yang daraih GSVR --julukan motor V4 Suzuki-- adalah saat ia digeber Chris Vermeulen di GP Perancis pada 2007. Akhirnya Suzuki pun angkat kopor pada penghujung 2011.
Baca juga:Â Jakarta PSBB Total? Nggak Apa, Sudah Biasa
Kembali mengaspal di helatan MotoGP pada 2015, Suzuki mengandalkan racikan mesin yang benar-benar baru. Konfigurasi Inline 4 dipilih untuk menggantikan mesin lama. Dengan konfigurasi itu, para engineer Suzuki berupaya memaksimalkan potensi cornering daripada power motor.Â
Mesin-mesin V4 tentu memiliki power yang tak bisa ditandingi oleh Suzuki. Namun kelemahan itu tak selalu dihadapi Suzuki di setiap sirkuit. Mesin Suzuki lebih cocok untuk sirkuit yang tak memilik trek lurus panjang. Sehingga kelincahan pebalap dalam meliak-liukkan motor di tikugan dapat diandalkan untuk merebut posisi. Hal itu terbukti dengan ditelikungnya Jack Miller oleh Joan Mir di detik-detik berakhirnya GP Austria. Kondisi serupa pun terulang pada GP San Marino pekan lalu saat Mir mengungguli Valentino Rossi di lap terakhir pula.
Konfigurasi itupun sesuai dengan mesin Moto2 yang menjadi ajang penjenjangan bagi para pebalap sebelum ke MotoGP. Kondisi ini linier dengan strategi Suzuki yang gemar menggaet talenta muda.
Well, mampukah Suzuki mengulangi kejayaan mereka 20 tahun lalu saat merebut gelar juara dunia dari raksasa grandprix motor, Honda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H