Spartan finally retires. Jorge Lorenzo, pemilik 5 gelar juara dunia grandprix motor akhirnya memutuskan untuk undur diri dari hiruk pikuk persaingan di kelas para raja, Motogp. Kamis (14/11) sore waktu setempat, pembalap 32 tahun itu mengadakan jumpa pers jelang seri pamungkas di sirkuit Ricardo Tormo Valencia.Â
Dihadiri oleh para pembalap dan awak media, Lorenzo mengumumkan bahwa Ricardo Tormo akan menjadi tempat pertarungan terakhirnya setelah selama 18 tahun berkutat dengan deru mesin prototype. Meski sebelumnya telah beredar rumor atau spekulasi tentang pengunduran dirinya, publik tetap saja terkesiap dengan putusan sang Spaniard itu.Â
Catatan Sang LegendaÂ
"...and I'm very pleased to announce that Jorge will be a Motogp legend in grand prix Spain Jerez," kata CEO Dorna, Carmelo Ezpeleta mengakhiri sambutannya dalam jumpa pers kemarin.Â
Lorenzo mengawali karirnya di grandprix motor saat masih berusia 15 tahun lebih 1 hari. Dia tercatat sebagai pembalap termuda yang menginjakkan kakinya di kompetisi itu. Tahun 2002 adalah debutnya di kelas 125 cc. Selama 3 tahun, Lorenzo muda membela pabrikan Derbi dengan torehan terbaik sebagai penghuni peringkat ke-4 klasemen akhir musim 2004.Â
Tiga tahun di kelas yang lebih tinggi (GP 250 cc) dilaluinya bersama Honda dan Aprilia. Mesin Aprilia RS250-RW yang memang merajai kelas seperempat liter mengantarkan X-Fuera menjadi raja selama 2 musim berturut-turut, 2006 dan 2007.Â
Usaha Yamaha berhasil. Meski sebelumnya fasih dengan mesin 2 tak, Lorenzo akhirnya berhasil merebut gelar juara dari tangan Rossi di tahun ke tiga kebersamaan mereka, 2010. Di musim itu pula, Lorenzo mencetak rekor perolehan poin tertinggi selama semusim yakni 383. Rekor ini bertahan hingga 9 tahun hingga Marc Marquez memecahkannya saat berlangsungnya GP Malaysia beberapa pekan lalu. Â Selama 9 tahun bersama Yamaha, Lorenzo mengoleksi 3 gelar juara dunia (2010, 2012 dan 2015), 3 runner up (2009, 2011 dan 2013), 2 kali peringkat tiga (2014 dan 2016) dan 1 kali peringkat ke empat (2008).Â
Pada usianya yang ke 32 tahun 169 hari, Lorenzo memecahkan rekor race ke-200 (saat seri Motegi Jepang) di kelas utama yang sebelumnya dipegang oleh rekan senegaranya, Dani Pedrosa yang kala itu berusia 32 tahun 170 hari.Â
Kepindahan ke Ducati, Awal KeterpurukanÂ
Seolah mengikuti jejak Rossi, tahun 2017 menjadi awal mula perkenalan Lorenzo dengan Ducati. Kepiawaiannya mengatasi mesin segaris 4 silinder Yamaha diuji saat menghadapi mesin desmodromic (konfigurasi L sudut 90 derajat) pabrikan asal Bologna.Â
Dua tahun kebersamaan dengan Ducati Team menjadi capaian terburuknya selama di Motogp. Tahun pertamanya diakhiri dengan bertengger di posisi ke-7 klasemen. Sementara tahun ke dua dipungkasi di trap ke-9 klasemen dan 3 kali kemenangan dari 14 race yang dijalani. Sebuah tren positip sebenarnya. Paling tidak, hal itu menunjukkan bahwa Lorenzo makin nyaman dengan tunggangannya.Â
Namun tren itu tak berlanjut saat Alberto Puig menariknya ke squad Repsol Honda untuk menemani Marc Marquez di musim 2019. Tentu Lorenzo melihat hal itu sebagai sebuah peluang untuk mengembalikan kejayaan sebagaimana saat bersama Yamaha.Â
Honda Lebih Buruk Ketimbang Ducati?Â
Berniat mencarikan pemecahan atas masalah Lorenzo, Alberto Puig mengirim Lorenzo ke Jepang untuk berkomunikasi lansung dengan para engineer Honda. Namun hal itu tak sepenuhnya berhasil. Prestasi Lorenzo masih saja redup. Bagi Lorenzo, Honda memang lebih mematikan dari Ducati.Â
Secara performa, tahun ini Ducati dan Yamaha nampak lebih baik ketimbang Honda. Di deretan 10 besar klasemen pembalap, terdapat 3 pembalap Ducati (2. Dovizioso , 5. Petrucci dan 8. Jack Miller) serta 4 pembalap Yamaha (3. Vinales, 6. Quartararo, 7. Rossi dan 10. Morbidelli).Â
Sementara Honda hanya menempatkan Marquez di pemuncak klasemen dan Cal Crutchlow di posisi ke-9. Sungguh gap yang amat jauh. Apakah hal itu dapat dijadikan sebagai penanda bahwa pengembangan Honda tidak berada di arah yang tepat karena hanya Marquez yang berhasil menaklukkan mesin RC213V? Hanya Honda yang bisa menjawabnya.Â
Terlepas dari hal itu semua, kini kursi kosong yang ditinggalkan Lorenzo menyisakan pertanyaan besar tentang penggantinya. Marquez pun menyatakan bahwa Honda memerlukan pembalap dengan jam terbang tinggi atau justru talenta muda. Jika opsi pertama yang dipilih, Cal Crutchlow bisa saja masuk ke dalam keranjang pilihan. Jika opsi ke-2 yang diambil, nama-nama seperti Johann Zarco atau bahkan Takaaki Nakagami bisa masuk nominasi. Apalagi setelah Hiroshi Aoyama hengkang, praktis tak ada pembalap Jepang yang berkiprah di Motogp kelas utama.Â
Bagi Lorenzo sendiri, pensiun dini sudah pasti bukan sebuah opsi. Dia diyakini, bahkan oleh Casey Stoner yang mantan pembalap Repsol Honda Team, dapat beradaptasi dengan baik dengan Honda. Namun begitulah balap yang serba tak bisa diprediksi. Motogp telah kehilangan talenta mudanya.Â
Gracias, Jorge!
Baca juga artikel lainnya :
- Yang Paling "Wow" di MotoGP 2019
- Marquez Vs Lorenzo dalam Intrik MotoGP 2019
- MotoGP: Tanpa Kemenangan Melimpah, Mereka Melegenda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H