Sementara itu, putri ke dua Gus Dur, Yenny Wahid menguatkan pendapat yang mengatakan tentang pekatnya muatan politik dalam peristiwa itu. Gus Dur yang dikatakan tak kompromistis terhadap sikap koruptif dan tak berpihak pada rakyat membuatnya dimusuhi banyak pihak.Â
Dia pun menilai bahwa pelengseran ayahnya dipicu pula oleh pemecatan Kapolri kala itu, Jendral (Pol) Surojo Bimantoro pada 1 Juli 2003 yang kemudian digantikan oleh Komisaris Jenderal (Pol) Chaeruddin Ismail*.Â
Menteri Pertahanan di era Gus Dur, Mahfud MD menyoroti konflik itu dari segi hukum. Dilihat dari sisi hukum pidana dan tata negara, jatuhnya Gus Dur bukan disebabkan oleh Buloggate maupun Bruneigate. Terlebih dalam kasus Bulog, Kejaksaan Agung sudah menyatakan bahwa Gus Dur tidak terlibat. Sehingga pertarungan politik lebih mewarnai dalam pemakzulan tersebut. Selengkapnya baca di sini.
Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj tak berkomentar banyak mengenai buku itu. Meski begitu, dia mengatakan bahwa penggulingan Gus Dur itu adalah bagian dari sejarah dan sepatutnya sejarah tetaplah dijaga*.
Sikap Pendukung Gus Dur
Sebanyak 5.000 eksemplar buku yang dicetak oleh Numedia Digital Indonesia langsung ludes terjual saat dibuka pre order tahap pertama pada 9-19 Desember 2019. Animo warga nahdliyin begitu tinggi untuk mengetahui hal ihwal pelengseran sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di pengurus harian PBNU itu.
Gus Dur, tak dapat dipungkiri adalah sosok istimewa di mata warga NU. Bukan saja karena dia memiliki darah biru karena merupakan keturunan pendiri NU, Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari, namun juga karena kegigihannya dalam melawan hegemoni Orde Baru.
Dalam sebuah wawancara dengan Andi F Noya di acaranya, Kick Andy, Gus Dur pernah mengatakan bahwa pemimpin Indonesia yang pantas disebut sebagai musuhnya hanyalah Pak Harto. Meski begitu, saat berlebaran pun Gus Dur tetap menyambangi pemimpin Orde Baru itu.Â
Begitu santuynya Gus Dur dalam menyikapi perseteruan politik antara dirinya dan rejim Soeharto. Sejarah telah mencatat betapa Soeharto begitu alergi dengan Gus Dur sampai bermaksud untuk mengambil alih kepemimpinan NU dari tangan Gus Dur. Hingga kita ingat begitu mencekamnya suasana Muktamar NU yang diselenggarakan di Cipasung Tasikmalaya pada 1-5 Desember 1994. Selengkapnya baca di sini.
Dalam haul pertama Gus Dur di halaman Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (25/12), putri sulung Gus Dur, Alyssa Wahid mengajak masyarakat untuk meneruskan perjuangan Gus Dur.
Di tengah kondisi bangsa yang pekat dengan kebencian, permusuhan, dan prasangka, hendaklah sikap Gus Dur, para guru dan leluhurnya dapat dijadikan sebagai media pembelajaran agar cita-cita bangsa dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur dapat terwujud.