Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Insiden Bangil, Banser Harusnya Contoh FPI

24 Agustus 2020   00:54 Diperbarui: 25 Agustus 2020   05:30 2837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua GP Ansor Bangil, Saad Muafi saat mendatangi Abdul Halim dan Zainullah | Foto Bangsaonline.com

"Itu tindakan presekusi, katanya menghormati hukum, kok malah mempersekusi dan mengintimidasi begitu. Itu sangat tidak mendidik," kata Sekretaris Umum (Sekum) FPI Munarman kepada JPNN, Sabtu (22/8)*.

Latar Belakang Insiden

Video yang mengabadikan tindakan Ketua GP Ansor Bangil, Saad Muafi membentak seorang terduga aktivis HTI viral di media sosial. Sontak, insiden itu mengundang cemoohan dari para netizen. 

Awalnya kedatangan GP Ansor dan Banser ke tempat seseorang bernama Abdul Halim (AH) ditujukan untuk tabayyun. Proses tabayyun pun dihadiri oleh kepala desa dan Muspika setempat. Hal itu dilakukan untuk mengklarifikasi kebenaran akun yang dianggap telah melecehkan ulama NU, Habib Luthfi bin Yahya. *

Dalam pertemuan itu AH mengakui bahwa akun media sosial itu memang miliknya dan status yang dipermasalahkan pun ia yang menulisnya. Dan di tempat itu GP Ansor pun menemukan bendera, kalender dan majalah HTI. Hal itu memperkuat bukti bahwa AH memang menjadi simpatisan ormas yang sudah dilucuti pemerintah itu.

AH pun menyinggung tentang kegiatan para aktivis HTI yang kerap dilaksanakan di sebuah Yayasan bernama Al-Hamidy Al-Islamiyah. Rombongan GP Ansor pun bergerak ke TKP dan bertemu dengan pengasuhnya, Muslim Zainullah. Insiden inilah yang terekam dan menjadi viral.

Di lembaga pendidikan yang diasuh Zainullah itu diketemukan foto Presiden Joko Widodo yang telah dicorat-coret. Hal itu pun dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap kepala negara.

Harusnya Tidak Dibentak tapi..

Saya sendiri melihat hal itu sebagai perilaku yang over. Tapi saya pun memaklumi tindakan itu. 

Mereka marah bisa jadi karena sedang berhadapan dengan orang yang plintat-plintut dan suka berkelit. Orang-orang HTI memang tengah memanfaatkan celah yang ada pada kebijakan pemerintah dalam memerangi para penyeru khilafah.

Benar bahwa HTI sudah K.O. secara organisatoris sebab status badan hukumnya sudah hangus. Namun mereka masih saja bebas bergerak dan mempropagandakan khilafah. Termasuk menayangkan film "Jejak Khilafah di Nusantara" beberapa hari lalu melalui Youtube.

Untuk yang terakhir ini, pemerintah hanya menindaknya dengan melakukan pemblokiran. Entah hal itu diikuti dengan tindakan lanjutan oleh pihak berwenang atau memang hanya segitu saja reaksi pemerintah.

Lalu mengenai tindakan Muafi, nampaknya ia perlu mencontoh perilaku elegan seorang Munarman, SH.

Saat itu di tahun 2013, ia hadir bersama Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia, Tamrin Amal Tomagola dalam Apa Kabar Indonesia Pagi yang disiarkan oleh TV One. Awalnya semua lancar. Namun seiring waktu dan karena lihainya pembawa acara, akhirnya something went wrong.

Tak terima pembicaraannya disela, sang sekum menyirankan air  -- entah teh atau air putih-- ke Guru Besar UI itu. Dan acara pun segera disela oleh deretan iklan.

Banser pun bisa mencontoh tabayyun yang dilakukan serombongan orang dewasa kepada seorang remaja 15 tahun di Cipinang, Jakarta Timur. Perkaranya si remaja dinilai telah melecehkan Imam Besar FPI, Habib Rizieq Syihab. 

Saking "ademnya" tabayyun itu, dua orang ditahan polisi karena tuduhan melakukan persekusi terhadap remaja itu. Mereka pun dijerat dengan pasal Perlindungan Anak dan pasal Pengeroyokan. Masih ingat peristiwanya? Silakan cek di sini.

Jadi, GP Ansor atau Banser jangan nanggung-nanggung kalau bertindak, masa cuma ngebentak.

HTI Licin, Hindari Reaksi Berlebihan

HTI memang licin. Namanya juga grup politik, tentu harus lihai juga dalam bersiasat.

Tindakan Saad Muafi sebagaimana tindakan anggota Banser yang membakar bendera HTI tahun lalu adalah wujud reaksi berlebihan yang dipicu oleh kelompok yang mendapat simpati dari sebagian kalangan umat Islam.

Entah karena tidak tahu tujuan HTI atau sengaja tutup mata, tindakan tak mengenakkan terhadap organ itu akan memantik respon yang tak menguntungkan dari masyarakat luas, terutama di media sosial. GP Ansor akhirnya akan dicap sebagai masyarakat sipil yang bertindak melebihi batas.

Jadi cukup tempuh jalur hukum dan tanamkan pengertian akan ancaman HTI terhadap kelangsungan bernegara kepada masyarakat luas. Kupas dari sudut pandang agama karena HTI menarik simpati masyarakat awam pun dengan penafsiran terhadap dalil-dalil agama menurut versi mereka.

***

Baca juga :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun