Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Stress di Tempat Kerja? Itu Harus

12 Oktober 2019   06:05 Diperbarui: 12 Oktober 2019   14:30 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menyatakan bahwa pada 2018, total biaya yang terserap untuk kesehatan mental mencapai Rp1,25 triliun. Hal itu merupakan partisipasi BPJS dalam menanggulangi permasalahan non fisik atau psikis. Demikian dilansir Bisnis[dot]com

Meski dalam prakteknya ada beberapa pengecualian dalam penanganan pasien gangguan mental diantaranya mereka yang terindikasi mengalami gangguan mental karena tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme dan tindak pidana perdagangan manusia. Pembatasan itu dilakukan mengacu pada Peraturan Presiden No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Penanganan Gangguan Mental 

Meja makan rasanya lebih layak untuk membicarakan rentang keseharian anak-anak di sekolah, rencana kegiatan di akhir pekan atau hal-hal lain yang lebih memberikan kehangatan pada hubungan antar anggota keluarga. 

Namun jika seorang suami mengalami masalah di tempat kerjanya, meja makan pun dapat dijadikan alternatip untuk mencari solusi atau setidaknya meringankan beban. Seorang pasangan diharapkan dapat memberikan opsi jalan keluar atau sekedar menjadi tempat berbagi. 

Selain kebersamaan dengan keluarga, hobipun dapat sebagai ajang stress release seseorang. Menulis, bersepeda, touring,  memiliki hewan peliharaan atau olah raga dapat memberikan kontribusi untuk meredam ketegangan pikiran yang dihadapi. 

Jangan sampai permasalahan yang dihadapi di tempat kerja justru mempengaruhi kehidupan di luar lingkungan kerja. Jika hal itu terjadi, maka seseorang hanya akan mentransfer hal yang dialaminya di meja kerja ke meja makan atau ruang keluarganya. Bahkan yang lebih buruk lagi, kamar tidurnya. 

Lembaga-lembaga keagamaanpun diharapkan menjadi salah satu ajang dalam penanganan gangguan kejiwaan yang sifatnya promotip. Promotip diartikan sebagai rangkaian kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan mental yang bersifat promosi. 

Peran para agamawan dalam membawakan tema-tema kesehatan jiwa diharapkan mampu memberikan oase karena sifat masyarakat Indonesia yang menjadikan dogma agama sebagai salah satu pijakan utama dalam keseharian. Jangan sampai sebaliknya, media-media reliji justru dimanfaatkan untuk mentransfer ketegangan lain kepada audiensnya. 

Terkait dengan penanganan gangguan kejiwaan, pemerintah bersama lembaga perwakilan rakyat telah menelurkan sebuah perundangan yang khusus mengatur hal itu yakni Undang-Undang No.18/2014 tentang Kesehatan Jiwa. Tinggal bagaimana usaha pemerintah dalam mengejawantahkan pasal demi pasal yang ada di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun