Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Anies Baswedan dan Jalur Khusus 73 Milyar

21 Desember 2019   20:07 Diperbarui: 22 Desember 2019   11:12 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan dan lajur sepeda | Foto IDNTimes

Hujat lebat yang mendera ibu kota beberapa hari lalu menciptakan titik-titik genangan di beberapa daerah. Media sosial teman-temanku yang aseli ibu kota mengetengahkan berbagai foto yang memperlihatkan fenomena 'wajar' itu. 

Yak, genangan, banjir atau apa pun istilahnya, adalah sebuah kelaziman yang ditemui di Jakarta saat musim hujan tiba. Dan derasnya curah hujan mengantarkan lebatnya kritikan -- boleh juga dibaca cibiran -- kepada sang gubernur, Anies Rasyid Baswedan. Diantara mereka ada yang menyebut Anies sebagai gubernur yang gabener karena dianggap tak mampu menghadirkan solusi bagi masalah klasik itu. 

Banjir, Macet, Kritik dan Cibiran

Banjir dan kemacetan selalu menjadi materi dalam mendulang suara para voters saat berlangsungnya Pilkada. Adu konsep pemecahannya dipresentasikan demi mewujudkan angan-angan masyarakat akan sebuah kota bebas banjir dan bebas macet. Dan kini Anies Baswedan didaulat untuk merealisasikan ide dan gagasannya. 

Anies boleh saja dibela karena titel panjangnya. Atau kemampuannya membuat indah trotoar kota. Atau menjadikan jembatan penyeberangan sebagai sebuah obyek instagramble nan indah di malam hari. Lantas apakah dengan hal itu kita tak pantas mengkritiknya? 

Tentu saja pantas, dengan elegan dan tanpa tendensi politik atau balas dendam karena jagoannya kalah dalam Pilkada. Dan saya bukan termasuk di dalamnya karena saya istirahatkan hak pilih saya pada pilkada lalu.

Bahkan para pemilih Anies pun jangan sungkan memberikan caratan kinerja yang sekiranya perlu diperbaiki. Jangan cuma bisa ho oh ho oh sambil nahan. Apalagi bagi para penduduk ibu kota aseli yang tak puas akan kinerjanya. Atau setidaknya bagi kita yang saban hari harus bekerja dan bersinggungan dengan suasana ibu kota. 

Saya sendiri kini bukanlah penduduk Jakarta karena geser domisili ke salah satu kota penyangga ibu kota. Namun tiap hari saya masih harus meniti jalan dari rumah ke kantor yang berada di Jakarta Pusat. Sebuah motor matic menjadi alat penyibak penuhnya jalan raya oleh kendaraan bermotor, mlipirnya gerobak dan pesepeda di tepi jalan dan lalu lalang penyeberang jalan. Untuk itulah saya merasa pantas untuk berkomentar mengenai kondisi DKI sebab saban bersinggungan dengannya.

Macet dan Rencana Anggaran 73 M

Ada yang membuat saya tak nyaman berkendara akhir-akhir ini. Saya memandangnya sebagai sebuah pengambilalihan hak pemakai jalan oleh pemakai jalan lainnya. Tentu bukan mengenai pemotor yang naik trotoar, bukan pula bus Transjakarta yang diberi privilege sejak masa pemerintahan Bang Yos. Hal itu tak lain adalah jalur sepeda yang dibentang di ruas-ruas jalan tertentu. 

Foto ITDP-Indonesia.org
Foto ITDP-Indonesia.org
Anies Baswedan dan siapa pun yang terlibat dalam pengambilan keputusan tentang jalur sepeda di ibu kota akan dipandang sebagai pahlawan oleh para goweser. Mereka yang biasa gowes secara membaur dengan pengendara kendaraan bermotor, kini dapat melenggang di ruas-ruas jalan tertentu dengan lajur yang dikhususkan untuk mereka. 

Terlepas dari kritikan anggota dewan yang menyoroti pembengkakan anggaran jalur sepeda dalam Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2020 yang mencapai 10 kali lipat. 

Dari yang semula sebesar Rp 7 milyar menjadi hampir Rp 73 milyar*. Sebuah dana besar yang diproyeksikan untuk Jakarta yang lebih sehat. Para pejalan kaki pun boleh berterima kasih pada pemerintah yang telah memperlebar dan memperindah trotoar dengan segala asesorisnya. 

Jalur yang saya gunakan menuju kantor kebetulan berada dalam program jalur sepedanisasi pemerintah DKI. Dari Jl. Jatinegara Barat, Jl. Matraman lanjut ke Jl. Pangeran Diponegoro hingga Jl. Imam Bonjol.

Seperti yang saya tulis di atas, proyek jalur sepeda tak ubahnya sebuah pengambilalihan hak pengguna jalan lain. Lebar jalan yang berkurang 1 atau 1,25 meter cukup membuat tak nyaman dalam berkendara. 

Betapa tidak, space yang sebenarnya cukup untuk digunakan oleh 2 buah motor secara overlapping itu harus direlakan untuk pesepeda yang kadang jumlahnya luar biasa sedikit (baca: tak ada). 

Bukan cuma itu, bagi pengendara motor yang kedapatan melintas di atas area khusus sepeda itu harus kalah di hadapan penegak hukum alias harus mau memungut surat tilang dari polisi. 

Mereduksi kemacetan dengan memperbesar peluang terjadinya macet nampaknya bukan sebuah konsep solutip. Paling tidak, pelaksanaan proyek itu harus dipantau untuk mendapatkan data akurat mengenai keberhasilannya.

 Anggaran sebesar Rp 70 milyar bukanlah nilai yang sedikit untuk dikucurkan bagi sebuah proyek yang tak memberi efek besar bagi perbaikan kota. Apalagi justru memperparah kondisi. 

Bolehlah merangsang masyarakat untuk berlaku sehat dan tak menggantungkan diri dengan moda transportasi berbahan bakar. Bisa jadi, pembuatan lajur sepeda dimaksudkan untuk melokalisasi pengguna sepeda karena moda ini adalah salah satu jenis hambatan samping (side friction) di jalan raya.

Tapi apakah jumlah pengguna sepeda cukup tinggi sehingga program itu dapat dikatakan sukses menyehatkan warga dan meningkatkan kualitas udara ibu kota? Atau proyek senilai itu nantinya hanya akan dinikmati oleh para penghobi yang seberapa banyak jumlahnya. Aturan yang ideal harusnya dapat menyamankan setiap kita. Bukan menguntungkan satu pihak dan mendesak pihak lainnya.

_____

Baca juga artikel lainnya :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun