Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menerka Waktu Berakhirnya Bekerja di Rumah

17 Juli 2020   23:20 Diperbarui: 17 Juli 2020   23:23 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekerja hingga larut | hellosehat.com

Banyak orang sudah kembali beraktivitas di kantornya. Mungkin sudah hampir sebulan lamanya. Namun tidak begitu dengan tempat kerja Badrun. Hingga hari ini, dia masih saja kerja di rumah, work from home (WFH) kata orang kulon. Jika dihitung-hitung, sudah 4 bulan lamanya aktivitas itu dijalaninya. 

Awalnya, terasa enjoy saja. Sebab semuanya bebas diaturnya. Dari waktu kerja hingga jenis camilan apa yang mau dimakannya. Namun lama kelamaan, ribet juga ternyata. 

Membawa pekerjaan di rumah berarti menanggalkan tirai penghalang antara kehidupan kantor dengan kehidupan rumah tangga. Bersamaan dengan berpindahnya ruang kerja ke salah satu ruangan di rumah, berarti pula memindahkan beban akibat pekerjaan ke seluruh ruangan di rumah.

Perusahaan lain banyak yang terkena imbas akibat pandemi, namun tidak dengan perusahaan tempat Badrun bekerja. Seolah tak ada bedanya. Bisa jadi malah ada 'sektor-sektor baru' dalam proses kerja yang menyumbang tekanan pada dirinya. 

Bekerja di rumah, bisa jadi ideal bagi bidang tertentu namun bisa jadi tak ideal bagi bidang kerja lainnya. Pilihan ke dua ini mungkin berlaku di kantor Badrun. Di departemennya, para karyawan bekerja ibarat para pekerja pabrik. 

Berurutan dan saling mempengaruhi. Sehingga dengan kondisi masing-masing karyawan yang berbeda, bisa jadi menimbulkan akibat yang bisa dibilang nggak mengenakkan. 

Belum lagi penerapan sistem kerja daring yang dibangun secara kilat oleh tim IT di kantornya. Tentu banyak kendala yang masih dijumpai baik karena hambatan dalam sistem itu sendiri maupun faktor lain di luarnya seperti koneksi internet misalnya. Sama sekali berbeda dengan yang biasa dilakukan di kantor, semua dokumen tinggal dipindahtangankan dengan mudah begitu pula dengan komunikasi antar personal.

Kerap dirinya masih berada di depan laptop hingga jam 11 malam. Atau bahkan lebih. Memang dia tak non stop bekerja dari pagi. Tapi bukan berarti pula banyak terjeda akibat berbagai interupsi. Dan itu dilakukan pula oleh banyak rekannya. 

Jelas. Banyak dari rekan kerjanya yang merupakan ibu rumah tangga. Mereka tentu tak bisa dengan mudah melepaskan diri dari pekerjaan rumah di siang hari. 

Setiap orang pun memiliki kondisi dan keterbatasannya masing-masing. Sehingga membandingkan satu karyawan dengan karyawan lain dengan begitu saja bukanlah hal yang fair.  

Berkaca dari kondisi itu makanya dia suka sewot kalau ada yang bilang work from home itu enak. Enaknya ada, tapi nggak enaknya juga banyak.

Orang bilang kerja di rumah dapat mendekatkan diri dengan keluarga, membantu pekerjaan istri di rumah atau alasan-alasan romantis lainya. 

Namun bagi Badrun, tanpa bekerja di rumah pun, dia sudah dekat dengan anak dan istrinya. Meski cuma ketemu selama beberapa jam selama hari kerja. Kalau alasannya bisa bantu kerja istri di rumah, Badrun pun sudah biasa nyapu atau ngepel. Bahkan dulu dia juga kerap bantu cuci piring. Sumpe de. 

So, semua romantisme bekerja di rumah bukanlah hal yang tepat untuk menghibur dirinya.

Satu hal yang masih membuatnya bersyukur dengan adanya work form home adalah tertutupnya kemungkinan terjadinya hal buruk dari kehadirannya di kantor. Meski hal itu juga berarti dia harus me-maintain segala hal yang bisa berakibat buruk selama bekerja di rumah. 

Kadang kala dia berkelakar dengan teman-temannya mengenai berakhirnya work form home. "Ah, jangan-jangan, kita akhirnya memang kerja di rumah seterusnya ya gaes. Bukan karena pandemi namun ada hal lain yang membuatnya seperti itu". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun